Pengamat Sebut Kejagung Lebih Cepat Ungkap Mafia Minyak Goreng Ketimbang Kepolisian

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 22 April 2022 18:35 WIB
Jakarta, MI - Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia(Alpha), Azmi Syahputra menilai pengungkapan tersangka mafia minyak goreng oleh pihak Kejaksaan Agung membuat masyarakat kaget, bahkan terkesan Kejaksaan Agung lebih cepat dibandingkan pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Pasalnya, dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan beberapa waktu lalu, bahwa pihak Kemendag akan mengumumkan para tersangka mafia minyak goreng oleh penyidik Kepolisian pada Senin (21/3) karena bukti bukti sudah diserahkan ke Kepolisian. Namun pada akhirnya, malah penyidik Kejaksaan Agung yang berhasil membuktikan dan berani umumkan tersangka mafia Migor. "Bisa jadi ada beberapa kemungkinan, antara lain ada hambatan internal di Tim Satgas Pangan, misal apakah adanya beban pekerjaan yang lebih diprioritaskan atau bisa pula dikarenakan ada perubahan struktur maupun personalia pada Tim satgas pangan," sindir Azmi kepada wartawan, Jum'at (22/4) Sementara di lain sisi, lanjut Azmi, karena pimpinan Kejaksaan bergerak lebih cepat , tidak ada beban guna melindungi kepentingan umum (to protect public interest), kejaksaan lebih sensitif pada soal isu -isu korupsi termasuk terkait pangan dan ketahanan negara. "Sehingga kejaksaan Agung mengambil tanggungjawab dan merespon segera serta mengumumkan secara terbuka para tersangka kasus mafia Migor ini," jelasnya. Meskipun demikian, kata Azmi, sangat bijak meskipun perkara tersebut sekarang dipegang Kejaksaan Agung guna pengembangan perkara ada baiknya tetap koordinasi antara Kepolisian dan Kejaksaan guna semakin membuat dan menemukan fakta dan bukti dalam peristiwa pidana. "Ini menjadi terang sehingga semua temuan dan laporan Satgas pangan juga dapat dipegang penyidik kejaksaan Agung, sehingga lebih mudah mempetakan siapa sajakah yang terlibat? Apakah kebijakan menteri berpihak pada kebutuhan dalam negeri atau mengutamakan pengiriman luar negeri, termasuk melihat adakah kebijakan Menteri yang menyimpang atau ini murni perilaku Dirjen sendiri yang bermain tanpa sepengetahuan Menteri Perdagangan?," tanya Azmi. Kendati demikian, dari kasus mafia dan kelangkaan Migor di tanah air, menurut Azmi, menandaskan bahwa keterlibatan pengusaha sebagai economic power dalam korupsi yang merugikan keuangan negara khususnya yang mengarah pada grand corruption dan political corruption. "Sebab kejadian ini merupakan rentetan atas peristiwa hukum dari berbagai kejadian yang berkelanjutan, macam jenis pelakunya dari pejabat, organ perusahaan, ada pengusaha, serta berstatus karyawan perusahaan, tarik semua pihak siapapun yang terlibat terutama dalam tindak pidana korupsi biasanya dimana ada pelaku utama disitu ada pelaku pembantu," kata Azmi. Untuk itu, Azmi mendorong agar Dirjen Perdagangan Luar Negeri juga harus bersuara mengungkap siapa-siapa yang jadi pelaku intelektual, pelaku utama dan pelaku pembantu dalam kasus tersebut. Tak hanya itu, Azmi juga menyarankan kepada Penyidik Kejaksaan agar menjerat pelaku pidana korporasinya, mengingat mafia Migor merupakan kejahatan pelaku berwadah perusahaan yang menjalankan kepentingan bisnis secara menyimpang dan melawan hukum. "Kenakan sanksi pada tersangka dan siapapun yang terlibat dalam permainan minyak goreng ini harus dihukum maksimal, bagi pejabat bila terbukti menerima suap, atau gratifikasi, menyalahgunakan jabatanya maka layak dihukum mati atau seumur hidup," jelas Azmi. "Secara dilakukan pejabat dan pengusaha maupun organ perusahaan di masa covid, karenanya ini harus dikawal dan menjadi komitmen bersama bagi penegak hukum, jangan pula para tersangka mafia migor hanya dihukum dibawah 5 tahun, ini akan menambah kekecewaan publik dan terabaikannya rasa keadilan masyarakat," tutup Azmi.

Topik:

Kepolisian