Mahfud MD Ungkap Kejanggalan dalam Kasus Baku Tembak Anak Buah Ferdy Sambo

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 15 Juli 2022 10:00 WIB
Jakarta, MI - Kasus baku tembak anak buah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang terjadi pada Jumat (8/7) lalu menewaskan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J masih meninggalkan sejumlah pertanyaan. Menko Polhukam Mahfud MD berharap tim khusus yang dibentuk Polri yang melibatkan Kompolnas dan Komnas HAM terbuka dalam mengusut kasus polisi tembak polisi tersebut. Mahfud juga mengungkap sejumlah kejanggalan dalam kasus itu. Seperti diketahui, insiden itu terjadi pada Jumat (8/7), tetapi kasus tersebut diungkapkan oleh Indonesian Police Watch (IPW) pimpinan Sugeng Teguh Santoso, Minggu (10/7). Kemudian Ahmad Ramadhan baru menginformasikan hal tersebut dalam konfrensi pers pertama pada Senin (11/7) siang jelang petang. "Dalam proses penanganan sangat janggal kan, kenapa 3 hari baru diumumkan, itu satu proses penanganan," kata Mahfud, Kamis (14/7). Menko Polhukam itu juga mempertanyakan terkait alasan waktu pengungkapan kasus tersebut. "Kalau alasannya 3 hari karena hari libur, lah apakah hari libur masalah pidana itu boleh ditutup-tutupi begitu, sejak dulu nggak ada, baru sekarang orang beralasan hari Jumat libur, Hari Raya lalu diumumkan Senin," terangnya. Selanjutnya, kejanggalan menurut Mahfud MD adalah keterangan yang disampaikan polisi berbeda-beda. Ahmad Ramadhan sempat membeberkan kronologi berbeda terkait kasus tersebut. Dalam konfresi pers pertama, Ramadhan mengatakan bahwa sebelum tembak menembak berlangsung, Brigadir J sempat lebih dahulu mengacungkan senjata dan melakukan penembakan. “Bharada E menegur dan saat itu yang bersangkutan mengacungkan senjata kemudian melakukan penembakan dan Bharada E tentu menghindar dan membalas tembakan terhadap Brigadir J. Akibat penembakan yang dilakukan oleh Bharada E itu mengakibatkan Brigadir J meninggal dunia,” ujar Ramadhan. Dalam konfrensi pers kedua, Ramadhan mengatakan Brigadir J melakukan tindakan pelecehan serta menodongkan senjata pistol ke kepala istri Irjen Ferdy. “Kemudian mendengar teriakan dari ibu maka Bharada E yang saat itu berada di lantai atas menghampiri, dari atas tangga kurang lebih 10 meter bertanya ada apa, namun direspons dengan tembakan yang dilakukan Brigadir J. Akibat tembakan tersebut kemudian terjadilah saling tembak dan berakibat Brigadir J meninggal dunia,” kata Ramadhan. "Kedua ada juga penanganannya tidak sinkron keterangan polisi dari satu waktu ke waktu lain, dari satu tempat ke tempat lain, kan itu, misalnya Pak Ramadhan beda penjelasan yang pertama dan kedua, lalu Kapolres Jakarta selatan juga mengkonfirmasi secara agak berbeda tentang status kedua orang itu, Bharada dan Brigadir," ungkap Mahfud. Kejanggalan ketiga, yaitu keluarga tak diperbolehkan melihat jenazah. "Ketiga yang muncul di rumah duka itu tragis, oleh sebab itu ya tangisan keluarga di mana dia mengatakan jenazahnya tidak boleh dibuka, yang macam-macamlah yang sekarang viral," katanya. Samuel ayah Brigadir J mengatakan, saat jenazah Brigadir J tiba, pihak keluarga sempat tidak diizinkan untuk melihat atau membuka pakaian korban. Polisi juga melarang pihak keluarga untuk mendokumentasikan kondisi korban saat pertama kali tiba di rumah duka. “Awalnya kita dilarang, tapi mamak-nya maksa mau lihat dan pas dilihat saya langsung teriak lihat kondisi anak saya badannya lebam, mata kayak ditusuk dan ada luka tembak,” kata Samuel. Mahfud meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membuat terang kasus itu. Mahfud juga meminta kasus polisi tembak polisi ini diusut secara terbuka. Selain itu, ia juga meminta Listyo menyingkirkan segala potensi hambatan yang dapat mempersulit proses penyelidikan. Menurutnya, Kapolri harus mengambil langkah terbaik guna meluruskan proses pemeriksaan. "Polri dan Pak Kaporli diharapkan ini menjadi betul-betul membuat terang, jangan mengejar tikus, atau melindungi tikus, mengejar atau melindungi tikus itu lalu rumahnya yang dibakar, terbuka aja, cara-cara mengejar tikus itu kan sudah ada caranya, apalagi polisi sudah profesional," ujarnya. "Kalau ingin baik silakan pilih yang terbaik dan usul-usul masyarakat punya alasan sendiri karena diantara kontroversi harus diliat alasan-alasan dan logika-logikanya dan di situ lah diperlukan pemimpin mengambil kesimpulan dan keputusan," pungkasnya.

Topik:

Mahfud MD Menko Polhukam kejanggalan tewasnya Brigadir J Kasus Baku tembak Kasus baku tembak anak buah Ferdy Sambo