Peran Komisaris PT Pupuk Indonesia di Kasus Korupsi BTS Kominfo Rp 8 Triliun

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 17 Oktober 2023 15:12 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran tersangka baru dalam korupsi BTS Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022. Mereka adalah adalah Naek Parulian Washington Hutahaean alias Edward Hutahaean (NH) dan Sadikin Rusli. Edward Hutahaean (NH) merupakan salah satu komisaris di BUMN PT Pupuk Indonesia. Selain itu, Edward juga berstatus sebagai pegawai negeri. Ia disebut menerima uang Rp15 miliar yang diduga berasal dari Galumbang Menak dan Irwan Hermawan yang saat ini telah menjadi terdakwa. Edward juga disebut sebagai orang yang menwarkan penghentian perkara. “Terkait Edward, dengan penerimaan uang Rp 15 miliar ini, kenapa Edward dikenakan pasal-pasal gratifikasi dan pasal-pasal penyuapan, karena status Edward ini sebagai seorang pegawai negeri,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, Selasa (17/10). Saat ini Kejagung masih mendalami aliran dana Rp15 miliar tersebut. Pihaknya juga menegaskan bahwa tidak ada hubungannya dengan para penyidik. “Saya nyatakan di sini bahwa clear tidak ada hubungan dengan teman-teman penyidik di Jampidsus Kejagung,” jelas Ketut. Kemudian terkait Sadikin Rusli, ia merupakan pekerja swasta dari Surabaya, Jawa Timur. Sadikin ditangkap oleh Kejagung di Surabaya pada 14 Oktober 2023. Dalam hal penutupan perkara kasus BTS, Sadikin diduga telah menerima uang senilai Rp 40 miliar berdasarkan hasil penyidikan. Uang itu diduga berasal dari Irwan Hermawan dan Windi Purnama. “Melakukan permufakatan jahat dengan penyuapan atau gratifikasi berupa uang sebesar ±Rp40 miliar yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana,” beber Ketut. Sadikin disangkakan Pasal 12B atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kejagung hingga saat ini telah menetapkan sebanyak total 14 tersangka. “Jadi sudah 14 orang sampai saat ini, jadi kalau dibilang lambat tidak juga,” ujar Ketut. Rinciannya enam orang telah menjalani persidangan sebagai terdakwa, dua orang dalam tahap pelimpahan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan enam lainnya masih dalam proses penyidikan sebagai tersangka. Dalam menangani kasus ini, Kejagung membaginya dalam tiga klaster berbeda. Klaster pertama yaitu tindak pidana asal (TPA). Tindak pidana ini berupa dugaan korupsi proyek pembangunan infrastruktur BTS 4G Paket 1,2,3,4 dan 5 dengan ketentuan melanggar Pasal 2 dan Pasal 3. Klaster kedua aliran dana dugaan penyuapan dan TPPU dari kasus korupsi tindak pidana asal. Klaster kedua ini melanggar Pasal Pasal 5, Pasal 11 dan Pasal 12. Klaster ketiga yaitu Dan menghalangi penyidikan dan proses persidangan yang melanggar Pasal 21. (An)