KPK dan Kejagung Tak Hadiri Sidang Sengketa Informasi Publik, Mengapa?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 9 Maret 2023 17:19 WIB
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak hadir dalam sidang sengketa informasi oleh Komisi Informasi Pusat (KIP). Kedua lembaga hukum tersebut sebagai termohon atas gugatan PT Bumigas Energi (BGE). Gugatan tersebut terkait adanya surat KPK produk Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan. Kuasa Hukum PT BGE Khresna Guntarto menjelaskan didalam surat KPK itu terdapat pengakuan KPK yang mendapat informasi dari PT HSBC Indonesia bahwa BGE tidak pernah memiliki dan membuka rekening di HSBC Hongkong. "Pernyataan tersebut sangat merugikan kami karena tidak benar. PT HSBC Indonesia justru mengaku tidak pernah memberikan statement semacam itu kepada KPK," kata Khresna usai sidang KIP, Rabu (8/3). "Makanya kami mempertanyakan ke KPK dari mana usul sumber informasi dalam menerbitkan surat KPK yang dibuat oleh Pahala tadi," sambungnya. Khresna menegaskan pihaknya sudah menanyakan kepada sistem informasi baik di KPK maupun di Kejagung. Namun upaya prosedural yang dilakukan PT BGE hanya sia-sia. Jawaban yang diterima Khresna tidak memberikan angin segar bagi kliennya. "Kami membuat gebrakan kepada atasan PPID di KPK bahwa surat Pahala adalah rahasia katanya. Dan selama ini tidak dijelaskan dari pihak Kejagung yang diklaim sebagai lembaga yang melakukan penelusuran ke Hongkong," ujarnya. Oleh karena itu, BGE meminta perlindungan hukum dan keadilan kepada KIP melalui sidang sengketa informasi publik agar terungkap fakta sesungguhnya bahwa KPK tidak pernah memiliki asal usul atau sumber informasi yang salah dalam menyebut Bumigas tidak pernah membuka rekening HSBC Hongkong tahun 2005 berdasarkan penelusuran Kejagung. "Kita sudah mencoba menanyakan langsung secara resmi kepada Kejagung tapi tidak dijawab sama sekali. Kalau memang benar Kejagung melakukan penelusuran itu harusnya mereka bisa menjawab bahwa memang benar ada penelusuran itu. Menurut Khresna, baik KPK maupun Kejagung telah mencoreng citra buruk sebagai lembaga penegakan hukum dengan tidak memenuhi undangan sidang sengketa informasi publik. "Seharusnya termohon sebagai badan hukum harus memberikan contoh dan panutan yang baik terhadap panggilan-panggilan sidang," tukasnya. Duduk Perkara  Sebelumnya, Kuasa Hukum PT Bumigas Energi (BGE), Khresna Guntarto juga mengatakan, perbuatan Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan dalam menerbitkan Surat KPK kepada PT Geo Dipa Energi (Persero) Nomor B/6004/LIT.04/10-15/09/2017 tertanggal 19 September 2017, melanggar Pasal 12 Ayat (2) Huruf b UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK. Surat tersebut digunakan untuk menyingkirkan PT Bumigas Energi dalam pengelolaan panas bumi di Dieng dan Patuha melalui sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) kedua kalinya. Melalui Surat KPK tersebut, Pahala Nainggolan menyatakan seakan-akan PT Bumigas Energi tidak pernah membuka rekening pada 2005 di HSBC Hong Kong sebagai bukti ketersediaan dana first drawdown hingga akhirnya Bumigas Energi dikalahkan oleh Majelis Arbitrase BANI ke-2 dengan pertimbangan Surat KPK tersebut. “Baik Pahala maupun Pimpinan KPK Periode 2015-2019, potensial melanggar UU KPK,” kata Khresna dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/1). Menurut Kreshna, tindakan oknum pimpinan KPK yang mengintervensi kasus ini justru berpotensi mengganggu iklim investasi panas bumi. BGE sendiri mengklaim sesuai dengan kontrak yang ada sebelumnya seharusnya BGE sudah menjadi mitra pemerintah dalam pengembangan panas bumi di Dieng dan Patuha. Diketahui Geo Dipa Energi melibatkan BGE sebagai kontraktor untuk membangun lima unit Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), yaitu PLTP Dieng 2, Dieng 3 dan PLTP Patuha 1, Patuha 2, dan Patuha 3. Dalam perjalanannya, Bumigas dinilai tidak melakukan pembangunan fisik sesuai kesepakatan kontrak. Setelah lima kali peringatan yang tidak mendapatkan hasil, Geodipa mengajukan gugatan arbitrase untuk pemutusan kontrak. Pasal 55.1 Perjanjian Dieng and Patuha Geothermal Project Development No.KTR 001/GDE/II/2005 antara PT GDE dengan PT BGE pada 1 Februari 2005 (“Perjanjian KTR 001/2005”), PT BGE diminta melakukan penyediaan dana berupa first drawdown. Oleh sebab itu, PT BGE berdasarkan Surat PT BGE No. 089/2005 pada 29 April 2005 telah memberikan atau menyerahkan kepada PT Geo Dipa Energi selaku pemberi proyek berupa bukti drawdown, yang merupakan bukti pencairan dana ke rekening milik PT BGE selaku investor, kontraktor dan developer dalam Perjanjian KTR.001 di Bank HSBC (Hong Kong). First drawdown memiliki jumlah 40 juta dolar Hong Kong yang pada saat itu setara dengan 5.165.000 dolar AS. Persoalan yang mendasar, kata Kreshna, PT Geo Dipa Energi sejak awal adalah tidak memiliki Izin Usaha Panas Bumi dan Wilayah Kuasa Panas Bumi sebagaimana dimaksud UU No.21/2014 atau UU No.27/2003 tentang Panas Bumi. Hal ini telah dikuatkan oleh Amar Putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) No. 925/V/KIP-PS-A-M-A/2019 tgl 13 Agustus 2020. "Putusan KIP menyebut Kementerian ESDM tidak pernah menerbitkan IUP dan WKP untuk PT Geo Dipa Energi,” ujar Khresna. (Nuramin) #Sengketa Informasi Publik #Sidang Sengketa Informasi Publik

Topik:

KPK Kejagung HSBC