Buka Peluang untuk Merdeka, DPR AS Sahkan Undang-undang untuk Referendum Puerto Rico

John Oktaveri
John Oktaveri
Diperbarui 16 Desember 2022 10:36 WIB
Jakarta, MI - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat mengesahkan undang-undang untuk memungkinkan Puerto Rico melakukan pemungutan suara melalui sebuah referendum yang mengikat terkait apakah akan menjadi negara bagian atau memperoleh kemerdekaan. Tindakan simbolis tersebut kemungkinan besar tidak akan disahkan di Senat. Akan tetapi DPR meloloskan proposal yang dijuluki Puerto Rico Status Act tersebut dengan suara 233 berbanding 191 pada hari Kamis. Proposal tersebut menyerukan pemungutan suara pada bulan November tahun depan untuk penyelesaian status politik Puerto Rico. Tindakan itu akan memberi pemilih Puerto Rico kesempatan untuk memilih antara kemerdekaan, kedaulatan dengan bebas berasosiasi dengan AS atau negara sendiri. Referendum tidak akan memasukkan status Puerto Rico saat ini sebagai persemakmuran AS. "Banyak dari kita tidak setuju tentang bagaimana masa depan itu seharusnya, tetapi kita semua menerima bahwa keputusan itu harus menjadi milik rakyat Puerto Rico," menurut Komisaris Penduduk Puerto Rico Jenniffer Gonzalez, perwakilan non-voting pulau itu di Kongres AS seperti dikutip Aljazeera.com, Jumat (16/12). Akan tetapi undang-undang yang diusulkan hampir tidak memiliki peluang untuk ditindaklanjuti oleh Senat, apalagi melewati ambang batas 60 suara yang diperlukan untuk lolos di majelis tinggi yang beranggotakan 100 orang tersebut. Pada hari Jumat lalu, 16 anggota DPR dari Partai Republik bergabung dengan Demokrat dalam pemungutan suara untuk RUU tersebut. “Sangat penting bagi saya bahwa setiap proposal di Kongres untuk mendekolonisasi Puerto Rico diinformasikan dan dipimpin oleh orang Puerto Rico,” kata Anggota Kongres Demokrat Raul Grijalva, ketua Komite Sumber Daya Alam DPR yang mengawasi urusan tersebut di wilayah AS. Penduduk Puerto Rico adalah warga negara AS, tetapi secara efektif tidak memiliki perwakilan di Kongres dan tidak dapat memberikan suara dalam pemilihan umum AS. Wilayah itu merupakan sebuah bekas koloni Spanyol di pulau Karibia yang diakuisisi oleh AS pada tahun 1898 setelah perang Spanyol-Amerika. Dengan lebih dari tiga juta orang, wilayah itu adalah daerah terpadat AS yang mengalami perlakuan berbeda dari 50 negara bagian di negara itu. Misalnya, Mahkamah Agung memutuskan awal tahun ini bahwa orang Puerto Rico tidak berhak atas tunjangan kesejahteraan federal yang sama dengan warga negara yang tinggal di negara bagian lainnya. Pemimpin Mayoritas DPR, Steny Hoyer mengatakan bahwa proposal itu adalah "jalan yang panjang dan menyiksa" untuk membawa proposal untuk dibahas. “Sudah terlalu lama, rakyat Puerto Rico telah dikecualikan dari janji penuh demokrasi Amerika dan penentuan nasib sendiri yang selalu diperjuangkan bangsa kami,” kata Hoyer. Sedangkan Anggota Kongres progresif Alexandria Ocasio-Cortez, yang merupakan keturunan Puerto Rico, memuji RUU itu sebagai "momen yang menentukan" yang memungkinkan pulau itu menentukan masa depannya sendiri. “Meskipun Puerto Riko bukan satu-satunya koloni Amerika Serikat, tapi ia adalah yang tertua,” kata Ocasio-Cortez sebelum pemungutan suara. Hari ini untuk pertama kalinya dalam sejarah bangsa kita, Amerika Serikat akan mengakui perannya sebagai kekuatan penjajah dan status Puerto Rico sebagai koloni yang diperluas, katanya. Sedangkan anggota Kongres utama dari Partai Republik Elise Stefanik, yang memberikan suara menentang RUU tersebut, mengatakan meskipun dia mendukung status kenegaraan untuk pulau itu jika itu yang diputuskan oleh rakyat Puerto Rico, dia menentang RUU tersebut karena akan memungkinkan kemerdekaan. “Amerika Serikat harus membawa lebih dari tiga juta warga Amerika di Puerto Rico lebih dekat, daripada mendorong mereka lebih jauh,” kata Stefanik dalam sebuah pernyataan.