Pengamat Menduga Rp 99,9 Triliun Hanya 'Numpang Lewat' di Rekening Brigadir J

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 November 2022 16:12 WIB
Jakarta, MI - Baru-baru ini, publik dihebohkan masalah saldo di rekening Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang jumlahnya nyaris Rp 100 Triliun. Hal tersebut bermula dari unggahan kanal YouTube Irma Hutabarat, yang mengaku mendapat informasi keluarga Brigadir J menerima surat dari BNI Cabang Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Kemudian beredar surat berita acara penghentian sementara transaksi tertanggal 18 Agustus 2022 atau setelah nyawa Brigadir J dirampas. Dalam berita acara tersebut, tercantum tanda tangan Asisten PNC BNI Anita Amalia Dwi Agustine, yang juga saksi dari BNI dalam sidang kasus Brigadir J. Berita acara yang viral di media sosial itu, tertulis nama Yosua serta 'Nominal: Rp 99.999.999.999.999'. [caption id="attachment_504320" align="alignnone" width="300"] Salinan surat BNI Kantor Cabang Cibinong (MI/Net)[/caption] Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Azmi Syahputra, rekening Brigadir J akan menjadi pintu masuk tindak pidana lainnya jadi penyidik tidak boleh buka keterbukaan setengah -setengah, agar semuanya jelas dan transparansi. "Berita acara penghentian sementara transaksi tertanggal 18 Agustus 2022, yang ditandatangani oleh Anita Amalia Dwi Agustine, Asisten PNC BNI Cabang Cibinong, Bogor sekaligus jadi saksi dari BNI dalam kasus Brigadir Yosua," kata Azmi Syahputra saat dihubungi Monitor Indonesia, Minggu (27/11). Dalam berita acara itu disebutkan pula ada nilai mencapai Rp 99,99 triliun dengan jenis transaksi debet. Angka inilah, kata Azmi, patut diduga sebagai saldo ataupun lalu lintas transaksi dari rekening Brigadir Yosua. Selanjutnya, ungkap Azmi, ada fakta lain pula yang masih ada relevansinnya dengan kelanjutan kasus kematian Brigadir J yang terjadi pada 8 Juli 2022, Baru muncul surat permintaan penghentian sementara transaksi pada rekening sesuai surat PPATK pada bulan Agustus dengan Nomor SR/9051/AT.05.01/VIII/2022 agar Rekening dihentikan atau dibekukan dalam kurun waktu 5 Hari. "Fakta dan keadaan ini menarik ditelusuri guna menemukan apakah rekening ini hanya atas nama tapi fungsi rekening tersebut bukan Brigadir J yang menjalankannya. Misalnya, patut diduga sebagai rekening pencucian uang atau penyembunyian transaksi termasuk dari pelacakan transkasi rekening ini dapat membantu kausalitas dan motif ditembaknya Brigadir J," beber Azmi. Untuk itu, tegas Azmi, Kepolisian atau Kejaksaan dapat kembali masuk melakukan penyidikan yang lebih komprehensif terkait rekening Brigadir J ini guna mengetahui asal muasal uang dengan transaksi sejumlah 99,9 Triliun dimaksud. Termasuk menemukan pihak pihak yang mengendalikan rekening ini. "Yang perlu ditekankan disini adalah uang 99,9 T itu berasal dari mana sebelumnya dan digunakan untuk apa? Ini PR utamanya penyidik. Tidak boleh buka keterbukaan setengah -setengah, agar semuanya jelas dan transparansi harus dibuka untuk umum. Ini juga momentum untuk memperbaiki wajah lembaga penegakan hukum," jelas Azmi. Jadi, lebih lanjut Azmi, Bank dapat membuka atau keluarga Brigadir J dapat meminta Rekening koran untuk melihat hal hal detailnya. "Karena akan terlihat Informasi lalu lintas yang terdapat di rekening koran mengenai jumlah saldo awal-akhir, arus debit-kredit, melihat keseluruhan daftar transaksi hingga mutasi rekening melalui mobile application, website bank," katanya melanjutkan. "Atau melalui mesin ATM termasuk bunga bank, dan biaya administrasi, dari mana asal dana, sehingga jika benar nilai uang ini ada maka dapat dimaknai lalu lintas rekening Brigadir J ini sibuk sekali dan Nilainya sangat besar," sambungnya. Untuk itu, Azmi kembali menegaskan, Penyidik harus segera melakukan penyitaan dan penyidikan lebih luas terkait rekening Josua ini. Termasuk dibukanya catatan atau menelusuri rekapan transaksi atas rekening Brigadir J agar dapat terlihat transaksi - transaksi apa saja yang ada "Termasuk apakah dari lalu lintas rekening ini juga dapat dijadikan sebagai kasus skandal bisnis besar, ataupun adakah kejahatan terorganisir maupun kejahatan pencucian uang dan dugaan pengumpulan uang kejahatan bisnis ilegal," tutup Azmi Syahputra. Terkait uang nyaris Rp 100 Triliun itu, Kepala Kepala PPATK Ivan Yustiavandana sebelumnya memastikan angka tersebut bukan saldo rekening Brigadir J. "Itu plafon tertinggi pembekuan. Praktik lazim di perbankan dan selalu menggunakan nilai tertinggi yang hampir mustahil. Itu angka setting di sistem komputer bank, bukan angka saldo," katanya, Jumat (25/11). [caption id="attachment_420372" align="alignnone" width="200"] Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana (Foto: Doc MI)[/caption] Menurutnya, jika salah satu bank membekukan salah satu rekening maka diatur dengan nilai tertinggi. Hal ini bertujuan membekukan segala aktivitas transaksi dalam jumlah apapun. "Jadi, kalau kami perintahkan pembekuan rekening, bank akan setting di sistemnya jumlah maksimal yang akan dibekukan oleh bank, sehingga sistem akan membaca numerik yang diberikan. Jadi, kalau nasabah transaksi masih di bawah numerik tadi, sistem akan mengunci," tambahnya. Sementara itu, BNI juga memberikan penjelasan sama dengan PPATK. "Penyebutan nilai nominal dalam format berita acara tersebut merupakan nilai pemblokiran/penghentian sementara transaksi dengan nominal angka maksimum," kata Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo, Jumat (25/11). [caption id="attachment_504803" align="alignnone" width="300"] Sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J (MI/Repro)[/caption] "Oleh karena itu, perlu kami luruskan dan tegaskan di sini bahwa nilai nominal dalam dokumen berita acara tersebut bukanlah nominal transaksi ataupun saldo rekening nasabah," sambungnya. Okki menuturkan, dokumen itu memang terkait pembekuan transaksi di rekening Brigadir J. Hal ini diterapkan sesuai peraturan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Nomor 18 Tahun 2017. "Dokumen tersebut merupakan dokumen berita acara penghentian sementara transaksi bank yang harus dibuat sesuai dengan yang disyaratkan maupun dalam format berdasarkan Peraturan PPATK No 18 Tahun 2017," jelasnya. Sebelumnya, Pengacara keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak menyebut tak semua orang paham dengan rekening Brigadir J yang nyaris Rp 100 triliun. Menurutnya, itu kode dalam pemblokiran rekening. Semula pihaknya melaporkan ke Kabareskrim agar PPATK terlibat terkait rekening Brigadir J, namun ternyata PPATK sudah memblokir rekening kliennya. [caption id="attachment_499976" align="alignnone" width="300"] Pengacara Keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak (MI/Aswan)[/caption] "Saya laporkan ke Bareskrim dan desak PPATK terlibat. Pasca PPATK terlihat itu diblokir, khususnya BNI Cabang Cibinong. Dibuat jumlah uangnya 999999 sampai 12 kali atau 14 kali, Rp 100 T kurang satu rupiah," kata Kamaruddin Simanjuntak. "Itu sebenarnya kode. Kode bahwa PPATK telah blokir. Belum tentu ada uangnya sebesar itu. Itu kode PPATK. Tapi tidak semua polisi, jaksa, mengetahui kecuali pernah terlibat dalam PPATK," imbuhnya. (MI/Ode) #Rekening Brigadir J

Topik:

Brigadir J