Cawe-cawe Oknum Pejabat BPKP Kepri dengan PPK DBMSDA Batam di Proyek Jalan Simpang Global-Yos Sudarso-Simpang Seruni Tahap 2

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 18 Mei 2024 18:03 WIB
Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) (Foto: MI/Dok BPKP Kepri)
Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) (Foto: MI/Dok BPKP Kepri)

Jakarta, MI - Oknum pejabat Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Pemerintah Kota Batam diduga cawe-cawe dalam proyek peningkatan jalan Simpang Global-Yos Sudarso-Simpang Seruni tahap 2. 

Adalah dengan cara diduga memanipulasi laporan anggaran sisa pembayaran proyek kepada pihak kontraktor. 

Dugaan cawe-cawe itu bermula ketika perusahaan milik Suparman, CV Putra Kajima yang beralamat di Ruko Greenland Blok F2 Nomor 07, Teluk Tering, Kecamatan Batam Kota, Kota Batam yang merupakan pihak pemenang lelang tender untuk mengerjakan proyek Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Batam, dengan kontrak No. 41/PG.01.02/SPJ/RJ/BM/IV/2022, tanggal 06 April 2022, Paket Peningkatan Jalan Simpang Global-Yos Sudarso-Simpang Seruni (Tahap 2).

Pasca penyelesaian proyek tersebut hingga saat ini perusahaan CV Putra Kajima belum dibayar lunas oleh DBMSDA Kota Batam. "Alasannya karena kami menolak adanya pemotongan dana sebesar Rp780 juta, oleh PPK bernama Dohar Magalindo, dengan alasan yang tidak jelas," ungkap Suparman kepada wartawan sebagaimana dikutip Monitorindonesia.com, Sabtu (18/5/2024).

Menurut Suparman, dugaan keterlibatan BPKP Kepri dalam merugikan kontraktor, bermula adanya dari final kwantiti proyek dengan nilai kontrak pekerjaan sebesar Rp7.209.547.880,00. Sisa belum dibayar menurut kontrak masih 57% atau Rp4,5 miliar. 

Sedangkan riil pelaksanaanya Rp4,9 miliar. Namun versi PPK, Dohar tanpa bisa memberikan data alasan pemotongan sisa tagihan adalah Rp3,940 miliar. “Kalau maunya Dohar, ini dipenuhi, maka saya akan mengalami kerugian Rp960 juta,” ungkap Suparman. 

Anehnya, lanjut Suparman, bahwa berdasarkan tagihan versi BPKP lainnya adalah sebesar Rp4,112 miliar sehingga potensi kerugian akibat pemotongan tagihan Rp788 juta.

“Kedua hitungan tagihan ini melibatkan pihak BPKP. Bagaimana bisa ada dua versi, harusnya hitungan untuk ke saya dan BPKP harus sama. Di sinilah saya menilai BPKP cawe-cawe dengan PPK dengan membuat tagihan double posting, tapi berbeda,” beber Suparman.

BPKP mereferensikan kepada pihaknya sebesar Rp4,112 miliar sisa dari tagihan Suparman. 

"Ada bukti SMS-nya ke saya. Tetapi diam-diam BPKP membuat juga skenario dengan pejabat PPK Dohar, diharapkan dia kasi ke Dinas Bina Marga nilainya lebih rendah. Saya tanya ke dia kenapa bisa dua laporan yang berbeda. Lalu mereka (BPKP) memanggil saya ke kantornya, tetapi saya tidak bersedia."

"Saya mau telusuri lebih dahulu sebab mereka (BPKP) membuat laporan dan diantarkan ke PU (Bina Marga). Semestinya jika ada laporan dari BPKP, harusnya saya diberikan juga (tembusannya),” jelas Suparman.

Menurut Suparman, sudah menjadi rahasia umum keberadaan poyek di Pemkot Batam. Pada umumnya, tambah Suparman, diduga ada ‘fee’ yang wajib diberikan oleh pelaksana proyek, yakni para kontraktor kepada pejabat Pemko Batam, melalui PPK.

Tidak hanya sebatas itu permainan ini, lanjut Suparman, bahkan melibatkan pejabat BPKP Perwakilan Pemprov Kepri yang ikut cawe-cawe dalam praktik memanipulasi pembayaran proyek instansi kepada kontraktor.

Memang kalau bicara kata praduga/dugaan ini dalam perspektif ilmu penelitian hukum, adalah sesuatu yang tidak bersuara, namun yang tidak bersuara ini akan bersuara lantang ketika kata dugaan ini masuk dalam ranah persidangan, melalui kewenangan yang dimiliki seorang hakim.

”Dugaan kita ya, pasti kalau saya katakan begini, ya setiap proyek di Batam ini enggak ada enggak main-main fee. Kita ‘disclaimer’ dulu ini, bahwa ini dugaan kita ya," tutur Suparman.

"Dugaan kita seperti itu, tapi memang kalau kita bicara dugaan, kalau di dalam ilmu penelitian hukum dugaan itu tidak berbunyi di situ dugaan. Itu berbunyi di pengadilan, pengadilan yang memegang kalimat,” sambung Suparman.

Proyek di Pemkot Batam penuh dugaan rasuah?
Suparman menyebutkan bahwa pihaknya menduga proyek-proyek fisik di Pemkot Batam penuh dengan kolusi dan korupsi. Adapun proses pengaturannya ada di tangan PPK. 

Kata dia, pejabat itu bekerja sama dengan BPKP Kepri, dalam mengatur laporan keuangan sehingga dibuat laporan palsu yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

“(PPK) Ini kan tempat basah, mungkin dia (PPK) banyak setor ke mana-mana. Duit empuk (banyak) di situ, banyak proyek masuk yang pakai fee (komisi atau gratifikasi),” ungkap Suparman.

Suparman menegaskan, dalam sepuluh tahun terakhir, Wali Kota Batam ex-officio Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, saat ini tidak lagi membina kontraktor tetapi justru membinasakan, khususnya dalam masa lima tahun terakhir menjelang berakhir jabatannya.

“Enggak (membina), dia (Walkot Batam-red) membinasakan kontraktor, bukan membina kayaknya dalam 10 tahun terakhirnya, terutama paling mencolok, dalam 5 tahun terakhir".

"Semenjak PPK-nya Dohar, itu memang hancur-hancuran kontraktor, banyak kontraktor yang berani ngomong kayak gitu. Bisa ditanya saja kalau saya ngomong kan apa adanya saja kan, gak ada saya tutup-tutupi,” timpal Suparman.

Dan salah satu tindakan sangat merugikan kontraktor karena keterlibatan BPKP dalam pembuatan laporan untuk mengelabui dugaan tindak korupsi dalam proyek-proyek yang dijalankan pemerintah, baik Pemko Batam, maupun Badan Pengusahaan (BP) Batam.

“BPKP bermain, di sini dengan surat yang dikeluarkan. Banyak surat pengaduan saya kirim ke Inspektorat, ada 23 kali, dan 40 kali surat saya kirimkan ke Wali Kota Batam, tetapi tidak ada tindakan perbaikan,” demikian Suparman.

Cawe-cawe ini adalah bagian dari strategi untuk mendapatkan sejumlah dana (fee) ketika kontraktor akan mendapatkan pembayaran atas selesainya pekerjaan mereka.

Karenanya pihak perwakilan BPKP Kepri dilaporkan ke BPKP Pusat, terkait keterlibatan pejabat BPKP Kepri, dalam pembuatan dua laporan tagihan proyek objek yang sama (double posting) dengan nilai tagihan berbeda. 

Laporan ke BPKP Pusat tersebut teregistrasi dengan surat nomor : 010/CK-BPKP RI/ IV/2024, 4 April 2024, Prihal Pengaduan Pelanggaran Kode Etik oleh BPKP Perwakilan Kepri.

Tak hanya itu saja, Suparman juga membuat laporan yang sama kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dengan tembusan Ombusman Pusat. Sebelumnya Suparman, sudah memohon penjelasan kepada pihak BPKP Kepri, melalui surat yang dikirimkannya tanggal 20 Maret 2024, Nomor: 011/CK/BTM/III/2024.

"Setelah saya tahu, di sini ada BPKP bermain, dibuktikan dengan surat yang dikeluarkan oleh dia (BPKP), itu kan merugikan saya. Surat yang saya sebarkan itu kan merugikan saya. BPKP membuat dua opsi (dua laporan keuangan yang berbeda), itu kan dua opsi gak benar itu, kan mengadu-adu namanya BPKP itu (kontraktor dan pemerintah). Permasalah ini saya laporkan juga ke KASN Pusat, dan ke Ombudsman,” kata Suparman.

Bakal dilaporkan ke BPKP RI 
Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (FORKORINDO), Tohom, menilai bahwa kasus ini mengelitik intuisi nalar pikirannya untuk menggali lebih dalam lagi untuk mendapatkan benang merah atau akar permasalahannya, kenapa kasus ini bisa terjadi.

"Sebagai seorang praktisi, begitu saya membaca berita kasus ini pikiran dan intuisi saya spontan berselancar jauh untuk mencari akar permasalahannya," ujar Tohom dikitip pada Sabtu (18/5/2024).

Menurut Tohom, kontraktor pemenang lelang proyek secara umum mendapatkannya melalui proses lelang proyek dengan persaingan yang begitu ketat, bahkan harus siap menghadapi intrik intrik jebakan dari PPK dan panitia lelang untuk mendiskualifikasi peserta dengan alasan kekurangan kelengkapan dokumen.

"Karenanya secara umum para kontraktor pemenang lelang itu sebagian besar bukan karena ada transaksi fee untuk memenangkan proses lelang".

Karena itu secara nyata pula akhirnya para pemenang proyek lelang akan dikerjain oleh PPK dalam pelaksanaan termyn pekerjaannya khususnya ketika masuk ke termyn pembayaran pekerjaan," ungkapnya.

Seperti permasalahan yang dialami CV. Putra Kajima, menurut Tohom sangat luar biasa dan sudah di luar nalar akal sehat. Zolim mereka, ketus Tohom. Sebab kalau sebatas PPK yang bermain ("memeras"-red) itu sudah menjadi rahasia umum dikalangan para kontraktor, khususnya untuk pekerjaan berskala kecil alias penunjukan langsung (PL).

"Namun menjadi luar biasa ketika lembaga terhormat negara sekelas BPKP cawe - cawe  dengan PPK ketika masuk proses pembayaran pekerjaan kepada kontraktor. Dengan terungkapnya kasus ini tentunya sangat memalukan dan mencoreng nama institusi BPKP," kata Tohom.

Sangat ironis dan terbilang kejam, padahal proyek tersebut sudah sangat lama selesainya, bahkan sudah dinikmati masyarakat pengguna jalan Batam, namun belum dibayar PPK sisa anggaran proyek dikarenakan kontraktornya menolak pemotongan pembayaran tanpa ada dasar hukumnya.

"Apalagi nilai pemotongan tersebut bila dipersentasikan dengan nilai proyek sebesar Rp7.209.547.880,00, dan besaran pemotongan proyek, opsi 1 Rp. 960.000.000 atau opsi 2, 740.000.000".

"Maka, sudah mencapai angka berkisar 11 - 15 persen, lantas dari mana lagi keuntungan kontraktornya kalau setuju dengan pemotongan usulan BPKP dan PPK tersebut," tambahnya.

Tohom pun sangat yakin, bahwa kondisi keuangan kontraktornya saat ini pasti sedang terbelit hutang. "Apa perbuatan mereka itu bukan Zolim namanya," kata Tohom,

Dia menilai bahwa diamnya para pejabat terkait yaitu Kadis Bina Marga dan Sumber Daya Air, Suhar dan Pejabat BPKP Kepri, Imbuh Agustanto, mengindikasikan kebenaran adanya kasus ini.

"Sebab setiap kata yang terucap di media masa itu ada pertanggungjawaban publik dan hukumnya, dan mereka yakin kontraktor yang di zolimi punya data lengkap, karenanya jalan amannya diam, walaupun nama baik diri mereka dan kehormatan institusi lembaga tempat mereka bekerja jadi malu dan rusak," bebernya.

Sebegitu tegasnya pernyataan kontraktornya yang di alamatkan kepada Wali Kota Batam ex officio kepala BP Batam Muhammad Rudi, bahwa semasa dalam sepuluh tahun menjabat, Wali Kota Batam ex-officio Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, saat ini tidak lagi membina kontraktor tetapi justru membinasakan, khususnya dalam masa lima tahun terakhir menjelang berakhir jabatannya.

Pernyataan kontraktor tersebut pun Tohom sesali, kenapa tidak digubris oleh Muhammad Rudi. Padahal dia adalah pejabat publik kepala daerah Batam, dan kepala BP Batam.

"Diamnya Muhammad Rudi dapat diartikan tuduhan tersebut benar adanya, dan dengan sendirinya mencoreng nama baik, kewibawaan serta kehormatan dirinya pribadi, keluarga, jabatan dan nama baik kota Batam," ungkap Tohom.

"Dia, Rudi kan memiliki instrumen yang siap diperintah seperti inspektorat atau humas untuk mengeliminir atau menyelesaikan kasus ini secara cepat dan tepat. Diamnya Dia (Rudi) sama dengan mengakui tuduhan tersebut benar," sambungnya.

Karena tidak proaktifnya BPKP Perwakilan Kepri dalam menyikapi penyelesaian kasus ini, maka Forkorindo akan membawa persoalan kasus ini ke pihak BPKP Pusat.  "LSM Forkorindo akan segera membawa dan melaporkan persoalan ini ke BPKP Pusat," demikian Tohom.

Berita Terkait