Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi Indonesia dan Singapura, Disambut Positif

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 26 Januari 2022 13:57 WIB
Monitorindonesia.com - Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi antara pemerintah Indonesia diwakili Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly dengan pemerintah Singapura, akan memberi kemudahaan penegakan hukum bagi kedua negara (Indonesia-Singapura). Demikian disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Arsul kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan. Jakarta, Rabu (26/1/2022), menanggapi penandatangan Perjanjian Ekstradisi tersebut. Arsul pun menyambut baik penandatanganan Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura, yang dilakukan di Bintan, Kepulauan Riau, pada Selasa kemarin(25/1/2022). Baginya, momen (penandatanganan) ini memberikan kemudahan penegakan hukum bagi masing-masing negara karena pemerintah akan lebih mudah memburu guna menyelidiki aset sekaligus menangkap tersangka yang diduga terlibat kasus hukum. “Kami berharap perjanjian ekstradisi ini tidak dipandang seolah-olah yang butuh perjanjian hanya pemerintah Indonesia saja. Namun (perjanjian) ini untuk kedua negara,” jelasnya. Dirinya menerangkan dengan ditandatanganinya perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura ini berpotensi turut mempercepat proses kasus hukum. Seperti, penyelidikan aset konglomerat yang terlibat dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pada kesempatan yang sama, politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjelaskan, sebelumnya, baik Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura sudah sepakat soal perjanjian ekstradisi sejak tahun 1998. Akan tetapi Pemerintah Singapura meminta perjanjian tersebut harus diiringi dengan perjanjian terbukanya wilayah Indonesia untuk pelatihan angkatan udara Singapura, sehingga akhirnya mengakibatkan perjanjian ekstradisi tersebut tertunda. Oleh karena itu, ia menekankan perjanjian ekstradisi dengan perjanjian pembukaan wilayah untuk pelatihan angkatan udara itu harus dilakukan terpisah. Apalagi jika kesepakatan berbeda dari perjanjian awal, seperti soal pertahanan dan hukum. "DPR ingin ekstradisi ya ekstradisi saja, harus dibuat terpisah,” pungkas Legislator dapil Jawa Tengah X tersebut. (Ery)
Berita Terkait