Korupsi Perabot Rujab, Sudah Saatnya Indra Iskandar Dipecat dari Sekjen DPR RI

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 9 April 2024 20:33 WIB
Sekjen DPR RI Indra Iskandar di KPK (Foto: MI Repro Antara)
Sekjen DPR RI Indra Iskandar di KPK (Foto: MI Repro Antara)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencegah sejumlah orang ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kelengkapan (perabot) rumah jabatan (Rujab) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. 

Berdasarkan informasi yang dihimpun Monitorindonesia.com, salah satu yang dicegah ke luar negeri adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar.

Selain Sekjen DPR, mereka yang dicegah ke luar negeri yaitu Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR dan sejumlah nama lain dari pihak swasta. Adalah Hiphi Hidupati selaku Kepala Bagian Pengelolaan Rumjab DPR RI, Tanti Nugroho selaku Direktur Utama (Dirut) PT Daya Indah Dinamika.

Selanjutnya, Juanda Hasurungan Sidabutar selaku Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada, Kibun Roni selaku Direktur Operasional PT Avantgarde Production, Andrias Catur Prasetya selaku Project Manager PT Integra Indocabinet, dan Edwin Budiman selaku swasta. Seperti pada biasanya di KPK, jika mereka dicegah ke luar negeri maka berpotensi menjadi tersangka.

Monitorindonesia.com pada beberapa waktu lalu sudah menghubungi Indra Iskandar untuk mengonfirmasi pencekalan dan diduga tersangka dalam itu. Namun belum merespons.

Adapun KPK mengungkapkan objek korupsi tersebut berupa pengadaan kelengkapan rumah seperti kamar tidur, ruang tamu, televisi, kulkas, dan lain-lain. Kasus yang terjadi pada tahun 2020 ini diduga merugikan keuangan negara sejumlah miliaran rupiah.

Sementara berdasarkan penelusuran pada laman LPSE DPR, di tahun 2020 untuk satuan kerja Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR, setidaknya terdapat empat pengadaan kelengkapan sarana Rumah Jabatan Anggota (RJA) DPR.

Yakni Pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR Ulujami dengan HPS Rp10 miliar; Pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR Kalibata Blok A dan B dengan HPS Rp39,7 miliar; Pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR Kalibata Blok C dan D dengan HPS Rp37,7 miliar; dan Pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR Kalibata Blok E dan F dengan HPS Rp34 miliar. Seluruh tender berstatus selesai.

Dalam kasus ini, Indra Iskandar baru satu kali diperiksa pada tahap penyidikan. Dan pada Rabu, 31 Mei 2023 lalu atau masih dalam tahap penyelidikan, tercatat bahwa KPK telah mengklarifikasi Indra Iskandar terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi itu.

Saat itu, Indra terlihat mengenakan kalung berwarna merah sebagai tanda tamu penindakan KPK. Namun Indra Iskandar tidak memberi penjelasan ketika dikonfirmasi awak media mengenai kehadirannya di kantor lembaga antirasuah tersebut.

Dalam tahap penyidikan ini, pengamat hukum pidana mendesak agar Indra Iskandar dipecat dari jabatannya sebagai Sekjen DPR RI. Hal itu demi memudahkan pengusutan kasus ini. "Harus (dipecat), sikat semua yang diduga terlibat," ujar pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar saat dihubungi Monitorindonesia.com, dikutip pada Selasa (9/4/2024).

Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan, pihak Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI berpotensi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi rumah jabatan di DPR itu.

"Pihak yang potensial menjadi tersangka kasus pengadaan di DPR tentu saja adalah pihak kesetjenan DPR," kata Lucius, Selasa (27/2/2024).

Menurut Lucius, pihak Setjen DPR yang memiliki kuasa pengguna anggaran. "Karena itu menjadi yang paling potensial terlibat jika dugaan korupsi pengadaan di DPR akan berujung pada penetapan tersangka," ujarnya.

Dia menegaskan, munculnya dugaan korupsi terkait pengadaan perlengkapan rumah tangga anggota DPR sesungguhnya tak mengagetkan. Sebab, aroma penyalahgunaan anggaran pada sejumlah proyek janggal yang sempat heboh di DPR sesungguhnya bisa dijelaskan melalui kemunculan dugaan kasus korupsi pengadaan fasilitas rumah tangga DPR.

"Tahun 2022 lalu, DPR pernah dihebohkan dengan anggaran pengadaan gorden bernilai fantastis hingga Rp 43 miliar. Banyak kalangan menduga harga satuan gorden tak sampai semahal itu jika dikalkulasi dengan kebutuhan rumah jabatan DPR," ucap Lucius.

Lucius menjelaskan, meksipun pengadaan gorden akhirnya dibatalkan, namun beberapa proyek lain seperti pengadaan plat mobil khusus anggota DPR, pengaspalan jalan, dan lain-lain juga terdengar.

"Saya menduga korupsi pada proses pengadaan barang memang yang paling mungkin terjadi di DPR khususnya yang bersumber dari anggaran APBN. Anggaran memang tak sebesar untuk kementerian, tetapi dari anggaran DPR itu memang ada alokasi untuk pengadaan fasilitas penunjang bagi DPR," ungkapnya.

Menurutnya, dari proyek pengadaan itu yang paling mungkin untuk dijadikan celah penyimpangan, yakni dengan modus mark up. "Proyek gorden misalnya. Dengan model peruntukkan yang ditujukan bagi sejumlah rumah, maka paling mungkin dilakukan mark up harga satuan barang yang dibelanjakan. Selisih antara harga satuan di pasaran dengan budget yang dianggarkan menjadi ceruk keuntungan yang bisa dimanfaatkan," beber Lucius.

Selain mark up, kata dia, permainan lain bisa melalui penunjukan langsung ataupun tender dengan proses yang tertutup. "Kongkalingkong dengan mudah terjadi antara penyedia anggaran dengan pelaksana proyek," tegas Lucius.

Lucius berharap KPK membuka semua kemungkinan terkait pihak-pihak yang mungkin mendapatkan nikmat dari proyek pengadaan di DPR. "Syukurlah kalau akhirnya KPK bisa membongkar adanya dugaan penyimpangan anggaran di DPR tersebut," imbuhnya.

Meski KPK belum membeberkan siapa saja yang tersangka dalam kasus ini, namun Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri sempat menyatakan bahwa tersangka lebih dari dua orang. "Lebih dari dua orang tersangka," ujar Ali kepada wartawan, Senin (26/2/2024).

KPK menaksir kasus dugaan korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan di Setjen DPR RI mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga miliaran rupiah. Namun, komisi antirasuah belum merinci angka kerugian negara dimaksud. "Iya betul, dugaan terkait pasal kerugian negara. (Kisaran kerugian negara) miliaran rupiah," kata Ali.

Sebelumnya, KPK mengumumkan telah memulai penyidikan perkara dugaan korupsi tersebut. Menurut Ali, peningkatan status perkara ke tahap penyidikan sudah disepakati oleh pimpinan KPK, pejabat struktural Kedeputian Penindakan KPK, serta penyidik dan penuntut KPK.

"Melalui sebuah gelar perkara, disepakati naik pada proses penyidikan terkait dengan dugaan korupsi untuk pengadaan kelengkapan rumah jabatan di DPR RI," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (23/2/2024).

Berdasarkan Undang-Undang KPK, setiap perkara yang telah naik ke tahap penyidikan pasti turut disertai dengan penetapan tersangka. Meski demikian, pengumuman pihak yang ditetapkan sebagai tersangka beserta pasal yang disangkakan dan konstruksi perkara akan dilakukan pada saat konferensi pers penahanan.

"Pasti kami sampaikan, ya. Pada prinsipnya, KPK pasti terbuka menyampaikan seluruh kegiatan dari penindakan ini, tetapi tentu ada batasan-batasan," ujar Ali.

Lebih lanjut, Ali mengatakan seluruh detail perkara tersebut akan dibuka seluas-luasnya kepada publik dalam proses persidangan, sehingga seluruh masyarakat bisa menilai hasil kerja KPK dalam pemberantasan korupsi.

"Tapi nanti ketika proses persidangan pasti dibuka seluas-luasnya. Seluruh alat bukti yang diperoleh dari proses penyelidikan atau pun keterangan dari para saksi yang sudah dipanggil, pasti dibuka dalam sebuah berita acara pemeriksaan".

"Dan itu juga diserahkan secara resmi kepada penasihat hukumnya, kepada terdakwa, untuk sama-sama kemudian dibuktikan di depan majelis hakim secara terbuka," tuturnya.

Adapun saksi-saksi lain yang dipanggil untuk diperiksa penyidik KPK dalam kasus ini adalah sebagai berikut:

1. Erni Lupi Ratuh Puspasari (PNS Setjen DPR RI /Staf Setkom VI)

2. Firmansyah Adiputra (PNS Setjen DPR RI (Pemelihara Sarana dan Prasarana / Anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan Pengadaan Sarana Kelengkapan RJA Kalibata DPR RI TA 2020)

3. Moh Indra Bayu (PNS Setjen DPR RI (Analis Tata Usaha Bagian Pengadaan Barang dan Jasa)

4. Masdar (PNS Setjen DPR RI / Pengadministrasi Umum / Anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan Pengadaan Sarana Kelengkapan RJA Kalibata DPR RI TA 2020).

5. Mohamad Iqbal (PNS Setjen DPR RI (Pemelihara Sarana dan Prasarana / Anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan Pengadaan Sarana Kelengkapan RJA Ulujami DPR RI TA 2020)

6. Muhammad Yus Iqbal (Kabag Risalah Persidangan I DPR RI, tanggal 1 Juli 2019-sekarang)

7. Rudo Rochmansyah (Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan DPR RI 2019-2021)

8. Satyanto Priambodo (PNS Setjen DPR RI / Kepala Biro Pengelolaan Bangunan dan Wisma DPR RI)

9. Sjaepudin (PNS Setjen DPR RI/Analis Bagian Pengadaan Barang/Jasa 2019-2020)

10.  Sri Wahyu Budhi Lestari (PNS Setjen DPR RI /Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa)

11. Sutrisno (PNS Setjen DPR RI/Kepala Subbagian Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa)

12. Syamsul Hadi (PNS Setjen DPR RI (Pemelihara Sarana dan Prasarana/Anggota Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan Pengadaan Sarana Kelengkapan RJA Ulujami DPR RI TA 2020)

13. Tomy Susanto (PNS Setjen DPR RI)

14. Usman Daryan (Pemelihara Sarana dan Prasarana Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR RI Tahun 2012- sekarang)

15. Wildan (PNS/Kasubbag Admin dan Logistik Pamdal DPR RI)

16. Adhar (Direktur PT Haradah Jaya Mandiri); Adung Karnaen (Direktur Utama PT Alfriz Auliatama)

17.  Andi Wiyogo (Swasta).

18. Mantan karyawan jenama elektronik Samsung, Aramdhan Omargandjar

19. Budi Asmoro (Direktur Utama PT Wahyu Sejahtera Berkarya)

20. Andri Wahyudi (Freelancer Koordinator Pengawas Lapangan RJA Ulujami-PT Sigmabhineka Konsulindo (Tahun 2020)

21. Andrias Catur Prasetya (Project Manager PT Integra Indocabinet)

22. Anita Emelia Simanjuntak (Ibu Rumah Tangga)

23. Ariel Immanuel A M Sidabutar (Direktur PT Abbotindo Berkat Bersama)

(wan)