Jakarta Pernah Punya Kasino Resmi, Langsung Raup Rp 200 Miliar

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 7 Juni 2025 08:02 WIB
Jakarta Pernah Punya Kasino Legal (Foto: Ist)
Jakarta Pernah Punya Kasino Legal (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Siapa sangka, Jakarta pernah memiliki kasino legal yang menghasilkan Rp 200 miliar hanya sesaat setelah dibuka.

Peristiwa ini terjadi pada tahun 1967, di tengah perjuangan Jakarta membangun diri sebagai ibu kota. Saat itu, Gubernur Ali Sadikin dihadapkan pada tantangan besar: membangun infrastruktur dan membiayai proyek-proyek besar dengan anggaran negara yang nyaris kosong.

Dalam kondisi tersebut, Ali Sadikin pun perlu mencari cara untuk bisa menambah anggaran. Alhasil, salah satu langkahnya melalui legalisasi perjudian.

Hasilnya? Sebuah kasino resmi pun dibuka dan langsung menghasilkan pendapatan fantastis dan memberi keuntungan besar ke pemerintah. 

Koran Sinar Harapan (21 September 1967) mewartakan, kebijakan ini dilakukan agar perjudian tidak lagi dilakukan secara diam-diam. Dengan melokalisasi perjudian ke satu kawasan khusus, pemerintah berharap mendapat aliran dana dari hasil judi.

Pemerintah mencatat keuntungan dari judi ilegal mencapai Rp300 juta setiap tahun. Akan tetapi, dana sebesar itu rupanya tidak mengalir ke pemerintah, namun jatuh ke tangan oknum-oknum yang melakukan perlindungan.

"Uang tersebut jatuh ke tangan oknum pelindung perjudian tanpa bisa dirasakan oleh masyarakat," tutur Pemerintah DKI Jakarta kepada media. Dikutip Sabtu (7/6/2025).

Pemerintah saat itu berharap pendapatan dari perjudian dapat dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur seperti jembatan, jalan, sekolah, hingga rumah sakit. 

Akhirnya, pada 21 September 1967, Pemerintah DKI Jakarta melegalkan judi lewat Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Chusus Ibukota Djakarta No. 805/A/k/BKD/1967.

Harian Kompas (23 November 1967) mengungkapkan, lokasi kasino legal pertama di Jakarta dan Indonesia berada di Kawasan Petak Sembilan, Glodok. Kasino ini berdiri atas kerja sama Pemerintah DKI Jakarta dengan seorang Warga Negara China bernama Atang.

Lebih lanjut, kasino ini beroperasi setiap hari tanpa jeda dan berada di bawah pengawasan ketat aparat kepolisian. Namun, aktivitas perjudian dibatasi hanya untuk WN China. Warga Indonesia non-Tionghoa dilarang ikut bermain di meja judi.

Sejak resmi dibuka, kasino yang berlokasi di Petak Sembilan menarik ratusan pengunjung dari berbagai daerah, seperti Medan, Pontianak, Bandung, hingga Makassar. Ratusan orang tersebut sukses menghasilkan dana jutaan rupiah yang disetor setiap bulan ke pemerintah.

"Berdasarkan statistik resmi dari arena perjudian, pajak yang diberikan ke pemerintah sebesar Rp25 juta setiap bulan," ungkap media Kompas.

Nominal Rp25 juta saat itu tergolong besar. Harga emas, menurut surat kabar Nusantara (15 Agustus 1967), mencapai Rp230 per gram. Artinya, uang Rp25 juta bisa membeli 108,7 Kg emas.

Jika dikonversi ke masa sekarang, berarti uang Rp25 juta atau 108,7 Kg emas setara dengan Rp200-an miliar. Dengan demikian, keuntungan Pemerintah DKI Jakarta di awal legalisasi kasino mencapai miliaran rupiah per bulan.

Seiring berjalannya waktu, kasino lain juga dibuka di Ancol dan juga menjadi sumber pemasukan besar bagi pemerintah daerah. 

Dana yang diperoleh dari aktivitas perjudian ini langsung digunakan Ali Sadikin untuk membiayai pembangunan Jakarta. Proyek-proyek penting seperti jembatan, rumah sakit, dan sekolah berhasil diwujudkan berkat dana tersebut.

Selama sekitar satu dekade aturan perjudian diberlakukan, anggaran Jakarta melonjak tajam dari hanya puluhan juta rupiah menjadi Rp122 miliar pada tahun 1977. 

Dana miliaran rupiah itu akhirnya dipakai untuk menyulap Jakarta menjadi kota modern. Sampai akhirnya, kebijakan legalisasi kasino di Jakarta berakhir pada 1974 karena pemerintah pusat melarang perjudian lewat UU No.7 tahun 1974.

Topik:

kasino-jakarta perjudian-legal petak-sembilan gubernur-ali-sadikin