Pernyataan Lengkap Andika Perkasa Soal Relawan Ganjar Dianiaya "Jangan Sampai Ada Pasal yang Terlewat"

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 Januari 2024 07:00 WIB
Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD Jenderal (Purn) Andika Perkasa (Foto: MI/Aswan-Repro)
Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD Jenderal (Purn) Andika Perkasa (Foto: MI/Aswan-Repro)

Jakarta, MI - Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD Jenderal (Purn) Andika Perkasa menyoroti statement yang disampaikan Komandan Kodim 0724/Boyolali Letkol (Inf) Wiweko Wulang Widodo soal oknum anggota TNI menganiaya relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, Jawa Tengah.

Menurut data dari DPC PDIP Boyolali, dua relawan yang menjadi korban, yakni Arif Diva Ramandani merupakan seorang mahasiswa, sementara Slamet Andono berprofesi sebagai pekerja swasta.

Mantan Panglima TNI itu menilai kronologi yang disampaikan Wiweko yang dinilai berbeda dengan video kejadian dan keterangan korban. Menurut Andika Perkasa, perbedaan pernyataan dengan video kejadian tidak sinkron.

Berikut pernyataan lengkap Andika Perkasa dalam konferensi pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (1/1).

Dinyatakan oleh Komandan Kodim Boyolali, itu kan statement resmi. Statement resmi ini khususnya yang kronologi karena dari pejabat lain sampai dengan Kapuspen itu walaupun tertulis dan Panglima pada saat malam tahun baru tidak menyinggung kronologi.

Kronologi ini kan sangat tidak akurat, artinya saya bisa membayangkan karena saya pernah menangani banyak hal seperti ini. Ini adalah murni testimoni atau pengakuan dari terduga tersangka kelihatannya begitu.

Karena tadi dinyatakan bahwa pertama salah paham antara kedua belah pihak, padahal videonya menunjukkan hal yang bertolak belakang, malah nggak ada itu, apa dua belah pihak terlihat seperti diskusi atau kan nggak ada, langsung itu.

Kemudian statement yang kedua, misalnya tentang tindakan spontan. Mungkin benar spontan, tetapi bahwasanya niatnya adalah untuk keluar menghentikan dan membubarkan itu kan sesuatu yang bukan kewenangan dari TNI sekalipun bukan sama sekali, itu kewenangan dari polisi dan kalau memang merasa tergangg kan ada salurannya, dilaporkanlah ke polisi.

Jadi statement ini juga menunjukkan bahwa, itulah posisi kronologi yang diyakini oleh pembuat statement dalam hal ini Komandan Kodim, padahal beliau berbicara, itu sudah menjadi bagian dari penegakan hukum itu sendiri.

Karena pelanggaran yang dilakukan oleh oknum anggota TNI itu diselesaikan oleh sistem penegakan hukum di dalam militer yang berbeda dengan penegakan hukum di peradilan umum, berbeda.

Jadi, jangan sampai mentah-mentah diambil keterangan dari bawah begitu saja. Saya menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) banyak mendapatkan laporan seperti itu. Sampai ke level saya, berarti sudah melewati Komandan Korem sebagai perwira penyerah perkara terendah, kemudian ke Pangdam sampai ke KSAD.

Itu kalau saya terima begitu saja ya begitu, ooo... misalnya waktu Ciracas atau peristiwa terbunuhnya anggota masyarakat di Papua, itu semua laporannya benar-benar berbeda setelah kita lakukan pemeriksaan berbeda sekali.

Jadi, harus ada kehati-hatian dalam hal ini dan orang akan mengukur dari situ, kan ini merupakan statement dari institusi TNI yang mengatakan satu-satunya tentang kronologi dan itu yang ditangkap sebagai sikapnya TNI.

Jadi, jangan sampai bagi saya itu adalah sebuah kecerobohan, tidak kemudian melakukan konfirmasi dulu atau croscek ke yang lain atau bahkan ke video atau bahkan ke saksi atau korban langsung dinyatakan begitu saja.

Bagi saya, Komandan Kodim, dan Komandan Batalyon harusnya yang paling berkepentingan karena apa? karena kompi itu ya ada di situ.

Kampanye ini masih sampai tanggal 10 Februari 2024 dan pasti akan,,, namanya di daerah Boyolali masih terus... di situ. Jangan sampai beliau tidak bisa kemudian menegakkan hukum kepada semua yang terlibat, yang terlibat yang saya iakan tadi.

Bukan hanya pelaku tindak penganiayaan, tetapi juga yang membantu tindak pidana penganiayaan ini terjadi. Itu harus semuanya, agar apa? agar mereka yang berada di situ paham, sehingga tidak akan terjadi lagi.

Tapi kalau nanti hanya tanpa ya tanpa diawasi, kemudian kecenderungan lama dimana yang diproses hanya sesedikit mungkin dan seterusnya itu kan akan justru merugikan TNI sendiri.

Jadi menurut saya kalau Komandan Kodim, Komandan Batalyon tidak ingin karirnya kemudian rusak, karena kalau itu terjadi lagi, tidak diberikan pemahaman yang dalam.

Pemahaman dalam itu kan bisa dilakukan dengan cara misalnya, menunjukkan ini loh konsekuensinya, kalau kamu melakukan hal ini konsekuensinya kamu masuk penjara 9 tahun dan dengan berbagai pasal yang kita tahu sendiri.

Nah dengan begitu nanti akan memberikan pelajaran bagi yang lain, ohh jangan sampai nih kita melakukan tindakan yang bukan kewenangan kita karena resikonya bisa seperti itu.

Tapi kalau itu tidak ditegakkan sekarang dan kemungkinan terjadi lagi ya bisa dinilai, ohh... berarti komandan batalyon ternyata tidak mampu memimpin, oleh karena itu ya kamu nggak pantes, itu kan banyak resikonya .

Nah kemudian pasal-pasal tadi, makanya tim hukum kita sudah diskusi tadi sebelum press konferensi pers ini kita akan memastikan mulai dari penyidikan.

Jadi komunikasi tim hukum, tim pembela hukum nanti dengan para korban ini akan konstan juga kita lakukan dengan penyidik, pada saat ini kan dengan penyidik dulu untuk memastikan berkas yang akan dilimpahkan ke oditor akau ke jaksa kalau peradilan umum, itu sudah memuat semua pasal yang menurut kita harusnya bisa dikenakan. 

Jangan sampai ada yang terlewat, karena kalau dari penyidik saja ada pasal yang tidak disertakan padahal kemungkinan bisa, itu akan berpengaruh pada keputusan hakim nanti.

Pernyataan TNI

Wiweko Wulang Widodo membenarkan adanya kejadian penganiayaan relawan Ganjar-Mahfud yang melibatkan oknum anggota Yonif 408/Suhbrastha.

"Saya sampaikan kasus penganiayaan tersebut benar adanya dan pelakunya adalah beberapa oknum anggota dari Yonif 408/Suhbrastha," kata Wiweko Wulang Widodo dalam konferensi pers di Makodim Boyolali, Minggu (31/12).

Wiweko mengatakan saat ini kasus tersebut sudah dalam penanganan Denpom IV/4 Surakarta. Pihak Denpom saat ini masih memintai keterangan anggota yang diduga terlibat penganiayaan itu untuk kepentingan proses hukum.

Wiweko mengungkapkan, jumlah korban penganiayaan oknum TNI ini, terkonfirmasi ada 7 orang. Dua orang saat ini masih menjalani rawat inap di RSUD Pandan Arang dan 5 orang rawat jalan.

Wiweko menjelaskan para anggota TNI yang sedang berkegiatan itu terganggu suara knalpot brong para peserta kampanye yang melintas.

"Kemudian, beberapa oknum anggota secara spontan keluar dari asrama menuju ke jalan di depan asrama. Guna mencari sumber suara knalpot brong pengendara motor tersebut, untuk mengingatkan kepada pengendara dengan cara menghentikan dan membubarkan. Hingga terjadi penganiayaan terhadap pengendara sepeda motor knalpot brong tersebut," ungkapnya.

Setelah terjadi penganiayaan, selanjutnya beberapa korban dibawa ke rumah sakit Pandan Arang, Boyolali untuk mendapatkan pertolongan. "Saat ini masih ada dua orang yang menjalani rawat inap. Semoga kondisinya cepat pulih, sembuh sedia kala," tandasnya.