Menkumham Turuti Putusan MA, Koruptor Boleh Terima Remisi

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 29 Oktober 2021 20:27 WIB
Monitorindonesia.com- Menkumham siap mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut ketentuan pengetatan remisi terhadap pelaku kejahatan luar biasa (extraordinary crime) termasuk korupsi, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012. Dirjen Pemasyarakatan (Pas) Kemenkumham sekarang ini menunggu tindaklanjut atas perubahan PP 99 dalam pemberian remisi buntut dari putusan MA. “Kita akan ikuti berdasarkan rules yang baru atau peraturan yang baru. Pasti kita ikuti," ujar Kabag Humas dan Protokol Kemenkumham Rika Apriani, Jumat (29/10/2021). MA mengabulkan permohonan uji materi PP 99 dari lima terpidana korupsi mantan kepala desa dan warga binaan yang sekarang ini menghuni Lapas Sukamiskin. Kelimanya menggugat PP tersebut karena mengharuskan koruptor untuk menjadi peniup peluit (whistle blower) kasus korupsi atau telah mengembalikan kerugian negara sebagai syarat menerima remisi. Adapun majelis yang memutus perkara tersebut yaitu Supandi selaku hakim ketua, dengan anggota Yodi Martono dan Is Sudaryono. Ketiganya menyatakan pemberian remisi terhadap pelaku kejahatan tidak boleh dibeda-bedakan. Dalam pertimbangannya, majelis menyatakan, remisi merupakan reward terhadap warga binaan yang telah menjalankan rehabilitasi sesuai dengan konsep pemidanaan yang berlaku di Indonesia sekarang ini. Hakim bahkan menilai remisi berlaku sama terhadap seluruh terpidana kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan. Menyikapi hal ini, Rika menyatakan, Dirjen Pas Kemenkumham masih mengacu pada PP 99 untuk memberi remisi kepada koruptor. Kecuali pemerintah telah merespons putusan MA dengan merevisi poin-poin yang telah dicabut. “Kita lihat kelanjutannya, apakah ada perubahan dari PP ini. Tapi yang pasti kami sampai saat ini kami masih memberikan remisi berdasarkan PP Nomor 99 Tahun 2012 untuk kasus korupsi," tutur dia. Syarat tambahan pemberian remisi melalui PP 99 dikeluarkan pada masa Menkumham Amir Syamsuddin dan Wamenkumham Denny Indrayana merespons desakan masyarakat yang mendorong adanya aturan hukum untuk menimbulkan efek jera terhadap koruptor. Aturan tersebut menjadi kontroversial karena dianggap bertentangan dengan konsep pemidanaan. Dalam pertimbangannya, selain menyinggung aspek HAM warga binaan, majelis juga mengungkapkan overkapasitas yang dialami lapas sekarang ini sebagai dasar mengabulkan permohonan para pemohon.