Pengacara Klaim 3 Laporan Dugaan Penistaan Agama terhadap Panji Gumilang Dicabut

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 20 September 2023 19:41 WIB
Jakarta, MI - Pengacara Panji Gumilang, Hendra Effendy mengklaim tiga laporan dugaan penistaan agama terhadap kliennya sudah dicabut oleh pelapor. Hendra menyebut Pimpinan Ponpes Al-Zaytun itu sudah berdamai dengan seluruh pelapor. "Dari informasi pihak pelapor seluruhnya telah mengadakan perdamaian dan kemudian mencabut laporan terkait dengan perkara penodaan agama," ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (20/9). Adapun tiga laporan itu yakni LP/B/163/VI/2023/SPKT/Bareskrim Polri dengan pelapor Ihsan Tanjung, LP/B/169/VI/2023/SPKT/Bareskrim Polri pelapor Ken Setiawan dan LP/B/268/VII/2023/SPKT/Polda Jabar pelapor Ruslan Abdul Gani. Dalam kesepakatan damai tersebut, Hendra mengatakan kliennya telah sepakat tidak akan lagi menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran Islam yang sudah diyakini oleh umat Islam Indonesia baik dari kesepakatan Para Ulama di Kementrian Agama Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia. Ia menyebut kliennya sepakat menyampaikan permintaan maaf kepada umat Islam dan masyarakat Indonesia terhadap kegaduhan yang terjadi. Selanjutnya, Panji secara pribadi maupun kelembagaan yakni Pondok Pesantren Al Zaytun juga telah bersedia mendapatkan pembinaan dari Kementerian Agama dan MUI. Terakhir, Hendra mengatakan kliennya juga telah menyetujui untuk mencabut gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang dilayangkan terhadap Anwar Abbas. Hendra berharap, dengan adanya perdamaian dan pencabutan laporan itu dapat menjadi pertimbangan bagi Bareskrim Polri untuk menghentikan kasus tersebut. "Paling tidak perkara ini bisa dilakukan atau dihentikan atau di-SP3," ujarnya. Diketahui, Bareskrim Polri resmi menahan tersangka Panji Gumilang terkait kasus dugaan penistaan agama, pada Rabu (2/8). Bareskrim pun telah memperpanjang masa penahanan Panji Gumilang hingga 30 September 2023. Dalam kasus ini, Panji dijerat Pasal 156 A tentang Penistaan Agama dan juga Pasal 45a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.