Yosi Andika Mulyadi dalam Pusaran Kasus Eks Wamenkumham Eddy

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 Juli 2024 1 hari yang lalu
Mantan Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej (Foto: Dok MI)
Mantan Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Nama Yosi Andika Mulyadi dalam pusaran kasus dugaan suap mantan Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej menyeruak.

Eddy Hiariej sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap karena menerima uang Rp 8 miliar dari Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan. Kasus ini dilaporkan oleh Ketua Indonesian Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso.

Uang tersebut diduga diberikan untuk mengurus saham perusahaan tambang nikel yang mengantongi konsesi 2 ribu hektare tambang nikel di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Eddy kemudian mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada 30 Januari 2024, majelis hakim mengabulkan gugatan Eddy Hiariej dan status tersangkanya dicabut.

Muncul nama Yosi yang pernah diperiksa KPK pada Selasa (9/1/2024) lalu itu. Yosi yang merupakan anak buah Eddy tercatat di firma hukum Josbi, diduga terseret dalam kasus ini.

Di sisi lainnya, pada tahun 2020, Yosi menggugat Yasona Laoly terkait sengketa perusahaan Tribrata Sejati(TS) antara AB dan Hendri Cahyadi. Walhasil, Yosi tercatat sebagai pemegang saham PT TS bersama seorang Nugroho Trihartanto pengacara lainnya. 

Kasus ini memiliki kesamaan dengan sengketa perusahaan Helmuth PT Citra Lampia Mandiri (CLM). Bahwa, Yosi menggugat menggugat Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pada Rabu, (7/2/2024). Gugatan dengan klasifikasi perbuatan melawan hukum ini teregister dengan nomor 104/Pdt.G/2024/PN Jkt.Ut.


Kuasa Hukum Yosi, Ziau Ul Khasannul Khuluk menjelaskan, gugatan itu dilayangkan lantaran Helmut mengingkari perjanjian dengan kliennya terkait honorarium fee lawyer. Bahkan, petinggi PT CLM itu disebut menyampaikan fitnah terhadap Yosi dengan melaporkan dugaan gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
 
Pasalnya, Yosi pernah dilaporkan ke lembaga antirasuah oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso terkait dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar pada 14 Maret 2023. Dalam laporannya, Sugeng menduga Yosi merupakan kepanjangan tangan dari mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej untuk menerima gratifikasi.
 
“Penggugat selaku kuasa hukum dari tergugat atas beberapa perkara, namun atas kinerja yang telah dilaksanakan oleh penggugat belum sepenuhnya dipenuhi pembayaran fee (lawyer fee) oleh tergugat. Malah, penggugat difitnah oleh tergugat sampai mengadukan ke KPK, yang dikaitkan dengan Prof Edward,” kata Ziau kepada wartawan, Kamis (29/2).
 
Dalam gugatan itu, Yosi juga telah menangani sejumlah perkara dari Helmut Hermawan. Seperti, menjadi kuasa hukum dalam gugatan pengakhiran jual beli bersyarat yang terdaftar pada Kepaniteraan PN Jakarta Selatan dengan nomor perkara 570/Pdt. G/2022/PN.Jkt.Sel dengan honorarium sebesar Rp 2 miliar.
 
Selain itu, Helmut juga memberikan kuasa untuk mengajukan gugatan pengakhiran perjanjian pemegang saham yang telah terdaftar pada Kepaniteraan PN Jakarta Selatan dengan nomor perkara 602/Pdt. G/2022/PN.Jkt.Sel dengan honorarium sebesar Rp 2 miliar.
 
Kemudian, Yosi juga diminta oleh Helmut untuk ikut masuk menjadi kuasa hukum dalam perkara praperadilan Nomor:24/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Sel.
 
“Dalam perjalananya, penggugat menjadi kuasa hukum atau penasihat hukum bagi tergugat tidak hanya pada perkara-perkara hukum yang sifatnya litigasi saja, namun juga dalam perkara-perkara hukum non litigasi".
 
"Misalnya, melakukan tinjauan terhadap kontrak-kontrak, melakukan due diligence (uji kelayakan) dan menyusun rencana-rencana Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bagi kepentingan tergugat,” lanjutnya.
 
Alih-alih membayar honorarium kuasa hukum, Helmut malah menggandeng Ketua IPW melaporkan Yosi dan Wamenkumham ke KPK atas dugaan suap dan gratifikasi.
  
“Dugaan gratifikasi yang dilaporkan oleh tergugat dikaitkan dengan honorarium yang diterima oleh penggugat dari PT. CLM yang disangkut-pautkan dengan Wamenkumham,” beber Ziau.
 
Ia menduga ada pengingkaran, karena itu Yosi menggugat haknya sebagai advokat kepada Helmut Hermawan lantaran mengalami kerugian materiil dan immateriil.
 
“Bahwa kerugian yang dialami oleh penggugat akibat dari perbuatan tergugan adalah kerugian materiil yaitu penggugat belum menerima sisa atau kekurangan pembayaran honorarium yang harus dibayarkan oleh tergugat kepada penggugat yaitu sebesar Rp 16 miliar atau setidak-tidaknya sebesar Rp 2 miliar untuk setiap pekerjaan atau penunjukan atau kuasa yang diterima oleh penggugat".
 
“Kerugian immaterial yaitu nama baik penggugat sebagai seorang advokat menjadi tercoreng dan martabat penggugat selaku advokat sangat terluka akibat perbuatan tergugat, yang mana apabila kerugian immaterial tersebut harus dinilai dengan uang, maka kerugian penggugat tidak kurang dari Rp 50 miliar,” tutupnya.


Adapun Yosi dari jejak digital di situs mahkamah Agung juga diketahui telah menangani pukuhan kasus serupa sejak tahun 2019. Sebuah sumber menyatakan pesimis terhadap KPK, mengingat Omar masih bisa lepas meski ada bukti transfer uang terkait kasus Helmuth.

Bagaimana perkembangan kasus Eddy?
Pada beberapa waktu lalu, gelar perkara sudah dilakukan KPK. Dalam forum tersebut, KPK sepakat untuk diterbitkan surat perintah penyidikan baru dengan segera. Perkembangan mengenai kasus ini disampaikan KPK dalam waktu dekat. 

KPK optimistis bisa kembali menjerat Eddy dalam perkara dugaan korupsi tersebut. Sebab, substansi materi penyidikan perkara tersebut sebenarnya belum pernah diuji di pengadilan tipikor dan praperadilan beberapa waktu lalu. PN Jakarta Selatan hanya menguji keabsahan syarat formilnya. 

Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengingatkan agar KPK tegas dalam kasus perkara Eddy. ”Harus dipastikan juga sudah ada sprindik atau sekadar sedang akan ditindaklanjuti saja,” katanya.

ICW menilai proses menjerat kembali Eddy sebagai tersangka oleh KPK berjalan lambat. Sudah sejak dua bulan setelah praperadilan, KPK kalah, kasus ini tidak segera dilanjutkan. Padahal, perkara di praperadilan itu hanya membahas syarat formil atau administratif. Sementara secara substantif belum diuji.

”KPK harus menangani secara serius kasus ini. Agar kepercayaan publik tak semakin menurun,” terangnya. Dengan munculnya sprindik baru, harapannya kasus tersebut bisa kembali dilanjutkan.

Eddy diduga telah menerima suap dari mantan Dirut PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan. Yakni, terkait indikasi membantu pengurusan masalah internal di PT CLM. 

Helmut diduga juga menyuap dalam proses buka blokir perusahaan PT CLM yang dalam sistem administrasi badan hukum (SABH) distop oleh Kemenkum HAM.