Oknum Auditor BPK 'Palak' Kementan Rp 12 M, Pakar Hukum: Kok Bagai 'Bandit Merajalela'

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 2 Juni 2024 20:46 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Praktik dugaan suap yang dilakukan oknum auditor dan anggota di lingkungan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK RI itu nyata, dimana telah melakukan kejahatan yang melekat dengan kedudukan atau jabatan yang bertentangan dengan kewajibannya.

Fungsi auditor BPK yang melekat dan strategis kok digunakan untuk perilaku bagai 'bandit merajalela' dan karenanya perilaku culas begini harus diberantas habis, kata Azmi Syahputra, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki).

Azmi begitu disapa Monitorindonesia.com baru-baru ini menyatakan hal demikian merespons acap kalinya oknum anggota/auditor BPK tersangkut dugaan rasuah. 

Seperti yang teranyar adalah dua oknum auditor BPK, Victor dan Haerul Saleh yang disebutkan dalam persidangan kasus dugaan korupsi Syahrul Yasin Limpo atau SYL, mantan Menteri Pertanian (Mentan). Bahwa oknum tersebut disebut meminta uang 'pelicin' Rp 12 miliar agar Kementan mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Menurut Azmi yang juga Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), bahwa kasus tersebut sungguh miris dan tindakan memalukan yang dilakukan oknum pegawai BPK. 

Azmi Syahputra
Azmi Syahputra (Foto: Dok MI/Aswan)

Suap maupun pemerasan terkait laporan audit, itu terstruktur mulai dari tim pemeriksa, pengendali teknis, penanggung jawab dan anggota. 

"Siapa pun yang melakukan pemerasan atau menerima suap atas jabatannya dan menerima penyuapan termasuk bagi pejabat yang membiarkan, masuk dalam kualifikasi bersama-sama dalam permufakatan jahat," tegas Azmi dikutip pada Minggu (2/6/2024).

"Mereka itu ikut bertanggung jawab secara hukum karenanya harus segera diperiksa semua pihak-pihak dimaksud," tambah Azmi menegaskan. 

Ini sangat jelas dari peristiwa dan keterangan saksi di persidangan ada permintaan pegawai BPK karenanya masuk dalam kategori suap aktif (actieve omkooping). Di mana, uang suap tersebut telah diterima. 

Uang yang berjumlah miliaran dari manipulasi proyek telah diterima berpindah tangan sehingga perbuatan ini sudah selesai dilakukan. 

"Jadi jelas nyata para pelaku auditor BPK ini melakukan dengan sengaja, punya kehendak dan mengetahui untuk disuap secara sadar yang bertentangan dengan jabatannya," beber Azmi.

Hendaknya dipenjara seumur hidup
Penerima suap dengan karakteristik secara aktif yang meminta maka semestinya dikenakan ancaman hukuman pidana maksimal berupa penjara seumur hidup. 

Dan bagi siapa pun yang menerima terkhusus bagi anggota tim BPK yang terlibat dalam kasus ini harus dipecat. Diberhentikan dengan tidak hormat. Sebab oknum BPK ini melakukan perbuatan suap dan atau patut diduga menerima uang.

"Agar tidak melakukan sesuatu dalam fungsi jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya," tegas Aazmi.

Teruntuk aparat penegak hukum (APH) yang menangani kasus ini, Azmi mendesak agar memperluas penyidikannya. "KPK harus memperluas perkara tidak sebatas suap tetapi juga menyelidiki perbuatan lainnya berupa tindak pidana pencucian uang," desak Azmi.

Termasuk adanya permufakatan jahat guna meminta pertanggungjawaban pidana pelaku sekaligus menjadi alasan penerapan pemberatan hukuman maksimal bagi pelaku," imbuh Azmi Sayhputra.

BPK Palak Kementan
Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) pamer WTP

Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menegaskan bahwa perkara suap jual beli status opini wajar tanpa pengecualian atau WTP bukan baru kali ini terjadi. 

"WTP itu bukan barang baru, sudah lama terjadi dan patut diduga itu terjadi, bukan barang baru lah itu, bukan yang aneh, karena di BPK banyak politisi," kata Agus  kepada Monitorindonesia.com.

Atas kesaksian saksi dalam sidang kasus ini, PPATK didesak menelusuri transaksi keuangan para auditor BPK hingga pada pimpinannya. Namun Agus ragu dengan keberanian PPATK dan aparat penegak hukum lainnya.

"Masalahnya, berani nggak aparat penegak hukumnya? karena itu bukan barang baru. Jika ini diduga benar ya ditangkap saja atau diurus saja. Berani juga nggak KPK buka penyidikan baru lagi, silakan dilidik saja," jelas Agus.

Agus mengatakan dugaan permintaan uang itu menandakan transaksi gelap di lingkup kementerian belum dihentikan. "KPK harus segera mengusut semua pihak yang diduga menerima uang dari terdakwa Syahrul termasuk ke BPK itu," tandas Agus menegaskan.