KPK Bakal Periksa Lagi Pegawai KPK Pungli di Rutan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Maret 2024 01:31 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menegaskan bahwa penyidikan dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) dengan vonis etik adalah hal yang berbeda. Maka dari itu, tidak tepat jika tersangka merasa diberikan hukuman dua kali atas kelakuan yang sama.
 
“Tentu dalam putusan Dewas KPK maupun pemeriksaan-pemeriksaan di sidang etik kan ranah etik ya, belum prosjustitia,” kata Ali Fikri di Jakarta, Selasa (12/3/2024).
 
Menurut Ali, hasil pemeriksaan etik tidak menjadi alat bukti dalam proses administrasi hukum. Karenanya, KPK harus memeriksa ulang mereka di tahap penyidikan. “Sehingga, kami ingin memastikan seluruh proseduralnya harus sesuai, maupun di Dewas atau pun di inspektorat sekalipun proseduralnya juga ada hukum acaranya,” utur Ali.
 
Atas dasa itulah KPK tetap memanggil ulang sejumlah pegawainya yang sebelumnya telah diperiksa Dewas KPK di tahapan persidangan etik. Pendalaman informasi itu dilakukan agar tidak melanggar aturan hukum.
 
Sebanyak 78 pegawai KPK sudah divonis bersalah secara etik karena menerima pungli di rutan. Mereka dihukum melakukan permintaan maaf secara terbuka. Hukuman etik itu belum final. KPK kini tengah mengusut pelanggaran disiplin kepada seluruh pegawainya yang terseret skandal pungli di rutan.

Ternyar, KPK dikabarkan telah menetapkan tersangka. Menurut Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak mengatakan, salah satu tersangka tersebut, yaitu ASN pemda DKI berinisial H. "Iya Hengki sudah tersangka. Dia sudah pindah di Pemda (DKI) kalau tidak salah tersangka dia," kata Johanis Tanak, Rabu (6/3/2024).

KPK akan memproses H sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Apalagi, penyidik memiliki bukti untuk disangkakan terhadap H. "Kita tetap proses. Percaya KPK akan tetap memproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sepanjang dia memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang akan disangkakan," tegasnya.

Dewas KPK sebelumnya menyatakan bahwa awal mula praktek pungutan liar di Rutan diawali oleh sosok bernama berinsial H. Ia merupakan pegawai negeri yang dipekerjakan dari Kemenkumham yang bertugas di KPK, dan saat ini berdinas di Pemprov DKI Jakarta. Oleh karena itu, Dewas sudah tidak dapat memproses etik H. Namun, Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan, H dapat diproses secara pidana. 

"Hengki kami sudah tidak bisa melakukan apa-apa, jadi pegawai di Pemprov DKI, untuk etik kami tidak bisa melakukan apa-apa. Untuk pidana masih bisa dijangkau karena kewenangan pidana itu ada KPK untuk memproses," kata Albertina.