Korupsi Pengadaan Lahan Rumah DP Rp 0, Jaksa Ungkap Potensi Kerugian Rp1 T ke Sarana Jaya

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 22 Januari 2024 17:33 WIB
Pengadilan Tipikor Jakarta (Foto: MI/Aswan)
Pengadilan Tipikor Jakarta (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Jaksa KPK mencecar Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi terkait penambahan modal Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) yang disetujui DPRD DKI.

Jaksa bertanya ke Prasetyo dalam sidang lanjutan dengan terdakwa mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/1).

Selain Yoory, pemilik manfaat PT Adonara Propertindo Rudy Hartono, dan Direktur Operasional Tommy Adrian duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini.

Jaksa awalnya bertanya kepada Prasetyo terkait kasus yang menjerat Yoory Corneles di kasus pengadaan lahan untuk program rumah DP Rp 0. Dia mengatakan pokok masalah itu berasal dari dana penyertaan modal.

"Terkait dengan permasalahan Yoory, apa yang Saudara ketahui?" tanya jaksa.

"Yang saya ketahui mengenai penyertaan modal. Kebetulan di dalam kepemimpinan banggar itu kolektif kolegial. Masalah penyertaan modal Pak Gubernur itu kan menyiapkan aturan perubahan anggaran, ada perubahan anggaran yang diinginkan Pak Gubernur, revisi anggaran, perda dengan Sarana Jaya mendapatkan Rp 1 triliun," jawab Prasetyo.

Gubernur DKI yang dimaksud Prasetyo Edi adalah Anies Baswedan. Dalam kasus ini, Yoory selaku Direktur Utama PPSJ mengajukan permohonan pemenuhan kecukupan modal perusahaan PPSJ Tahun 2018 kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang dijabat Anies Baswedan saat itu untuk dianggarkan dalam APBD-P Pemprov DKI Jakarta TA 2018. Anggaran itu sejumlah Rp 935.997.229.164.

Jaksa lalu mempertanyakan pengawasan Prasetyo sebagai pimpinan DPRD dalam suntikan dana hampir Rp 1 triliun kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya. Jaksa mencecar alasan dana tersebut diserahkan kepada BUMD bukan dinas terkait.

"Yang kami pertanyakan sudah ada penambahan modal, tapi tidak ada wujudnya. Itu kan bisa saja diserahkan ke Dinas Permukiman, tapi kenapa ke PPSJ?" tanya jaksa.

"Karena gini, BUMD hidup kan kita beri penyertaan modal harus kasih deviden ke kita. Kalau di nasional ada BUMN. Makanya kita kasih ke JakPro, Sarana Jaya dan lain-lain."

"Nah itu harus menghasilkan balik ke kita, sedangkan kalau kita pakai uang rakyat juga kita kumpulkan ini kalau nggak digerakkan juga ini uang jadi diem juga nggak berkembang. Mungkin itu pemikiran pemerintah daerah saat itu," ujar Prasetyo.

Jaksa pun kembali mencecar Prasetyo perihal alasan suntikan dana tersebut akhirnya disahkan. Prasetyo mengaku saat itu menghargai terobosan dari Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dalam program rumah DP Rp 0.

"Jadi motivasi kenapa digolkan penambahan modal ke PPSJ itu apa? Kalau analisis ekonomi tidak memungkinkan kok pada akhirnya disetujui apa dasarnya? Menurut saya saat itu saya menghargai terobosan daripada Pak Anies dan Pak Sandi tapi dengan catatan," jawabnya.

Diberitakan sebelumnya, Yoory terlibat kasus korupsi pengadaan lahan di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur, terkait proyek rumah DP Rp 0. Dalam kasus korupsi pembelian lahan proyek rumah DP Rp 0, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Yoory pada 24 Februari 2022.

Hakim juga menjatuhkan denda senilai Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Yoory. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan tindakan korupsi Yoory telah merugikan keuangan negara senilai Rp 152,5 miliar. (wan)