Nasib Bui Seumur Hidup Menanti Pembunuh Sejoli Handi-Salsabila

wisnu
wisnu
Diperbarui 22 April 2022 07:23 WIB
Jakarta, MI - Nasib kurungan penjara seumur hidup bagi pembunuh sejoli Handi Saputra (18)-Salsabila (14) di Nagreg, Jawa Barat, Kolonel Inf Priyanto di depan mata. Pasalnya, dalam sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Cakung , Jakarta Timur, Kolonel Inf Priyanto dituntut penjara seumur hidup. Oditur militer meyakini Priyanto bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, penculikan, menyembunyikan mayat terhadap Handi dan Salsabila yang mayatnya ditemkukan di Jawa Tangah. "Menuntut agar majelis hakim yang memeriksa mengadili perkara menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tindak pidana pembunuhan berencana, penculikan menyembunyikan mayat," kata oditur militer Kolonel Sus Wirdel Boy dalam sidang, Kamis (21/4). [caption id="attachment_425372" align="aligncenter" width="300"] Kolonel Priyanto jalani sidang pembunuhan Handi Salsabila. (Foto: Dok/Ist)[/caption] Dengan demikian, Kolonel Sus Wirdel Boy meminta agar hakim menjatuhkan hukukam pidana seumur hidup. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama penjara seumur hidup, pidana tambahan dipecat dari TNI," katanya. Oditur militer juga menuntut Kolonel Priyanto dipecat dari instansi TNI AD. Karena Kolonel Priyanto diyakini melanggar Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama seumur hidup, pidana tambahan dipecat dari dinas militer TNI AD," kata oditur militer Kolonel Sus Wirdel Boy. Terlebih, Kolonel Priyanto sebagai pencetus untuk membuang sejoli itu ke sungai setelah insiden tabrakan. "Saksi 2 berkata 'izin bantu saya, Pak, saya punya anak dan istri' karena saat itu terdakwa melihat saksi mengemudi dalam kondisi kurang konsentrasi, badan gemetar dan berbicara terus sehingga 10 menit di perjalanan, terdakwa memerintahkan berhenti dan terdakwa mengambil alih kemudi kendaraan Isuzu Panther dari saksi kedua untuk melanjutkan perjalanan ke arah Tasikmalaya," kata oditur. Saat itulah, lanjut oditur, tercetus oleh terdakwa untuk membuang atau menghanyutkan Handi Saputra dan Salsabila ke sungai, yang pada akhirnya disepakati oleh saksi Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Soleh untuk mengikuti arahan Kolonel Priyanto yang merupakan atasannya. Disitu, kata dia, ada fakta Kolonel Priyanto dan anak buahnya untuk bekerja sama membuang Handi-Salsa ke sungai. "Bahwa karena saksi 2 dan 3 sepakat mengikuti kehendak terdakwa untuk membuang Saudara Handi Saputra dan Saudara Salsabila ke sungai di daerah Jawa Tengah, di antara para terdakwa telah terdapat suatu kerja sama untuk meneruskan niat, untuk membuang Saudara Handi dan Salsabila ke sungai sesuai dengan peran masing-masing," kata oditur. Oditur pun lantas membacakan peran Kolonel Priyanto dan anak buahnya dalam kasus Handi-Salsa sebagai berikut: 1. Terdakwa sebagai pencetus untuk membuang Saudara Handi Saputra dan Saudari Walsabila yang mencari dengan mencari lokasi pembuangan dengan memakai aplikasi Google Maps, pengemudi kendaraan dan membuang Handi dan Salsa ke dalam sungai 2. Saksi 2, sebagai pengemudi dan yang membantu terdakwa membuang Saudara Handi Saputra dan Saudari Salsabila ke dalam sungai 3. Saksi 3, membantu terdakwa dan saksi 2 mendorong Saudara Handi Saputra dan Salsabila keluar dari kendaraan Panther untuk dibuang oleh terdakwa dan saksi 2 ke dalam sungai. Patokan Arahan Panglima TNI Dia menerangkan pernyataan Panglima TNI Jenderal Andika tentang tuntutan seumur hidup penjara untuk anggota TNI AD yang terlibat kasus ini memang menjadi patokan oditur untuk menyusun tuntutan. Akan tetapi, kata dia, pihaknya juga tetap mengedepankan fakta-fakta yang terjadi di persidangan. "Waktu Panglima mengeluarkan statement itu, itu akan menjadi patokan bagi kami, tapi yang terpenting adalah fakta di persidangan," katanya. Lantas, kata dia, kemungkinan ada komunikasi antara oditurat jenderal dengan panglima TNI untuk menentukan berat ringannya hukuman untuk Kolonel Priyanto. Kemudian, kata Wirdel, tuntutan seumur hidup penjara oleh oditurat militer diputuskan setelah melihat fakta-fakta yang terungkap di persidangan. "Barangkali orjen (oditurat jenderal) kami juga meminta petunjuk kepada Panglima untuk menentukan berat-ringannya hukuman," ujar Wirdel. "Pada waktu statement Panglima itu kita kan belum lihat fakta, tapi setelah fakta dalam kenyataannya beliau-beliau memutuskan untuk dituntut seumur hidup," imbuhnya. Atas tuntutan itu, Priyanto mengajukan nota pembelaan terkait kasus pembunuhan sejoli Handi dan Salsa di Nagreg, Jawa Barat itu. Pembelaan itu diajukan setelah dirinya dituntut penjara seumur hidup di kasus pembunuhan sejoli itu. Mulanya, hakim ketua Brigjen Faridah Faisal menanyakan apakah Kolonel Priyanto akan mengajukan pembelaan atas tuntutan oditur militer. Hakim Faridah mempersilakan Priyanto berdiskusi terlebih dahulu dengan penasihat hukum. "Atas tuntutan tersebut, terdakwa bisa menyampaikan nota pembelaan. Silakan koordinasi dengan penasihat hukum untuk menyampaikan nota pembelaan," kata hakim Faridah. Setelah itu, terdakwa pun kembali ditanya hakim soal hasil diskusi dengan penasihat hukum. Terdakwa Priyanto lantas menjawab akan mengajukan nota pembelaan atas tuntutan seumur hidup. "Bagaimana, terdakwa?" tanya hakim Faridah. "Siap, mengajukan nota pembelaan atau pleidoi," jawab Priyanto. Majelis hakim kemudian memberi waktu Kolonel Priyanto untuk menyusun pembelaan. Sidang ditunda dan akan kembali digelar pada 10 Mei mendatang. "Kuasa hukum, 10 Mei ya," ujar hakim.
Berita Terkait