Soal Pemeriksaan Tan Paulin TPPU Rita Widyasari, Ini Kata KPK


Jakarta, MI - Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Tan Paulin di Surabaya pada bulan yang lalu, pemeriksaan terhadapnya belum diketahui kapan dilakukan penyidik lembaga anti rasuah itu.
"Belum ada informasi dari penyidik," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto sembari membenarkan penggeledahan itu terkait dengan dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, dikutip Selasa (20/8/2024).
Dalam giat penggeledahan, KPK tentunya mengincar bukti-bukti diduga memiliki kaitan dengan kasus dugaan rasuah yang sedang diusutnya. "Dokumen yang terkait dengan dugaan gratifikasi oleh tersangka RW (Rita Widyasari)," ungkap Tessa.
Demi memudahkan pengusutan kasus ini, KPK disesak segera memanggil dan memeriksa Tan Paulin dan pihak lainnya diduga terlibat. Namun bagaimana jika KPK mengulur ulur waktu pemeriksaan terhadap saksi ataupun tersangka, hingga menyebabkan waktu seorang saksi atau tersangka terbuang percuma hanya untuk menunggu waktu pemeriksaan oleh penyidik?
Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, tidak menentukan waktu pemeriksaan saksi dan tersangka.
Hanya saja, sebelum dilakukan pemeriksaan, saksi dan tersangka akan terlebih dahulu ditanyakan apakah dalam keadaan sehat jasmani dan rohani untuk dapat dimintai keterangan.
Sementara itu, dalam Pasal 21 UU Tipikor menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”
Di KPK, jika suatu kasus sudah naik ke tahap penyidikan, maka sudah ada yang berstatus sebagai tersangka. Hanya saja, pihak KPK sempat mengumumkan penyidikan tanpa adanya penetapan tersangka.
"Pasal 44 (UU KPK) itu jelas mengatakan bahwa jika penyelidik menemukan alat bukti, maka laporan ke pimpinan untuk melakukan penyidikan, jika menemukan alat bukti. Kalau tidak ya kembali pada KUHAP pasal 1 angka 5. Tersangka dan alat buktinya akan kami bangun di proses penyidikan," mengutip pernyataan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat pengumuman kasus dimulainya penyidikan kasus dugaan korupsi di LPEI dilakukan KPK dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024)
Adapun isi pasal yang disebut oleh Ghufron adalah sebagai berikut:
Pasal 44 UU KPK
1. Jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut, penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
2. Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik.
3. Dalam hal penyelidik melakukan tugasnya tidak menemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi menghentikan penyelidikan.
4. Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan.
5. Dalam hal penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan koordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 1 KUHAP
5. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Penting diketahui, bahwa KPK saat ini tengah menyidik TPPU dengan tersangka mantan Bupati Kutai Kartanegara 2010-2015 Rita Widyasari.
Dalam penyidikan tersebut KPK menyita 91 unit kendaraan dan berbagai benda bernilai ekonomis lainnya. "Jadi ini update secara global, sampai hari ini setidaknya telah dilakukan penyitaan kurang lebih 536 dokumen, bukti elektronik, dan kendaraan yang terdiri dari motor dan mobil mewah kurang lebih 91 unit. Berbagai merek ya, ada Lamborghini, McLaren, BMW, Hummer, Mercedes Benz, dan lain-lain," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat itu.
Penyidik KPK juga menyita lima bidang tanah dengan luas total mencapai ribuan meter persegi dan 30 jam tangan mewah dari berbagai merek.
Ali mengatakan sebagian besar barang sitaan tersebut saat ini dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) KPK di Cawang dan juga di beberapa tempat lain di Samarinda, Kalimantan Timur, dalam rangka perawatan.
Barang sitaan tersebut juga akan ditelusuri asal-usulnya sebagai bagian dari penyidikan dan melalui proses pengadilan akan dirampas untuk negara dalam rangka asset recovery atau pemulihan kerugian keuangan negara.
KPK telah merampungkan perkara gratifikasi yang melibatkan Rita Widyasari, dan saat ini tengah menyidik perkara TPPU sebagai bagian dari pengembangan perkara gratifikasi tersebut untuk mengoptimalkan asset recovery atau mengembalikan hasil korupsi tersebut kepada negara.
Sementara itu, Rita Widyasari juga diketahui masih menjalani vonis 10 tahun penjara sejak 2017. Rita juga dihukum membayar denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima uang gratifikasi sebesar Rp110.720.440.000 terkait perizinan proyek dinas di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. (an)
Topik:
KPK Eks Bupati Kukar Rita Widyasari Tan Paulin Ratu Bara