Kriminolog UI Tegaskan Kejiwaan Rudolf Tobing Tak Bisa Loloskan Jeratan Hukum: Dia dalam Keadaan Sadar Kok!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 Oktober 2022 13:06 WIB
Jakarta, MI - Kasus Pendeta muda Christian Rudolf Tobing pelaku dugaan pembunuhan berencana ade Yunia Rizabani atau Icha (36) di salah satu apartemen Apartemen Jakarta pada tanggal (17/10/2022) yang kemudian mayatnya dibuang di kolong Tol Becakayu kini masih menggegerkan masyarakat. Bagaimana tidak, pelaku itu diduga membunuh karena dendam sakit hati karena di bullying. Parahnya, Icha ternyata teman sendiri sang pendeta muda dibawah pendeta Gilbert Lumoindong dari GIB tersebut. Pelaku juga mengidap orang kebutuhan khusus karena sejak kecil korban KDRT orang tuanya. Sempat bersekolah SMA dan sekolah teologi di Amerika Serikat tapi di deportasi karena, masalah imigrasi. Menurut analisa Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria, pelaku mengalami traumatis dan punya kecenderungan psikopat karena pengalaman masa kecil hingga dewasa jadi korban KDRT dan kekerasan fisik. "Jadi bila pelaku merasa punya dendam makan niat jahat dan sadistis akan timbul dan pelaku bisa bertingkah laku tenang dan perencanaan dalam melakukan kejahatan dan bila terlaksana puas dan tidak ada rasa bersalah," kata Kurnia saat berbincang dengan Monitor Indonesia, Minggu (23/10). Pelaku CRT setelah bunuh dan buang korban merasa puas dan happy. Padahal, tegas Kurnia, CRT seorang lulusan sekolah teologi di Jakarta dan telah menjadi pendeta tetapi dalam suatu waktu dia bisa jadi penjahat. "Ketika membuang mayat korban dengan dibawa trolly saat di lift bertemu orang tersenyum dan tenang, berlainan saat masuk lift dan keluar lift bersamaan dengan korban tidak tenang dan gelisah," jelas pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) itu. Tetapi, tambah Kurnia, CRT mengarah korban dianggap paling mudah dieksekusi karena dua calon korban lain tidak bisa bertemu dan tidak bisa dihubungi. CRT juga merampas harta milik korban dan tertangkap saat mau menjual harta milik korban. "CRT sendiri menyewa dengan sengaja kamar apartemen se lantai dengan korban. Pelaku psikopat bisa punya gangguan jiwa yang bisa dikendalikan dalam waktu bersamaan bisa menjadi baik dan jahat tetapi bukan orang punya kepribadian dua," ujarnya. Untuk itu, menurut Kurnia, CRT pelaku ini tidak bisa digolongkan orang gila sehingga bisa lolos dengan alasan pasal 44 KUHP karena bersangkutan orang normal. "Dia sadar kok melakukannya, tapi punya penyakit kejiwaan perilaku menyimpang sehingga sebelum persidangan harus ada pemeriksaan psikiater dan harus diperiksa oleh penyidik yang mengerti bagaimana memeriksa tersangka pengidap psikopat," tutupnya.
Berita Terkait