Anggota Polisi Ini Bongkar Praktik Mutasi Tak Sesuai Prosedur, Harus Bayar!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 3 Desember 2022 19:42 WIB
Jakarta, MI - Beredar video dua anggota Polri dari wilayah tugas yang berbeda membeberkan praktek-praktek pimpinannya yang berpihak pada kepentingan pribadi, salah satunya soal mutasi tugas yang harus dibarengi dengan uang pesangon. Berdasarkan video yang beredar di media sosial, seperti dikutip Monitor Indonesia, Sabtu (3/12) terdapat dua video anggota Polri yang membeberkan hal tersebut. Yang pertama anggota polisi di Tana Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel) bernama Aipda Aksan dan yang kedua anggota Polisi di Polres Alor, Nusa Tenggara Timur, Iptu Jlo. Dalam videonya, Aipda Aksan mengaku dimutasi karena membongkar kasus maling uang rakyat Kapolres. Dalam video berdurasi 2 menit 50 detik yang direkamnya, dia juga menyampaikan soal bobroknya institusi Polri kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. [video width="432" height="448" mp4="https://monitorindonesia.com/2022/12/VID-20221203-WA0020.mp4"][/video] "Yang terhormat bapak Kapolri, izin Jenderal, saya Aksan anggota Satbinmas Polresta Toraja menyampaikan kepada bapak bahwa tolong institusi Polri dibersihkan dari mafia-mafia yang masih bersarang di tubuh Polri," tuturnya dalam video yang tersebar. "Polri sekarang semakin tidak karuan, karena dari awal memang sudah tidak bagus, recruitment-nya tidak bagus. Masuk Polisi harus bayar, yang kedua mau pindah harus bayar, yang ketiga mau jadi perwira harus bayar, jadi bagaimana ke depannya Polri kalau semua harus bayar?," katanya melanjutkan. "Kemudian rata-rata pimpinan di bawah bukan mengajari kami ke jalan yang bagus, tapi mengajari kami ke jalan yang tidak benar. Contohnya, mereka memangkas DIPA, mereka memangkas uang BBM, uang makan, dan lain sebagainya," ucap Aipda Aksan menambahkan. Dia kemudian menceritakan apa yang dialaminya, yakni dimutasi dari Polres Palopo usai membongkar kasus maling uang rakyat Kapolresnya. Yang terhormat bapak Kapolri, seperti yang saya alami, saya dimutasi dari Polres Palopo ke Tana Toraja karena saya membongkar perbuatan Kapolres AKBP Alfian Nurnas, yaitu korupsi kendaraan dinas Polres Palopo, BBM, dan lain-lain sebagainya," kata Aipda Aksan. "Untuk menutupi bahwa saya dimutasi ke Tana Toraja, katanya saya mempereteli motor dinas," ucapnya menambahkan. Namun setelah videonya itu beredar luas, Aipda Aksan justru harus berurusan dengan Propam Polda Sulsel karena perbuatan Aipda Aksan yang telah membuat rekaman video opini negatif tentang institusi Polri dan tersebar di media sosial tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Aipda Aksan juga telah meminta maaf atas videonya itu. Oleh karena itu, Propam langsung melakukan pemeriksaan pelanggaran Disiplin dan/atau Kode Etik Profesi Polri terhadap tindakan Aipda Aksan ini. Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Komang Suartana membantah penyataan Aipda Aksan bahwa hanya dia yang dimutasi dari Polres Palopo ke Polres Tator, sedangkan 2 orang yang dilaporkan anggota Subbagsarpras Polres Palopo tidak. “Jadi yang sebenarnya aduan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh Propam Polres Palopo dimana AKP ABD. Hamid bersama 2 anggota Subbagsarpras yang dilaporkan Aipda A telah disidang disiplin dan dijatuhi hukuman disiplin,” ucapnya, Jumat, (2/12). AKP ABD. Hamid dihukum berupa Teguran tertulis, Bripka Zakaria dari Polres Palopo, dihukum berupa Penempatan Pada Tempat Khusus selama 21 hari. Sedangkan Bripka Adi mendapat hukuman berupa Penempatan Pada Tempat Khusus selama 21 hari. Sementara itu, dalam video yang kedua pada anggota Polres Alor, Nusa Tenggara Timur, Jlo mengunggah video dengan menyebutkan Polres Alor lagi mati suri, kini beredar luas di media sosial. Berdasarkan video yang beredar, Polisi tersebut berani menyebutkan lantaran kebijakan Pimpinan hingga bawahan tidak berjalan sesuai aturan. "Mutasi yang sebenarnya dilakukan dua kali dalam setahun, tapi ini dilakukan hampir tiap bulan ada mutasi," katanya. Kemarin bulan Februari mutasi, sekarang mutasi lagi dibulan April, hal itu menurutnya bukan untuk kepentingan Institusi akan tetapi untuk kepentingan pribadi. Menurutnya, tindakan Kabag Sumda melakukan mutasi tanpa melalui prosedur. [video width="576" height="336" mp4="https://monitorindonesia.com/2022/12/VID-20221203-WA0021.mp4"][/video] Selanjutnya, soal anggota yang ingin pindah ke perbatasan harus ada uang atau pesangon baru bisa pindah ke perbatasan. "Hampir semua perbatasan diisi bertahun-tahun bahkan ada yang sudah sampai 5 dan 6 tahun," terangnya. Dalam kesempatan itu juga ia memberikan contoh terkait mutasi yang terjadi di Polres Alor yang diduga tidak sesuai prosedur. "Mereka yang dari perbatasan baru masuk satu bulan di Polres, kembali lagi ke Perbatasan, apakah anggota lain tidak bisa merasakan perbatasan, cuma mereka-mereka saja," sebutnya memberikan contoh. Termasuk anak Kabag Sumda Briptu Jefri, kata Polisi tersebut, dimana Jefri baru dipindahkan dari Satnarkoba Polda NTT ke Polres Alor di Satreskrim, yang bertugas baru satu bulan akan tetapi langsung dipindahkan lagi ke perbatasan. "Ini ada apa, sedangkan Bintara yang baru tamat letting 44 langsung dibuang ke faerah konflik yaitu Beangono yang intara itu tidak tahu apa-apa," katanya Terkait soal mutasi yang tidak sesuai prosedur yang ia rasakan, dalam VT tersebut pihaknya bermohon kepada Kapolri agar Kabag Sumda Polres Alor di evaluasi. "Mohon Jenderal supaya Kabag Sumda Polres Alor di evaluasi, karena sampai saat ini semua anggota sudah mau melakukan unjuk rasa yang akan dipimpin oleh saya, tapi saya masih memberikan waktu kepada beliau supaya tindak lanjut mutasi itu segera dibatalkan karena mutasi itu tidak sesuai prosedur," bebernya.

Topik:

Polri