Membidik Dugaan Keterlibatan Birokrat di Kasus Korupsi Timah Rp 271 Triliun

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 9 April 2024 18:39 WIB
Direktur Penyidika Jampidsus Kejagung, Kuntadi saat menyampaik keterangan pers (Foto: Dok MI)
Direktur Penyidika Jampidsus Kejagung, Kuntadi saat menyampaik keterangan pers (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung atau Kejagung telah menetapkan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, sebagai tersangka korupsi komoditas timah. Harvey juga dijerat sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang atau TPPU.

Untuk mendalami kasus tersebut, Kejagung telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk istri tersangka Harvey, Sandra Dewi. Harvey ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai perpanjangan tangan atau pihak yang mewakili PT RBT. 

Direktur Eksekutif Indonesia Justice Watch (IJW), Akbar Hidayatullah meminta kepada Kejagung untuk mengusut aliran dana TPPU. Pasalnya, dia menduga ada banyak pihak yang menerima aliran uang dari Harvey Moeis. “Tentu kami juga berharap kasus ini didalami karena pasti melibatkan banyak pihak terutama dari kalangan birokrat,” harap Akbar, Selasa (9/4/2024).

Akbar juga meminta penyidik pidana khusus agar turut mendalami dugaan keterlibatan birokrat terkait kasus dengan kerugian perekonomian negara sebesar Rp 271 triliun. 

Sebab kasus ini tak hanya berpotensi melibatkan oknum oknum swasta, melainkan juga birokrat. “Karena kami masih melihat dalam perkara ini, lebih banyak pihak swasta yang menjadi target,” ungkap Akbar.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum atau Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana menyatakan bahwa pihaknya telah menantongi nama-nama pesohor yang dijadikan target. 

Namun soal tindak pidana atau kasus apa yang bisa menyeret nama-nama pesohor ini, Ketut membeberkan semua tindak pidana seperti suap, gratifikasi, bahkan orang yang hanya menikmati keuntungan saja dari kasus timah ini bisa dijerat. 

"Untuk sekarang soal TPPU (tindak pidana pencucian uang), gratifikasi, suap, orang yang menikmati, bisa kita jerat nanti. Kepada masyarakat, dukung kami. Jangan lepaskan mata Anda kepada kami (Kejagung), kita akan ungkap semua," jelas Ketut dalam sebuah wawancara dikutip pada Selasa (9/4/2024).

"Masyarakat jangan khawatir, akan ditelusuri, kita punya banyak strategi untuk menghukum orang yang salah, kalau ini nggak kena dengan (pasal) ini, kita akan sangkutkan dengan ini, dukung kami semaksimal mungkin," tambahnya.

Selain itu, soal pelacakan aset para tersangka, akankah ada tindak lanjut untuk disita, Ketut juga memastikan hal itu bakal dilakukan Kejagung. "Kami juga memastikan, orang yang sudah tersangka, penyidik kita ini sudah melakukan aset tracing ya, jadi pendataan, asetnya di mana, ya nanti kita bisa sita asetnya. Bukan hanya 16 orang tersangka ini ya, pasti kita sita setelah kita kembangkan lebih lanjut." jelasnya.

Peran Harvey

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan, Harvey bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPP) alias RS mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan. 

"Sekira tahun 2018 sampai dengan 2019, saudara HM ini menghubungi Direktur Utama PT Timah yaitu Saudara MRPP atau Saudara RS alias Saudara RS dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah," kata Kuntadi di Kantor Kejagung, Jakarta, Rabu (27/3/2024).

MRPT ditetapkan tersangka lebih dahulu oleh Kejagung dalam kasus yang sama. Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, kata Kuntadi, akhirnya keduanya menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah. 

"Yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," ujar dia.

Selanjutnya, tersangka Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan itu kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana coorporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim (HLN) yang juga menjadi tersangka.

"(Keuntungan yang disisihkan) diserahkan kepada yang bersangkutan dengan cover pembayaran dana CSR yang dikirim para pengusaha smelter ini kepada HM melalui QSE yang difasilitasi oleh TSK HLN," tandasnya.

Adapun Harvey diduga melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Jo Lasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Sebelum Harvey, Kejagung telah menetapkan 15 tersangka yakni:

1. SG alias AW selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 

2. MBG selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 

3. HT alias ASN selaku direktur utama CV VIP (perusahaan milik tersangka TN alias AN) 

4. MRPT alias RZ selaku direktur utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021

5. EE alias EML selaku direktur keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018

6. BY selaku mantan komisaris CV VIP 

7. RI selaku direktur utama PT SBS 

8. TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN 

9. AA selaku manager operasional tambang CV VIP 

10. TT, tersangka kasus perintangan penyidikan perkara 

11. RL, general manager PT TIN 

12. SP selaku direktur utama PT RBT 

13. RA selaku direktur pengembangan usaha PT RBT 

14. ALW selaku direktur operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan direktur pengembangan usaha tahun 2019-2020 PT Timah Tbk. 

15. Helena Lim alias HLN selaku Manager PT QSE (Tersangka TPPU)