Inisial HL yang Rumahnya Digeledah Kejagung Terkait Korupsi Timah: Helena Lim (Crazy Rich) atau Hendry Lie (Direktur Sriwijaya Air)?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 15 Maret 2024 03:29 WIB
Kejaksaan Agung (Kejagung) (Foto: MI/Aswan)
Kejaksaan Agung (Kejagung) (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Hingga saat ini, sosok nama berinisial HL masih misteri di Kejaksaan Agung (Kejagung). HL terseret dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022.

Sebelumnya, HL ini diperiksa penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung pada Kamis (29/2/2024) lalu.

Saat itu HL diperiksa selaku pihak swasta  bersama D selaku Pegawai PT Refined Bangka Tin. Berdasarkan sumber internal Kejagung, HL yang dimaksud adalah Hendry Lie selaku pendiri sekaligus Direktur Sriwijaya Air.

Pada Rabu 6 Maret hingga Jumat 8 Maret 2024, Kejagung melakukan penggeledahan rumah HL itu di wilayah Provinsi DKI Jakarta dan dua kantor perusahaan yakni PT QSE dan PT SD.

“Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah melakukan serangkaian tindakan penggeledahan di beberapa tempat yakni kantor PT QSE, PT SD, dan rumah tinggal Sdr HL di wilayah Provinsi DKI Jakarta,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Sabtu (9/3/2024).

Sejumlah media nasional pun memberitakan bahwa HL itu merujuk pada nama Hendry Lie, bos Sriwijaya Air itu. Namun demikian, kembali diberitakan bahwa HL itu diduga Helena Lim, Crazy Rich PIK (Pantai Indah Kapuk).

Helena Lim yang terkenal sebagai sosialita dan artis kaya raya itu pun dihubungkan dengan perusahaan smelter RBT (Refined Bangka Tin) yang terjerat dalam kasus korupsi tersebut.  Beberapa direktur perusahaan itu telah ditahan oleh Kejagung.

Sementara itu, Hendri Lie, pendiri Sriwijaya Air dan dikenal sebagai “pemain” dalam industri timah, juga menjadi sorotan. Salah satu smelter yang ia bangun di Kepulauan Bangka Belitung, yaitu PT Tinindo Inter Nusa juga terlibat dalam kasus ini.

Meskipun Hendri Lie tidak terlibat langsung, namanya sering dikaitkan dengan pengusaha timah yang tinggal di Kudai Sungailiat Kabupaten Bangka, inisial P, yang diduga mengatur bisnis timah di sana.

Kini publik masih menunggu untuk mengetahui identitas sebenarnya dari HL dalam skandal korupsi ini. Sampai saat ini, baik Helena Lim maupun Hendri Lie belum memberikan tanggapan.

Begitupun pihak Kejaksaan Agung saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Kamis (14/3/2024) tidak menjawab siapa sebenarnya HL itu. Pasalnya, hal itu merupakan bagian daripada materi penyidikan dalam kasus yang merugikan negara (ekologis) Rp 271 triliun itu.

"Sudah kami rilis," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana.

Meskipun HL tidak berada di lokasi saat penggeledahan, tim penyidik akan terus mengumpulkan fakta-fakta baru dari barang bukti tersebut untuk mengungkap lebih lanjut tindak pidana yang tengah diselidiki.

Pihak Kejagung pun akan membuat berita acara pemeriksaan dengan HL ketika ia kembali ke Indonesia, untuk menanyakan beberapa hal terkait kasus ini.

Penggeledahan

Dari penggeledahan di tiga lokasi yakni rumah HL, PT QSE dan PT SD, Kejagung menyita uang tunai rupiah dan valuta asing. Uang tunai sebanyak Rp 10 miliar dan SGD 2 juta yang dikonversikan per hari ini senilai Rp 23 miliar lebih.

Jika ditotal, maka jumlah uang tunai yang disita mencapai Rp 33 miliar lebih. Menurut Ketut, uang tunai tersebut terindikasi kuat berhubungan dengan dugaan tindak pidana korupsi yang sedang disidik.

“Uang tunai sebesar Rp 10.000.000.000 dan SGD 2.000.000 yang diduga kuat berhubungan atau merupakan hasil tindak kejahatan,” kata Ketut.

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/9fff852d-0d05-4a9d-afc8-d092bcf1f375.jpg
Penggeledahan oleh Kejagung terkait korupsi Timah, menyita sejumlah uang tunai

Selain uang tunai, tim penyidik juga mengantongi barang bukti elektronik dan dokumen-dokumen dari penggeledahan tersebut.  Penggeledahan dan penyitaan ini rupanya dilakukan sebagai tindak lanjut dari keterangan para tersangka dan saksi.

“Kegiatan penggeledahan dan penyitaan dilakukan oleh Tim Penyidik untuk menindaklanjuti kesesuaian hasil dari pemeriksaan atau keterangan para tersangka dan saksi mengenai aliran dana yang diduga berasal dari beberapa perusahaan yang terkait dengan kegiatan tata niaga timah ilegal,” katanya.

14 Tersangka

Dalam perkara ini tim penyidik telah menetapkan 14 tersangka, termasuk perkara pokok dan obstruction of justice (OOJ) alias perintangan penyidikan.

Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan, terdapat penyelenggara negara, yakni: M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.

Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, BY; Direktur Utama CV VIP, HT alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) berinisial RI; SG alias AW selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA).

Sedangkan dalam OOJ, Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka. 

Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (wan)