OPEC Setujui Pembatasan Produksi Minyak Menjelang Pemberlakuan Sanksi atas Rusia

John Oktaveri
John Oktaveri
Diperbarui 5 Desember 2022 05:45 WIB
Jakarta, MI - Produsen Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekelompok 23 negara penghasil minyak yang dikenal sebagai OPEC+ memutuskan untuk tetap mengurangi produksi minyak sebesar dua juta barel per hari atau dua persen dari permintaan dunia dari November hingga akhir tahun 2023. Analis energi memperkirakan langkah OPEC+ melakukan pengurangan produksi baru itu adalah untuk memperkuat harga menjelang kemungkinan pukulan ganda terhadap pendapatan minyak Rusia sebagaimana dikutip CNBC.com, Senin (5/12). Uni Eropa siap untuk melarang semua impor minyak mentah lintas laut Rusia mulai Senin ini. Semetara itu AS dan anggota negara industri maju G7 lainnya akan memberlakukan batasan harga pada minyak yang dijual Rusia ke negara-negara di seluruh dunia. Kremlin sebelumnya telah memperingatkan bahwa setiap upaya untuk memaksakan batasan harga pada minyak Rusia akan menyebabkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan. Harga minyak telah turun hingga di bawah US$90 per barel dari lebih dari US$120 pada awal Juni menjelang sanksi diberlakukan. Sanksi itu berpotensi mengganggu produksi minyak Rusia dan melemahkan permintaan minyak mentah di China selain meningkatnya kekhawatiran akan resesi. Dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia, OPEC+ sepakat pada awal Oktober untuk mengurangi produksi sebesar dua juta barel per hari mulai November. Keputusan itu dibuat meskipun ada seruan dari AS agar aliansi itu memproduksi minyak lebih banyak untuk menurunkan harga bahan bakar dan membantu ekonomi global. Sebelumnya dilaporkan OPEC bersama Rusia dan sejumlah produsen minyak lainnya, pada Rabu (5/10), memotong jumlah produksi sebanyak dua juta barel per hari. Tindakan tersebut dinilai dapat membantu Rusia untuk melancarkan invasinya di Ukraina. Sedangkan di sisi lain, langkah pengurangan produksi itu menutup peluang bagi Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk menurunkan harga BBM lebih jauh bagi warga AS. Pengurangan produksi itu dinilai sebagai sebuah pukulan telak untuk Biden, yang telah melawat ke Arab Saudi pada Juli dalam upayanya meyakinkan negara penghasil minyak terbesar kedua di dunia itu untuk tidak mengurangi produksinya. Dengan demikian, sejumlah pihak beranggapan bahwa kunjungan Biden tersebut sia-sia semata.