Anggota Densus 88 Kuntit Jampidsus: Aroma Perseteruan Kejagung dan Polri!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 26 Mei 2024 15:11 WIB
Ilustrasi - Densus 88 Antiteror Polri (Foto: Istimewa)
Ilustrasi - Densus 88 Antiteror Polri (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI -  Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Polri harus transparan soal dugaan penguntitan anggota polisi dari satuan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror terhadap Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah saat makan malam di salah satu restoran di Cipete, Jakarta Selatan belum lama ini.

"Kejagung juga harus ungkap ke publik hasil interogasi terhadap anggota Densus yang ditangkap Kejagung. Jika tidak, maka tidak menutup kemungkinan akan terulang kembali kasus serupa dimasa yang akan datang,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana) Samuel F Silaen kepada wartawan, Minggu (26/5/2024).

Menurut Silaen, dugaan penguntitaan dan teror itu menunjukan aroma perseteruan dua lembaga penegak hukum itu sangat terlihat dan dibaca oleh publik. 

Meskipun hal itu hanya dilakukan oleh oknum- oknum terkait langsung dengan kasus yang ditangani oleh Kejagung, tetapi dapat diibaratkan fenomena gunung es, yang terlihat dipermukaan itu sebagian kecil saja.

“Kira- kira apa sih yang melatarbelakangi munculnya perseteruan tersebut, patut diduga keras, bahwa hal itu terkait kasus-kasus yang sedang ditangani oleh korps adhyaksa tersebut, yang melibatkan oknum aparat penegak hukum".


"Kita sebut oknum- oknum karena tentu bukan penugasan langsung institusinya,” jelasnya.


Belakangan ini Kejagung, kata dia, memang banyak menangani dan membongkar kasus-kasus mega korupsi yang melibatkan banyak pihak. Kasus- kasus besar tentunya melibatkan para oknum- oknum yang selama ini mejadi 'backing'nya.

Adanya beking itu, menurut Sialen, tentu bukan lagi rahasia umum lagi. Sebab kasus mega korupsi puluhan bahkan ratusan triliun tidak bisa berlangsung begitu lama bila tidak ada oknum-oknum tertentu yang menjadi 'beking'nya.

Itulah sebabnya, diduga Densus mencoba menggertak atau menakut- menakuti Kejagung agar tidak membongkar kasus-kasus mega korupsi tersebut.

"Bila ditelurusi 'patgulipat' bisnis yang merugikan negara, sesuatu yang mengerikan bagaimana oknum- oknum aparat berada dibalik kasus-kasus yang sedang ditangani oleh Kejagung tersebut,” lanjutnya.

Berbahaya bagi kelangsungan masa depan bangsa ini, tambah Silaen, bila penegakan hukum di Indonesia jadi backing para koruptor atau perampok harta warisan bangsa.

"Misalnya kasus tambang timah yang lagi ditangani oleh Kejagung disinyalir melibatkan para oknum- oknum pejabat dan seterusnya,” pungkasnya.

Adapun Jampidsus Febrie Adriansyah diduga dikuntit oleh anggota Densus 88 Antiteror Polri di salah satu restoran di Cipete, Jakarta Selatan pada pekan lalu.

Dari enam anggota Densus 88 yang diduga terlibat, Polisi Militer (PM) yang melekat mengamankan Jampidsus berhasil menangkap satu penguntit yakni Bripda IM diduga Iqbal Mustofa.

Saat itu, IM diduga menyamar sebagai pegawai perusahaan pelat merah (BUMN) PT Telkom Indonesia berinisial HRM diduga Herjuna Raka Maheswara. 

Monitorindonesia.com, Minggu (26/5/2024) mengonfirmasi Dirut PT Telkom Indonesia, Ririek Adriansyah soal apakah benar HRM diduga Herjuna Raka Maheswara itu merupakan BKO di PT Telkom Indonesia, namun belum memberikan respons.

Berdasarkan informasi yang diterima, IM diduga menjalankan misi 'Sikat Jampidsus' bersama lima orang lainnya yang dipimpin seorang perwira polisi berpangkat menengah. Namun saat itu hanya IM yang berhasil ditangkap petugas Jampidsus.

Menyusul penangkapan tersebut, pada Senin (20/5/2024) malam, terjadi peristiwa konvoi personel kepolisian dengan seragam hitam-hitam, membawa senjata laras panjang, berboncengan mengendarai sekitar sepuluh motor trail di kawasan kompleks Kejagung di Bulungan-Blok M, Jaksel. 

Pantauan Monitorindonesia.com di luar kompleks Kejagung pada malam sekitar pukul 23:05 WIB itu, puluhan motor trail yang membawa personel seragam hitam-hitam itu, juga membawa serta satu kendaraan taktis lapis baja, antihuru-hara.

Konvoi personel hitam-hitam dengan senjata laras panjang itu, sengaja berhenti di pintu utama gerbang barat Kejakgung yang berada di Jalan Bulungan. Konvoi tersebut berhenti lama sekitar 10 menit dengan menyalakan sirene dan berteriak-teriak.

Sementara petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) Kejagung yang berjaga-jaga di pintu barat tersebut memilih untuk menutup cepat gerbang. Dan konvoi seragam hitam-hitam tersebut melanjutkan aksinya dengan mengitari kompleks Kejagung sebanyak tiga sampai empat kali melalui Jalan Bulungan ke arah Jalan Panglima Polim kawasan Blok M.

Tidak ada peristiwa kontak fisik pada kejadian malam itu (20/5/2024). Akan tetapi sepanjang Selasa (21/5/2024) di sekitar gedung Kejagung, pun terlihat terjadi peningkatan jumlah personel keamanan berseragam Mabes TNI. Bahkan satuan Pamdal diwajibkan mengenakan kevlar-rompi anti-peluru.

Selain memiliki satuan pamdal internal, sejak 2022 pascamasifnya penanganan kasus-kasus korupsi yang dilakukan Jampidsus Kejagung juga meminta bantuan Mabes TNI untuk menerjunkan personel dalam melakukan pengamanan melekat. 

Sejak saat itu, sering terlihat anggota PM maupun Angkatan Darat (AD) sering berjaga-jaga di kompleks Kejagung. Akan tetapi, pada Selasa (21/5/2024) jumlah pesonel keamanan dari TNI, khususnya PM, dan AD semakin bertambah. 

Pada Selasa (21/5/2024) petang juga, sejumlah personel PM dan AD yang berjaga-jaga di Gedung Kartika melakukan sweeping udara. Karena dikabarkan adanya drone-drone yang melintas di atas gedung tersebut.