Kejaksaan Agung Selamatkan Keuangan Negara Rp21,26 Triliun Selama 2021

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Desember 2021 16:22 WIB
Monitorindonesia.com – Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung Republik Indonesia berhasil menyelamatkan kerugian keuangan negara sebesar RpRp21,26 triliun selama periode Januari-November 2021. “Selama 2021 jajaran Bidang Tindak Pidana Khusus kembali berhasil melakukan penyelamatan kerugian keuangan negara dalam bentuk tunai maupun aset Rp21,267 triliun,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Ali Mukartono, dalam keterangan tertulis acara HUT Bidang Pidsus ke-39, Kamis (30/12/2021). Menurut Ali, capaian kinerja bidangnya telah memenuhi target. Penanganan dan penyelesaian perkara masih didominasi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, baik perkara korupsi maupun pencucian uang. “Sebagai contoh, selama Januari hingga November Jampidsus menangani dan menyelesaikan perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebanyak 18 perkara, sedangkan satuan kerja di daerah menangani sembilan perkara,” tutur Ali. Ia mengatakan, kinerja bidang tindak pidana khusus Kejaksaan Agung belum dapat diimbangi oleh satuan kerja di daerah. Ia ingatkan seluruh jajaran untuk lebih optimal menangani perkara tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud UU Nomor 8 Tahun 2020 tentang TPUU dari kasus korupsi, sepanjang ditemukan alat bukti yang cukup. Dengan demikian dapat mewujudkan optimalisasi penanganan perkara tindak pidana korupsi. Diungkapkan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, dan Cabang Kejaksaan Negeri yang telah disetorkan ke kas negara adalah sebesar Rp362,5 miliar. Ali juga menyampaikan, sejak tahun 2020 Bidang Tindak Pidana Khusus telah mencanangkan program optimalisasi penanganan perkara tindak pidana korupsi yang terus menjadi perhatian. Bahwa pertanggungjawaban pidana tidak hanya diarahkan kepada subyek hukum perseorangan, akan tetapi juga korporasi. Ini penerapan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001. Sehingga pemberantasan korupsi, tidak hanya fokus pada pembuktian unsur merugikan keuangan negara, tetapi juga pembuktian unsur merugikan perekonomian negara. “Tujuan dari kebijakan optimalisasi tersebut, adalah penjeraan bagi pelaku tindak pidana khusus korupsi,” ujarnya.