Pemerintah dan DPR Sepakat Naikkan Target Pajak 2026, Beban Masyarakat Bertambah?

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 24 Juli 2025 14:39 WIB
Rapat Paripurna DPR RI (Foto: Ist)
Rapat Paripurna DPR RI (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah resmi menyepakati postur makro fiskal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Salah satu sorotan utama dalam kesepakatan tersebut adalah peningkatan target penerimaan perpajakan.

Kesepakatan itu disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Jazilul Fawaid saat membacakan laporan hasil pembahasan pendahuluan RAPBN 2026 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2026 dalam rapat paripurna DPR, Kamis (24/7/2025).

Menurut Jazilul, dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, pemerintah sebelumnya mengajukan proyeksi penerimaan pajak di kisaran 10,08% hingga 10,45% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun demikian, dalam pembahasan antara pemerintah dengan Banggar, disepakati adanya kenaikan rentang target penerimaan perpajakan pada tahun depan yaitu menjadi 10,08%-10,54% dari PDB.

Ia mengungkapkan bahwa Banggar dan pemerintah telah menyepakati empat arah kebijakan perpajakan pada tahun depan. Pertama, perluasan basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi untuk mendukung fiskal yang kuat, peningkatan ekonomi, dan pelindungan masyarakat. 

"Kedua, peningkatan kepatuhan melalui pengawasan berbasis teknologi informasi, memperkuat sinergi dan program bersama, serta penegakan hukum untuk mendukung perbaikan sistem administrasi dan organisasi perpajakan," kata Jazilul.

Ketiga, penguatan keberlanjutan reformasi perpajakan dan harmonisasi kebijakan perpajakan internasional untuk mendorong peningkatan penerimaan dan rasio perpajakan. 

Keempat, pengelolaan pemberian insentif perpajakannya semakin terarah dan terukur untuk mengakselerasi investasi serta hilirisasi industri yang menciptakan nilai tambah yang tinggi. 

"Pemerintah akan menempuh berbagai langkah, upaya kebijakan, dan program untuk meningkatkan pendapatan negara yang mencapai kisaran 11,71% hingga 12,31% dari PDB," jelas Jazilul.

Di sisi lain, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa pemerintah menyetujui kenaikan target pajak karena sejalan dengan upaya memperkuat pendapatan negara.

"Itu bagian dari reformasi penerimaan," kata Febrio usai rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025). 

Ia menambahkan, pemerintah mendorong seluruh sektor ekonomi untuk berkontribusi dalam peningkatan penerimaan perpajakan. 

Meski begitu, Febrio mencatat bahwa sektor-sektor yang selama ini menjadi penyumbang utama pendapatan negara juga tercatat konsisten memberikan kontribusi besar dalam penerimaan pajak. "Nah itu biasanya beberapa sektor seperti manufaktur, itu kontribusinya masih besar. Jadi kita lihat nanti," ungkapnya.

Outlook APBN 2025: Target Pajak Meleset, Terjadi Shortfall

Menariknya, optimisme pemerintah dalam menaikkan target penerimaan pajak untuk tahun 2026 tidak sejalan dengan realisasi yang terjadi pada tahun 2025.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa proyeksi penerimaan pajak (outlook) tahun 2025 hanya akan mencapai Rp2.076,9 triliun, lebih rendah dari target yang tercantum dalam APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun.

Outlook tersebut diungkapkan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (1/7/2025). 

"Kalau kita lihat dari penerimaan pajak akan mencapai Rp2.076,9 atau dalam hal ini 94,9% dari target APBN," ujarnya.

Proyeksi penerimaan pajak yang lebih rendah dari target itu menunjukkan adanya kemungkinan terjadi shortfall pajak senilai Rp112,4 triliun. 

Sri Mulyani menjelaskan bahwa tidak tercapainya target tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor, salah satunya adalah batalnya implementasi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun ini.

Selain faktor kebijakan, ia menambahkan bahwa tekanan eksternal turut memengaruhi, seperti melemahnya harga komoditas unggulan yang berdampak signifikan terhadap penerimaan pajak.

Topik:

penerimaan-pajak apbn-2026 dpr-ri