Romo Magnis Ungkap 2 Unsur yang Bisa Meringankan Bharada E

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 26 Desember 2022 14:11 WIB
Jakarta, MI - Guru Besar Filsafat Moral Romo Magnis mengungkapkan, ada dua unsur yang dapat meringankan Bharada Richard Elizer atau Bharada E dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Salah satu unsur itu adalah karena pangkatnya. Hal itu disampaikan Romo Magnis atau Romo Frans Magnis Suseno, saat hadir menjadi saksi ahli di sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J, dengan terdakwa Bharada E di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12). Mulanya pengacara Bharada E, Ronny Talapessy bertanya apa saja unsur yang dapat meringankan Bharada E dalam kasus tersebut. Romo Magnis pun mengatakan unsur pertama yang dapat meringankan, yakni kepangkatannya di Polri. Menurutnya, Bharada E yang memiliki pangkat rendah, membuatnya terpaksa untuk melaksanakan perintah atasannya mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. “Menurut saya, yang tentu paling meringankan adalah kedudukan yang memberikan perintah itu kedudukan tinggi. Yang jelas memberi perintah yang di dalam sejauh di dalam kepolisian tentu akan ditaati. Tidak mungkin katanya Eliezer, 24 umurnya, jadi masih muda itu, laksanakan itu, budaya laksanakan itu adalah unsur yang paling kuat,” kata Romo Magnis. Kemudian, Romo Magnis mengatakan, situasi yang menegangkan dan membingungkan itu membuat Bharada E tidak mempunyai waktu untuk melakukan pertimbangan secara matang. "Yang kedua tentu keterbatasan situasi itu yang tegang yang amat sangat membingungkan saya kira semua itu, di mana dia saat itu harus menentukan laksanakan atau tidak, tidak ada waktu untuk melakukan pertimbangan matang, di mana kita umumnya kalau ada keputusan penting coba ambil waktu tidur dulu, dia harus langsung bereaksi. Menurut saya itu tentu dua faktor yang secara etis sangat meringankan," ujarnya. Ia menambahkan bahwa dalam kepolisian seperti saat dalam situasi militer, terdapat situasi dimana atasan bisa memberi perintah 'tembak'. Oleh karena itu, menurutnya, apabila seorang atasan polisi memberi perintah 'tembak', itu tidak total sama sekali tidak masuk akal. "Tambahan satu poin, dalam kepolisian seperti di dalam situasi pertempuran militer di dalam kepolisian memang bisa ada situasi di mana atasan memberi perintah tembak itu di dalam segala profesi lain tidak ada itu. Jadi bahwa seorang atasan polisi memberi perintah tembak itu tidak total sama sekali tidak masuk akal, " jelasnya. Dalam kasus ini, Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Bharada E didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana bersama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Ma’ruf. “Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di PN Jakarta Selatan, Selasa (18/10). Atas perbuatannya itu, Bharada E didakwa melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.