Komnas HAM Ungkap Dugaan Penyiksaan Warga Binaan di Lapas Narkotika Yogyakarta

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 7 Maret 2022 16:30 WIB
Monitorindonesia.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia mengungkapkan beberapa fakta terjadinya dugaan penyiksaan dan perbuatan merendahkan oleh petugas lapas ke warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas II A, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Ketua Tim Pemantauan Komnas HAM Tama Tamba mengatakan, terdapat sembilan tindakan penyiksaan kekerasan fisik yang dilakukan petugas lapas kepada warga binaan. Penyiksaan berupa pemukulan dengan tangan kosong hingga menggunakan alat. "Terdapat sembilan penyiksaan fisik yang dilakukan di antara pemukulan baik menggunakan tangan kosong maupun penggunaan alat, seperti selang, kabel, alat tali sapi dan kayu," kata Tama kepada wartawan , Senin (7/3/2022). Tama menambahkan, cambukan dilakukan dengan menggunakan pecut, penggaris dan ditendang, diinjak injak menggunakan sepatu PDL. Tidak hanya itu, kata Tama, warga binaan juga dilakukan perendahan dengan dipaksa memakan muntahan dan meminum air seni. "WBP diminta memakan muntahan makanan, diminta minum air seni, mencuci muka menggunakan air seni, pencukuran atau penggundulan rambut bahkan dalam posisi telanjang dan lain lain," ujarnya. Diungkapkannya, penganiayaan dan perendahan tersebut terjadi pada saat baru masuk pertama kali masuk dalam kurun waktu 1-2 hari. Kemudian, pada masa perkenalan lingkungan dan pada saat WBP melakukan pelanggaran. "Terdapat minimal alat yang digunakan dalam penyiksaan di antaranya selang, kabes, kayu, buku apel, tangan kosong, sepatu PDL, air garam, air kolam, pecut sapi, timun, sambal capai, sandal dan barang barang yang dibawa tahanan baru," ujarnya. Sementara itu, menurut Komisioner Pemantauan/Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, penyiksaan dan perlakuan merendahkan martabat terhadap warga binaan dilakukan di tengah kebijakan pembersihan lapas dari kasus narkotika. "Benar terjadi penyiksaan, kekerasan dan perlakuan merendahkan martabat manusia yang dilakukan petugas lapas," kata Choirul Anam dalam konferensi pers virtual, Senin (7/3/2022). "Intensi kekerasan yang tinggi karena adanya perubahan struktur kepemimpinan di Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta dan upaya pembersihan Lapas dari narkotika," sambungnya. Intensitas penyiksaan dan tindakan merendahkan martabat dilakukan pada pertengahan hingga akhir tahun 2020. Choirul Anam menyebut, dari proses pembersihan yang dilakukan pihak Lapas menemukan sebanyak 2.828 pil sapi, 315 ponsel, dan 227 banker. Tak hanya didapatkan oleh warga binaan Narkotika, bahkan penyiksaan juga dialami oleh para tahanan titipan dari kejaksaan. Padahal, kata Choirul Anam, seharusnya tahanan titipan tidak bisa disamakan perlakuannya dengan WBP yang sudah mendapat putusan inchract. "Tindakan penyiksaan kekerasan dan perlakuan merendahkan martabat juga dialami oleh tahanan titipan yang mana seharusnya ada perlakuan berbeda terhadap tahanan titipan," jelas dia. Sebelumnya diberitakan, sejumlah mantan WBP mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terkait dugaan kekerasan yang dialami selama berada di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta, Pakem, Sleman, Senin (1/11/2021). Para eks warga binaan pemasyarakatan (WBP) mengaku mendapat perlakuan tak manusiawi dari para oknum sipir. Hingga Kamis 4 November 2021 kemarin telah terdata 46 eks WBP yang mengaku sebagai korban penyiksaan di Lapas Pakem. Selain ke Ombudsman, kasus ini juga sudah dibawa ke Komnas HAM. Kanwil Kemenkumham DIY kemudian mencopot sementara dan memeriksa lima petugas Lapas Pakem, Kamis (4/11/2021). Hasil investigasi sementara, ada tindakan berlebihan terhadap para WBP saat masa pengenalan lingkungan (mapenaling). (Aswan)
Berita Terkait