Kejagung Buru Aliran Dana Korupsi Tol Japek II ke PT Tensindo Kreasi Nusantara

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 November 2023 22:45 WIB
PT Tensindo Kreasi Nusantara (Foto: Ist)
PT Tensindo Kreasi Nusantara (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara kasus dugaan korupsi pada pekerjaan pembangunan (design and build) Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat termasuk on/off ramp pada Simpang Susun Cikunir dan Karawang Barat.

Yakni dengan memeriksa para saksi untuk empat tersangka yang saat ini sudah menjadi penghuni rumah tahanan (Rutan) Kejagung.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menyatakan bahwa para saksi itu adalah SAP selaku PM Japek I (VGF Japek II Elevated) PT Waskita Karya periode 2017 sampai dengan tahun 2019, UH selaku Direktur Utama PT Tensindo Kreasi Nusantara.

Lalu AT selaku Direktur Operasi PT Mitra Tata Abadi Bersama periode 2015 sampai dengan tahun 2019 dan BP selaku Direktur Utama PT Wijaya Karya periode 2008 sampai dengan tahun 2018.

"Adapun keempat orang saksi diperiksa atas nama tersangka DD, YM, TBS dan SB," kata Ketut, Kamis (9/11).

Empat tersangka itu adalah Djoko Dwijono (DD), Direktur Utama (Dirut) PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) 2016, YM selaku Ketua Panitia Lelang dan Pengadaan Jalan Tol Japek Elevated II 2017, TBS, selaku tenaga ahli teknik jembatan dan engineering PT LAPI Ganeshatama Consulting dan Sofiah Baifas (SB) selaku Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama.

Selain empat tersangka itu Kejagung juga telah menetapkan satu tersangka terkait dengan penghilangan barang bukti, dan penghalangan penyidikan, atau obstruction of justice. Adalah inisial IBN yang merupakan mantan petinggi di PT Waskita Karya.

Kasus ini merupakan dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan pembangunan (design and build) Jalan Tol Jakarta Cikampek II Elevated ruas Cikunir sampai Karawang Barat termasuk on/off ramp pada Simpang Susun Cikunir dan Karawang Barat. Proyek ini bernilai kontrak Rp 13.530.786.800.000.

Dalam pelaksanaan pengadaannya, diduga terdapat perbuatan melawan hukum berupa persekongkolan dalam mengatur pemenang lelang yang menguntungkan pihak tertentu sehingga atas perbuatan tersebut diindikasikan merugikan keuangan negara. Adapun kerugian negara dalam kasus ini adalah Rp 1,5 triliun. (An)