DPR Desak APH Buka Nilai Kerugian Negara Kasus Tambang Emas Ilegal di Kalimantan yang Dilakukan WNA China

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 25 Mei 2024 00:18 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto (Foto: MI/Dhanis)
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mendesak aparat penegak hukum (APH) agar membuka nilai kerugian negara dalam kasus tambang emas ilegal di Kalimantan yang dilakukan WNA China sebagaimana kasus dugaan korupsi PT Timah Tbk., Bangka Belitung (Babel).

"Angka kerugian negara tersebut jangan ditutup-tutupi, harus segera disebut sebagaimana kasus korupsi timah di PT Timah, Babel. Tidak apa-apa kalaupun masih berupa angka perkiraan kasar," kata Mulyanto kepada para wartawan, Jumat (24/5/2024).

Pada kasus korupsi timah di Babel, tutur Mulyanto, disebut angka perkiraan kerugian negara yang terjadi sehingga publik perhatian terhadap pengungkapan kasus ini. "Ini penting karena publik perlu tahu skala tambang emas ilegal ini agar dapat terus mengawal pengungkapannya secara tuntas," tegas Wakil Ketua F-PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan itu.

Mulyanto mendesak aparat penegak hukum segera mengungkap jaringan tambang emas ilegal ini tanpa pandang bulu.  "Ditangkapnya satu orang anggota Densus 88 yang membuntuti Jampidsus Kejakgung yang tengah menangani kasus mega korupsi timah adalah salah satu indikasi kemungkinan kasus korupsi tambang ini dibeking aparat tinggi," ujar Mulyanto.

"Tambang ilegal ini kan dilakukan secara terang-terangan dengan menggunakan alat berat serta telah menggali tunel sepanjang 1.648,3 meter dan volume tunnel sebesar 4.467,2 meter kubik. Jadi sangat mungkin kalau kejahatan ini ada bekingnya," lanjut Anggota Baleg DPR RI ini.

Mulyanto pun menyoroti banyaknya WNA yang terlibat dalam perbuatan melawan hukum itu yaitu sebanyak 80 orang, dimana sebagian TKA tidak memiliki visa kerja. 

Menurut Legislator asal Dapil Banten 3 ini, kejadian itu menunjukan adanya jaringan yang mengatur kedatangan dan penempatan WNA tersebut. "Kok bisa dilakukan. Ini juga menjadi indikasi adanya beking orang kuat dalam kasus tambang ilegal tersebut," tandas Mulyanto.