Korupsi Timah Rp 271 Triliun, OC Kaligis Soroti Nihilnya Hukuman Mati bagi Koruptor hingga Oknum Jaksa Nakal

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 9 April 2024 17:57 WIB
OC Kaligis (Foto: MI Repro Antara)
OC Kaligis (Foto: MI Repro Antara)

Jakarta, MI - Skandal kasus korupsi yang membuat nama Harvey Moeis kini ditetapkan sebagai tersangka turut membetok perhatian pengacara kondang OC Kaligis.

Dalam kasus korupsi Rp271 T ini, O.C Kaligis menyoroti soal hukuman yang pantas terhadap pelaku koruptor kelas kakap menurutnya adalah hukuman seumur hidup hingga hukuman mati. Mengingat hingga saat ini belum ada hukuman terberat untuk pelaku korupsi kecuali hukuman seumur hidup.

"Sampai sekarang belum ada koruptor di hukuman mati, ya paling sumur hidup. Ya kalau undang-undangnya sih bisa," kata O.C Kaligis dalam sebuah wawancara dikutip pada Selasa (9/4/2024).

Pun O.C Kaligis meminta pihak kejaksaan dapat mengusut aliran dana korupsi tersebut. "Barangkali mungkin money laundry. Kok begitu banyak raja pertama-tama. Apakah dia sendiri yang punya, Apakah orang-orang lain enggak ada yang titip uang di dia," harap O.C Kaligis.

"Kali ya masih mesti ditelaah lebih lanjut kan. Kalau kami-kami ini pasti kalau mereka mau tunjuk pengacara, mereka bilang jangan dia musuhnya. Katakanlah Kejaksaan atau KPK jadi pasar-pasar," sambungnya.

Tidak hanya itu, O.C Kaligis juga menyoroti sejauh mana kemungkinan dugaan keterlibatan Sandra Dewi, sang istri, dalam kasus tersebut. Serta alasan kenapa ia diperiksa oleh penyidik Kejagung namun tak ditahan.

"Sekarang itu kan dibutuhkan untuk diperiksa sebagai saksi. Karena kan mereka satu rumah, buktinya juga istrinya yang diperiksa Kejaksaan kan enggak ditahan kan."

"Karena mesti dilihat unsur-unsurnya apa terpenuhi. Bahkan dia koperatif dia punya mobil RR, dia kembalikan dia enggak tahu apa-apa kok, ya makanya itu yang sekarang pasti BAP-nya istrinya sudah ada di kejaksaan," timpal O.C Kaligis.

Ia pun mengingatkan Kejaksaan Agung akan kemungkinan adanya oknum di Kejaksaan Agung yang bisa saja bermain dalam menetapkan jumlah tersangka di kasus besar seperti ini, dengan tujuan mendapat bagian dari uang triliunan rupiah tersebut.

Karena itu menurut O.C Kaligis pengungkapan kasus ini pun perlu terus dilakukan secara transparan. Agar tidak menimbulkan kecurigaan di mata publik yang selama ini sudah memuji kinerja Kejaksaan Agung.


"Transparan ini artinya boleh diikuti supaya jangan ada permainan. Uang besar loh 271 triliun penyitaannya. Apakah benar-benar 271 triliun penyitaannya, karena saya pengalaman juga di kejaksaan, karena mungkin di Kejaksaan selalu ada aja oknum yang main bisa aja".

"Misalkan 20 tersangka 10 dimasukkan 10 diatur. Nah ya bukan saya kecilkan pekerjaan Jaksa Agung. Tapi oknum di lapangan saya lapor ini, kenapa brita acara pemeriksaan (BAP)-nya yang dibuat oleh Jaksa dan yang terlibat adalah sedikit, ini contoh kecil aja," beber O.C Kaligis.

Dalam kasus ini, sebelumnya Kejaksaan Agung memanggil Sandra Dewi untuk menjadi saksi atas kasus dugaan tindak pidana korupsi suaminya, Harvey Moeis itu pada Kamis, 4 April 2024 pukul 09.25 WIB. 

Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi dan tindakan pencucian uang pada Rabu, 27 Maret 2024.  Harvey ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai perpanjangan tangan atau pihak yang mewakili PT RBT. 

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan, Harvey bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPP) alias RS mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan. 

"Sekira tahun 2018 sampai dengan 2019, saudara HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah yaitu Saudara MRPP atau Saudara RS alias Saudara RS dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," kata Kuntadi di Kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (27/3/2024).


MRPT ditetapkan tersangka lebih dahulu oleh Kejagung dalam kasus yang sama. Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, kata Kuntadi, akhirnya keduanya menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah. 


"Yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," ujar dia.


Selanjutnya, tersangka Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.

Keuntungan itu kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana coorporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim (HLN) yang juga menjadi tersangka.

"(Keuntungan yang disisihkan) diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini kepada HM melalui QSE yang difasilitasi oleh TSK HLN," tandasnya.

Adapun Harvey diduga melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Jo Lasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Sebelum Harvey, Kejagung telah menetapkan 15 tersangka yakni:

1. SG alias AW selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 

2. MBG selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 

3. HT alias ASN selaku direktur utama CV VIP (perusahaan milik tersangka TN alias AN) 

4. MRPT alias RZ selaku direktur utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021. 

5. EE alias EML selaku direktur keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018. 

6. BY selaku mantan komisaris CV VIP 

7. RI selaku direktur utama PT SBS 

8. TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN 

9. AA selaku manager operasional tambang CV VIP 

10. TT, tersangka kasus perintangan penyidikan perkara 

11. RL, general manager PT TIN 

12. SP selaku direktur utama PT RBT 

13. RA selaku direktur pengembangan usaha PT RBT 

14. ALW selaku direktur operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan direktur pengembangan usaha tahun 2019-2020 PT Timah Tbk. 

15. Helena Lim alias HLN selaku Manager PT QSE (Tersangka TPPU)

Topik:

korupsi-timah