Johnny G Plate dan Adiknya Diusik Kasus BTS Kominfo, Jokowi Tegaskan Hal Ini

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 16 Maret 2023 16:05 WIB
Jakarta, MI - Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara soal pemeriksaan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu (15/3), kemarin. Pemeriksaan Johnny G Plate ini adalah yang kedua kalinya, terkait kasus korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022. "Ya kita hormati. Semua proses hukum kita hormati. Semua proses hukum kita hormati kepada siapa pun," kata Jokowi, Kamis (16/3). Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Kuntadi sebelumnya mengatakan bahwa jajarannya akan mendalami berbagai hal terhadap Johnny G Plate, termasuk soal fasilitas yang dinikmati adiknya, Gregorius Alex Plate (GAP). "Kita juga ingin tahu fasilitas yang telah dinikmati oleh sodara GAP, adik yang bersangkutan, apakah itu terkait dengan jabatan yang bersangkutan atau tidak," ujar Kuntadi dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin (13/3). Selain memeriksa soal keterkaitan dan peran adiknya dalam perkara BTS 4G BAKTI Kominfo, penyidik juga akan menggali soal perannya selaku pengawas dan pengguna anggaran di Kementerian Kominfo. Kejagung juga akan mendalami soal manipulasi perkembangan pemalsuan proyek BTS 4G BAKTI di Kominfo. Dalam perkara ini sudah ada lima orang yang ditetapkan tersangka. Salah satunya Direktur Utama (Dirut) Bakti Kominfo Anang Achmad Latif (AAL). Sementara itu, keempat tersangka lainnya adalah Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali (MA), Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan (IH). Kemudian, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galubang Menak (GMS); dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto (YS). Para tersangka ini diduga merekayasa dan mengkondisikan sehingga di dalam proses pengadaannya tidak terdapat kondisi persaingan yang sehat sehingga pada akhirnya diduga terdapat kemahalan harga yang harus dibayar oleh negara.