Tersangka Korupsi Jual Beli Gas Negara, Danny Praditya dan Iswan Ibrahim Tak Kunjung Dipanggil, KPK Buka Suara

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 17 Agustus 2024 3 jam yang lalu
Diduga tersangka korupsi jual beli gas negara, Danny Praditya (kiri) dan Iswan Ibrahim (kanan) (Foto: Dok MI/Aswan/Diolah dari berbagai sumber)
Diduga tersangka korupsi jual beli gas negara, Danny Praditya (kiri) dan Iswan Ibrahim (kanan) (Foto: Dok MI/Aswan/Diolah dari berbagai sumber)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK buka suara soal kapan tersangka kasus dugaan korupsi jual beli gas di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dipanggil ke Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta Selatan (Jaksel).

Lembaga anti rasuah itu memang telah menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut. Yaitu, Danny Praditya (DP) yang merupakan mantan Direktur Komersial PT PGN periode 2016-2019. Danny juga mantan Direktur Utama PT Inalum. Dan Iswan Ibrahim, Direktur Utama PT Isar Gas. 

Keduanya ditetapkan tersangka dengan dua sprindik berbeda. Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprindik 79/DIK.00/01/05/2024 tanggal 17 Mei 2024. Serta, Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprindik 80/DIK.00/01/05/2024 tanggal 17 Mei 2024.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada beberapa waktu lalu menyatakan bahwa, kepada mereka yang tersangka maupun saksi akan dipanggil namun tergantung pada kebutuhan penyidik KPK itu sendiri.

"Pemanggilan saksi atau tersangka bergantung kepada kebutuhan penyidik dalam rangka pemenuhan unsur perkara yang sedang ditangani," jelas Tessa dikutip pada Sabtu (17/8/2024).

Soal kapan, Danny dan Iswan dipanggil penyidik KPK, Tessa jubir berlatarbelakang penyidik itu mengaku belum mendapatkan informasi. "Belum ada info dari penyidik," tegas Tessa.

Kasus posisi

Dalam kasus ini, KPK menerapkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai kerugian keuangan negara dalam penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkungan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mencapai ratusan miliar rupiah itu.

KPK menindaklanjuti laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kasus PGN itu.

Adapun kasus PGN-Isar Gas bermula dari kesepakatan jual beli yang mengatur Isar Gas akan menyuplai gas sebanyak 15 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) kepada PGN selama 6 tahun dengan opsi perpanjangan 4 (empat) tahun. Dalam perjanjian ini juga ada kesepakatan PGN membayar
uang panjar sebesar $15 juta. 

Dana itu dianggap sebagai utang yang akan digunakan Isar Gas untuk membayar utang kepada perusahaan-perusahaan lain. Jatuh tempo pelunasan disepakati 6 tahun dengan skema angsuran dalam bentuk gas. Namun, berdasarkan laporan BPK, hingga batas waktu yang disepakati Isar Gas baru mengirim gas senilai $800 ribu.

Eks Dirut PT Inalum, Danny Praditya (Foto: Istimewa)
Danny Praditya (Foto: Istimewa)

Laporan BPK menyebutkan, dalam penyusunan kerja sama dan pemberian uang muka kepadaISAR Gas, Direktur Komersial PGN pada periode itu tidak mempertimbangkan mitigasi risiko dan analisis untung rugi, serta tidak didukung jaminan yang memadai sehingga terbukti transaksi tersebut bermasalah. 

BPK menganggap manajemen PGN tidak mematuhi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

Peraturan Menteri tersebut memuat larangan penjualan gas bertingkat. Penjual gas kepada konsumen akhir seperti PGN tidak boleh membeli gas dari pedagang atau pihak ketiga yang tidak memiliki infrastruktur (broker). PGN seharusnya membeli langsung dari perusahaan pengelola ladang gas.

Menilik Peran Iswan Ibrahim Dirut Isargas di Kasus Suap PLTU Riau-1, Kini Tersangka Korupsi PGN!
Iswan Ibrahim (Foto: Istimewa)

Manajemen PGN seharusnya mempertimbangkan ketika hendak melakukan transaksi dengan PT Isar Gas yang tidak mengelola ladang gas.

KPK perlu tuntaskan kasus ini

Kedua tersangka dalam kasus ini mempunyai jabatan tinggi sebelumnya yaitu direktur yang mendapat kesempatan atas kewenangannya untuk melakukan tindak pidana korupsi. 

Maka, KPK perlu segera menuntaskan penyidikan dugaan korupsi ini sekaligus menjadi titik mula bagi pemerintah untuk serius menertibkan proses bisnis komoditas strategis yang berpotensi merugikan negara.

Permasalahan dugaan adanya tindak pidana korupsi kembali terjadi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

Komisi III DPR RI dapat menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPK guna memantau perkembangan kasus tindak pidana korupsi PT PGN sekaligus membahas evaluasi kinerja KPK periode 2019-2024 dan isu-isu aktual yang terjadi. 

Hal ini bertujuan agar proses penegakan hukum berjalan dengan efektif dan mendatangkan manfaat bagi negara khususnya dalam rangka pengembalian kerugian negara. 

DPR RI juga dapat mempertimbangkan untuk membentuk panitia khusus dalam rangka pengawasan gabungan antar komisi mengingat PT PGN merupakan BUMN yang bermitra dengan Komisi VI DPR RI sehingga fungsi pengawasan DPR RI atas penegakan hukum dapat berjalan dengan baik. (an)