Modus Pengemplangan Pajak Terbongkar, Kemenkeu-Polri Selidiki 3 Eksportir

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 6 November 2025 16:27 WIB
Kemenkeu-Polri Selidiki 3 Eksportir Pengemplang Pajak (Foto: Repro)
Kemenkeu-Polri Selidiki 3 Eksportir Pengemplang Pajak (Foto: Repro)

Jakarta, MI -  Pemerintah bergerak cepat menindak dugaan praktik pengemplangan pajak dalam ekspor produk turunan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). 

Operasi gabungan Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan Kepolisian RI (Polri) kini tengah menelusuri keterlibatan eksportir yang disinyalir melakukan underinvoicing untuk menghindari pajak.

Langkah tersebut diambil menyusul temuan 87 kontainer berisi 1.802 ton fatty matter—produk turunan CPO—di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, yang diduga diekspor tidak sesuai ketentuan oleh PT MMS.

Dirjen Bea Cukai, Djaka Budi Utama, menjelaskan bahwa produk yang diekspor awalnya diklaim sebagai komoditas yang tidak dikenai bea keluar dan tidak termasuk larangan terbatas (lartas) ekspor. 

Namun, hasil pengujian laboratorium BLBC dan IPB menunjukkan bahwa produk tersebut merupakan campuran berbasis nabati yang mengandung turunan CPO. Dengan demikian, produk itu semestinya dikenai Bea Keluar dan wajib memenuhi ketentuan ekspor.

Sepanjang 2025, Djaka mencatat terdapat 25 Wajib Pajak, termasuk PT MMS, yang melaporkan ekspor Fatty Matter dengan total nilai PEB Rp2,08 triliun.

Sebagai tindak lanjut, operasi gabungan Kementerian Keuangan dan Polri kini melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper) terhadap PT MMS beserta tiga entitas afiliasinya, yaitu PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN.

Kapolri Listyo Sigit Prabowo menuturkan pihaknya akan mendalami lebih lanjut mengenai modus dalam upaya penghindaran pajak yang tentunya kerap terjadi.

"Saat ini, terjadi pada komoditas jenis fatty matter yang tidak dikenakan pemungutan ekspor, bea keluar dan bukan larangan dan batasan ekspor," kata Listyo.

Menurutnya, celah inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan penyelundupan sehingga menimbulkan kerugian negara. "Kami akan lakukan pendalaman ke perusahaan lain dan proses hukum hingga pengembalian," ujarnya.

Setidaknya ada tiga perusahaan lain yang akan diperiksa karena diduga memiliki pola yang serupa. "Kita yakin ini ada juga indikasi yang mirip dan sama kita lakukan pendalaman kita selamatkan potensi kerugian negara akibat penghindaran pajak," imbuhnya.

Selain temuan 87 kontainer tersebut, DJBC juga tengah menyelidiki dugaan pelanggaran kepabeanan pada komoditas fatty matter lainnya, yakni 200 kontainer seberat 4.700 ton senilai Rp63,5 miliar di Pelabuhan Tanjung Priok, serta 50 kontainer seberat 1.044 ton dengan nilai Rp14,1 miliar di Pelabuhan Belawan.

Topik:

pajak ekspor kepabeaan cpo tanjung-priok