Diminta KPK Setop Penanganan Korupsi LPEI, Kejagung Tegaskan Hal Ini

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Maret 2024 20:13 WIB
Ketut Sumedana (Foto: MI/Aswan)
Ketut Sumedana (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Kejaksaan Agung atau Kejagung untuk menghentikan pengusutan kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kepada beberapa perusahaan. Hal itu berdasarkan Pasal 50 Undang-undang (UU) KPK.

Menanggapi hal ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menegaskan bahwa kasus di LPEI itu banyak, bahkan ada bath 1, 2 dan 3.

"Kita baru menerima dan tahap mempelajari, yang dimaksud dengan menghentikan yang mana dan yang ditangani KPK juga yang mana, bahkan ada juga kasus LPEI terkait dengan tindak Pidana Umum yang ditangani Mabes Polri," tegas Ketut saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Selasa (19/3/2024) malam.

Jadi pihaknya perlu koordinasi dalam penanganan perkara ini. "Mekanismenya sudah ada. Intinya, kami juga tidak mau ada pekerjaan yang tumpang tindih jadi rebutan diantara penegak hukum," imbuh Ketut yang juga Kajati Bali itu.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan menerima laporan terkait dugaan korupsi tersebut pada 10 Mei 2023. Selanjutnya, penelaahan dilakukan hingga akhirnya KPK melakukan penyelidikan pada Februari 2024.

"Dan pada hari ini tadi, segenap dari (jajaran) penyelidikan, penyidikan, penuntutan di Kedeputian Penindakan telah memaparkan kepada pimpinan, maka pada tanggal 19 Maret 2024 ini KPK meningkatkan proses penyelidikan dari dugaan penyimpangan atau tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit dari LPEI ini menjadi berstatus penyidikan," ujar Ghufron dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Selasa (19/3/2024) petang.

Ghufron menjelaskan penanganan kasus tersebut penting disampaikan kepada publik merespons tindakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang melaporkan kasus dugaan korupsi LPEI ke Kejaksaan Agung (Kejagung) kemarin.

Dengan demikian, Ghufron meminta Kejagung untuk menghentikan pengusutan kasus tersebut berdasarkan Pasal 50 Undang-undang (UU) KPK.

"Berkaitan dengan konsekuensinya apa, nanti bisa dilihat juga di Pasal 50 UU KPK bahwa ketika KPK melakukan penyidikan, maka APH (Aparat Penegak Hukum) lain diharapkan (segera menghentikan)," kata Ghufron membacakan poin Pasal 50 UU KPK.

Dalam kesempatan itu, Ghufron turut menjelaskan metode berbeda pengumuman penyidikan yang dilakukan KPK. Biasanya KPK mengumumkan penyidikan secara lengkap pada saat melakukan penahanan para tersangka.

Namun, dalam kasus LPEI ini, KPK memutuskan untuk merilis status penyidikan sebelum menetapkan pihak-pihak tertentu sebagai tersangka.

"Hal ini juga menyikapi dua putusan praperadilan yang pada akhir Februari kemarin dari dua tersangka yang kemudian dimenangkan karena proses penersangkaannya di awal penyidikan atau di akhir penyelidikan KPK," ujar Ghufron menyinggung putusan Praperadilan mantan Wamenkumham Eddy Hiariej dan pengusaha Helmut Hermawan.

"Karena kemarin KPK dianggap salah, berdasarkan Pasal 1 angka 5 maupun 17 KUHAP, berdasarkan juga Pasal 44 ayat 1 UU KPK bersama dengan Putusan MK Nomor 21/2016 berkaitan dengan prosedur dan syarat penetapan tersangka, oleh karena itu kemudian KPK mulai saat ini menetapkan bahwa penyidikan dilakukan sesuai dengan kombinasi antara KUHAP dan UU KPK Pasal 44 ayat 1 tersebut," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan pihaknya sudah memegang nama calon tersangka dalam kasus dugaan korupsi di LPEI. "Calon ada, ya kalau calon ada. Enggak usahlah disebutkan, nanti saja," kata Alex.