Lurah Pulau Harapan Yusup Diduga Tak Jujur Laporkan LHKPN

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 3 Juli 2024 10:27 WIB
Lurah Pulau Harapan, Yusup (Foto: Istimewa)
Lurah Pulau Harapan, Yusup (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Seorang Lurah di Pulau Harapan, Yusup diduga tidak melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dengan benar. Hal ini menimbulkan kecurigaan terhadap ketepatan dan kejujuran pelaporan harta kekayaannya serta isu Bahan Bakar Minyak (BBM).

Dalam dokumen LHKPN yang diumumkan, Yusup melaporkan beberapa jenis harta kekayaan, antara lain:
1. Tanah dan Bangunan senilai Rp 375.000.000 di Kabupaten/Kota Kepulauan Seribu.
2. Motor Honda sepeda motor tahun 2010 hasil sendiri senilai Rp 15.000.000.
3. Harta bergerak lainnya senilai Rp 19.000.000.
4. Kas dan setara kas senilai Rp 62.256.

Total nilai harta kekayaan yang dilaporkan oleh Yusup adalah sebesar Rp 409.062.256. Namun, jika kepemilikan mobilnya tidak tercatat dalam LHKPN, hal ini dapat menimbulkan pertanyaan terhadap kejujuran pelaporan harta kekayaan yang sebenarnya dimiliki oleh Yusup.

Apabila terdapat harta kekayaan yang tidak dilaporkan dalam LHKPN, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, Yusup wajib bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut.

Hal ini penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara. Diharapkan pihak terkait dapat melakukan investigasi lebih lanjut terkait ketidaksesuaian antara fakta lapangan dengan laporan harta kekayaan yang disampaikan oleh Yusup.

Transparansi dan kejujuran dalam pelaporan harta kekayaan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan korupsi dan penegakan integritas di lingkungan pemerintahan.

Isu BBM
Dalam Rencana Umum Pengadaan (Rup) Kelurahan Pulau Harapan 2024 terdapat anggaran Penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) Kapal Dinas Kelurahan Pulau Harapan (sirup/home/detailPaketPenyediaanPublic2017/47729618) Rp 582.011.295.

"Coba inspektorat turun terkait penggunaan BBM Operasional kapan kapalnya dipakai dan kapan tidak," ucap warga yang tak berkenan menyebutkan namanya.

Warga sendiri heran tidak adanya pemeriksaan terkait penggunaan BBM Kapal operasional tersebut. "Ini duit dari pajak warga DKI Jakarta, tolong inspektorat turun. Bisa dihitung kok BBM itu penggunaannya perjam, kalau enam PK berarti 120 liter perjam, tinggal hitung aja berapa lama penggunaannya," jelasnya.