Richard Eliezer Dituntut 12 Tahun Penjara, Justice Collaborator Gunanya Apa?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Januari 2023 13:55 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (PJU) pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 12 tahun penjara kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J,  sudah sesuai aturan. Pasalnya, jika mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (PerMA) maka status justice collaborator (JC) atau saksi pelaku tidak berlaku bagi pelaku perbuatan pidana. Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana, mengatakan bahwa dari konstruksi perkara dan peran para terdakwa, maka jaksa penuntut umum tetap melihat status Richard sebagai pelaku perbuatan pidana, meskipun juga dipertimbangkan sebagai yang mengungkap kasus atau JC. “Kami juga mempertimbangkan LPSK. Kalau kita baca PerMA, JC itu tidak berlaku bagi pelaku, baca itu PerMA 4,” kata Fadil dalam konferensi pers, Kamis (19/1). [caption id="attachment_516651" align="alignnone" width="744"] Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Fadil Zumhana (Foto: MI/Aswan)[/caption] Dengan peran Richard sebagai pelaku penembakan, lanjut Fadil, maka sikap jaksa penuntut umum mengajukan tuntutan yang mendekat pelaku utama yakni Ferdy Sambo sudah tepat. Akan tetapi, kata Fadil, jaksa penuntut umum tetap mengakomodir rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang memberikan status justice collaborator atau saksi pelaku kepada Richard. Fadil juga meminta masyarakat memahami proses hukum yang saat ini sedang berjalan dan tidak terbawa emosi. "Dalam hal pemberian keadilan itu, saya mohon kita melihat secara jernih, jangan kita terbawa emosi. Makanya saya sampaikan pada jaksa, menuntut harus rasional, jangan terbawa oleh kemauan publik. Cukup alasan kami menuntut 12 tahun itu bagi Eliezer, karena kami memandang yang bersangkutan berjasa mengungkap kasus ini. Richard Eliezer memiliki keberanian, maka jaksa menyatakan Richard sebagai pelaku yang menghabisi nyawa dari pada korban Yosua," beber Fadil. Dengan demikian, JPU berpandangan bahwa Bharada E juga merupakan pelaku penembakan. "Sehingga ketika kami menetapkan (tuntutan) 12 tahun itu kepada Richard, parameternya jelas dia sebagai pelaku," ujar Fadil. Sementara itu, Kuat Ma'ruf, Bripka Ricky Rizal, dan Putri Candrawathi dituntut penjara masing-masing selama 8 tahun. Aturan perlakuan terhadap saksi pelaku yang bekerja sama (JC) tercantum dalam Surat Edaran (SEMA) Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2011. Dalam SEMA 4/2011 itu disebutkan 4 syarat bagi seorang tersangka kasus tertentu agar bisa mendapatkan status JC. Pertama, tersangka yang menjadi saksi bukanlah pelaku utama dan harus mempunyai informasi penting untuk mengungkap kasus secara terang benderang. Artinya, saksi tersebut tidak menutup segala informasi terkait dengan kasus yang sedang menimpanya kepada penegak hukum, terutama untuk memastikan siapa pelaku utama dari kasus tersebut. Dia menyampaikan informasi yang tidak disampaikan oleh saksi atau tersngka lainnya. Kedua adalah pelaku mengakui perbuatannya kepada penegak hukum. Maksudnya adalah pelaku juga tidak mau membela dirinya dengan membohongi atau dengan memberkan keterangan yang berbelit-belit kepada penegak hukum. Sebaliknya, sejak awal langsung mengakui perbuatannya. Ketiga adalah pelaku mau mengembalikan aset hasil kejahatan yang dilakukannya. Pelaku yang ingin mendapatkan status JC tidak lama-lama untuk mengembalikan segala yang didapatnya dari tindak pidana yang dilakukannya. Disini, pelaku tidak boleh menimbun hasil kejahatannya untuk kepentingan pribadi, meskipun langkah tersebut tidak membebaskannya dari jerat hukum. Keempat, pelaku tidak melarikan diri dan siap memberikan keterangan dalam persidangan di pengadilan. Pelaku yang sudah mengajukan diri jadi JC harus siap membuka segala fakta hukum dan informasi yang didapatnya di depan persidangan di pengadilan. Menurut SEMA 4/2011, hakim juga bisa menjatuhkan 2 jenis hukuman bagi seorang JC. Yaitu pidana percobaan bersyarat khusus dan/atau pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara yang dimaksud. Pertimbangan JPU Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Ketut Sumedana menjelaskan pertimbangan jaksa penuntut umum (JPU) atas tuntutan terhadap para terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J). "Penentuan tinggi rendahnya tuntutan yang diajukan terhadap terdakwa mempertimbangkan berbagai persyaratan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung I Ketut Sumedana. [caption id="attachment_516652" align="alignnone" width="1024"] Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana (Foto: MI/Aswan)[/caption] Baik itu pertimbangan dari sisi pelaku, korban hingga peran masing-masing terdakwa, latar belakang para terdakwa, dan termasuk rasa keadilan yang berkembang di tengah masyarakat menjadi pertimbangan Kejagung dalam hal ini JPU, papar dia. Ketut menjelaskan penilaian penuntutan bukan saja dilihat dari mens rea para terdakwa, tetapi persamaan niat dan perbedaan peran masing-masing terdakwa yang terungkap di persidangan. "Tentu menjadi pertimbangan matang dalam menuntut para terdakwa sebagaimana dibuktikan JPU, yaitu Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP," kata dia. Kemudian sebagaimana fakta hukum yang terungkap di persidangan, terdakwa Ferdy Sambo merupakan pelaku intelektual dari kasus pembunuhan berencana tersebut dituntut hukuman seumur hidup. Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri tersebut memerintahkan Richard Eliezer untuk mengeksekusi atau menghilangkan nyawa Brigadir J. Dalam kasus tersebut, Richard Eliezer dituntut 12 tahun kurungan penjara kemudian Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Bripka Ricky Rizal Wibowo masing-masing delapan tahun penjara. "Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal tidak secara langsung menyebabkan terjadinya/menghilangkan nyawa Brigadir J," ucap dia. Di satu sisi, terdakwa Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal sejak awal telah mengetahui rencana pembunuhan Brigadir J akan tetapi tidak berusaha mencegah atau menghalangi tindak pidana pembunuhan tersebut. LPSK Sebut Justice Collaborator Tak Ada Guna Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo, menilai  Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang melayangkan tuntutan 12 tahun penjara kepada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E bakal berefek negatif. Apalagi, kata dia, Bharada E dilihat publik sebagai sosok penting pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J  hingga menyerat Ferdy Sambo cs sampai ke pengadilan. Imbasnya, ungkap Hasto, ketika Eliezer sudah konsisten jadi justice collaborator atau JC, malah dapat hukuman tinggi, orang jadi takut menjadi JC karena dianggap tidak berguna. "Ini orang jadi takut jadi JC karena tidak ada gunanya (imbas kasus JC Richard Eliezer)," kata Hasto. Ia lantas menyebut, berkat justice collaborator pula, sejumlah polisi diperiksa dan kini mejalani sidang perintangan penyidikan atau obstruction of justice. "Jadi orang, katanya, bisa berpikir begitu, tidak guna (Jadi JC). Sebenarnya melalui kasus ini ini bisa dijadikan paradigma baru soal penegakan hukum di Indonesia," jelas Hasto. Ia lantas menyebut, kehadian LPSK karena ada paradigma terkait dengan kasus hukum yang ada di Indonesia. Sekaligus, lanjut dia, memperkenalkan lembaga justice collaborator sebagai upaya penegakan hukum. "Untuk itu, seorang yang jadi JC diberi hak khusus ringankan hukuman, dilindungi dan diperlakuakn berbeda dari pelaku lain," jelasnya. Hasto lantas menyebut, di kasus pembunuhan Brigadir J ketika LPSK memberi justice collaborator kepada Bharada E, sudah diperlakukan sebagai UU LPSK, yakni diberi perlakukan khusus. Tapi, ternyata ketika masuk ke persidangan, ia kecewa karena dinilai belum penuhi rasa keadilan. "Di tingkat tuntutan, belum penuhi rasa keadilan utuk seoang justice collaborator. Harusnya justice collaborator dituntut paling ringan dibandingkan yang lain," terangnya. "Kan kasus ini sekaligus upaya memperkenalkan lembaga baru ya, justice collaborator, agar dikenal orang. Tapi enggak dianggap (efek tuntutan Eliezer), saya sayangkan itu," papar Hasto. "Coba kebayang ndak, misalnya, jika Eliezer tidak ungkapkan kasus ini. Ini bisa jadi dark number (kasus jadi gelap gulita)," jelasnya. Sebelumnya, Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dituntutan hukuman 12 tahun penjara atas kasus tewasnya Brigadir J. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana tahun 12 tahun agar perintah tetap ditahan," kata jaksa saat membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1). Richard Eliezer dinilai terbukti melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan demikian, kelima terdakwa kasus pembunuhan Yosua sudah dibacakan tuntutannya. Di mana Terdakwa Putri Candrawathi, Terdakwa Kuat Ma'ruf dan Terdakwa Ricky Rizal dituntut 8 tahun penjara. Sementara Terdakwa Ferdy Sambo dengan tuntutan penjara seumur hidup, dan terakhir Richard Eliezer yang dituntut jaksa dengan 12 tahun penjara.