Hasil Tak Jelas, DPR Pertanyakan Efektivitas Anggaran Rp1,1 Triliun Sejak 2022 untuk Lumpur Lapindo


Jakarta, MI - Ketua Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Lasarus, mempertanyakan keberlanjutan alokasi anggaran penanganan lumpur Lapindo yang terus muncul di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sejak tahun 2022 hingga ke Rancangan APBN 2026.
Dalam rapat kerja bersama Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo, Lasarus menyoroti belum adanya penyelesaian konkret meskipun dana besar telah dikucurkan selama bertahun-tahun.
"Saya dapat data APBN dari 2022 Rp270 miliar, APBN 2023 Rp270 miliar, APBN 2024 Rp227 miliar, APBN 2025 Rp179 miliar, dan di RAPBN tahun 2026 ini Rp169 miliar," tutur Lasarus, di Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).
Lasarus menilai upaya penanganan selama ini cenderung stagnan dan mempertanyakan apakah pendekatan teknis yang digunakan benar-benar efektif. Ia mengusulkan kemungkinan pengerukan kanal besar langsung ke laut sebagai alternatif solusi permanen.
"Di lumpur Lapindo ini, kita agak aneh juga ini. Apa yang membuat biaya begini besar, apa enggak kita bikin kali saja dikeruk gede-gede dari lubang itu biar langsung mengalir ke laut," ujar Lasarus.
Lasarus turut meminta agar Menteri PU Dody Hanggodo bersama jajaran terkait, termasuk Direktur Jenderal Sumber Daya Air Dwi Purwantoro, memberikan perhatian serius terhadap persoalan ini.
Ia menilai anggaran yang dialokasikan untuk penanganan lumpur Lapindo terlalu besar dan menyarankan agar dana tersebut dialihkan untuk program yang lebih berdampak langsung bagi masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur jalan di daerah.
"Ini makan anggaran gede banget setiap tahun ini. Ini kalau kita bikin jalan daerah, sudah berapa banyak jalan yang jadi ini? Padahal ini kita hanya ngelolosin lumpur saja, kalau memang sudah tidak lagi mengancam keselamatan masyarakat di situ, ya sudah dicari cara," jelasnya.
Kemudian, Lasarus juga menyinggung potensi inefisiensi dalam pengadaan alat seperti pompa, serta menyoroti kemungkinan praktik sewa berulang yang tidak berkesudahan.
"Ini kemungkinan nih sewa pompa segala macam ini. Kemungkinan, ini siapa yang punya pompa, abadi kah kita sewa pompa ini nanti? Ini tolong dicek nanti-nanti Pak Menteri," ungkapnya.
Lasarus menyebut bakal meninjau langsung ke lokasi dalam waktu dekat guna melihat kondisi terkini. Menurutnya, proyek penanganan lumpur Lapindo cenderung berulang namun tidak menyentuh persoalan masyarakat yang terdampak.
"Sudah begitu juga kewajiban kepada masyarakat, bukannya dibayar, tunggakannya masih banyak, Pak, kepada masyarakat lumpur lapindo ini. Tapi yang ada proyeknya gede-gede setiap tahun," katanya.
Ia bahkan mengungkapkan bahwa pernah ada anggota DPR di periode sebelumnya yang turut terdampak bencana lumpur Lapindo namun tidak mendapatkan ganti rugi dari negara.
Lasarus membuka kemungkinan pembentukan Panitia Kerja (Panja) DPR untuk kasus Lapindo, dan menyarankan dilakukan audit menyeluruh oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Ini mohon dicek nanti Pak Menteri, bila perlu nanti kami (buat) Panja ini. Biar kita minta kepada BPK, minta audit dengan tujuan tertentu. Kalau ada nanti di sini tindak pidana, biar cepat-cepat kita kirim ke penjara ini pelakunya," tuturnya.
Lasarus mengaku heran terhadap penanganan lumpur Lapindo yang dinilainya tidak efektif meskipun telah berlangsung selama hampir dua dekade. Ia mempertanyakan mengapa hingga kini belum dibangun saluran pembuangan permanen, padahal secara teknis seharusnya bukan hal yang sulit.
"Kenapa enggak kita bikin saja kali gede-gede. Itu Freeport, gunung saja bisa kita runtuhkan. Masa bikin saluran ini saja enggak bisa," ujarnya.
Ia menambahkan, usulan tersebut juga berasal dari aspirasi masyarakat di daerah yang merasa penanganan lumpur Lapindo tak kunjung tuntas. "Pak Lasarus, itu kok seperti melihara kucing katanya di situ, enggak selesai-selesai," jelasnya menirukan keluhan warga.
Lasarus juga mengingatkan Kementerian PU agar lebih cermat dan bijak dalam menyusun usulan anggaran untuk tahun-tahun mendatang, mengingat permasalahan lumpur Lapindo terus berulang tanpa menunjukkan hasil penyelesaian yang jelas.
Topik:
lumpur-lapindo dpr anggaran