Dana Infrastruktur Radio Streaming “Sound of Justice” Kejagung dari CSR Bank BCA Terindikasi Gratifikasi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 September 2024 22:08 WIB
Sound of Justice (Foto: Istimewa)
Sound of Justice (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua menilai pembangunan infrastruktur radio streaming (radio internet) “Sound Of Justice” di Gedung Puspen Kejaksaan Agung, sarat dugaan gratifikasi.

Sebab dana pembangunan radio internet berasal dari CSR Bank BCA terindikasi gratifikasi. Sebab, semua anggaran Kementerian dan Lembaga Negara ditentukan dalam APBN.

“Kecuali dana tersebut dilaporkan ke Kemenkeu sebagai pendapatan negara non pajak. Itu pun harus dengan persetujuan DPR,” kata Abdullah menanggapi pemberitaan mengenai pembangunan radio internet, Senin (2/9/2024).

Perlu diketahui hari ini Jaksa Agung ST Baharudin meresmikan penggunaan radio internet, Senin 2 September 2024 bersamaan dengan Hari Lahir Kejaksaan ke-79 tahun 2024.

Sebab pembangunan radio internet bernama “Sound Of Justice” konon menggunakan dana yang berasal dari Corporate Social Responsibility (CSR) Bank BCA sebesar Rp5 miliar.

Dana sebesar Rp5 miliar inilah yang ditengarai sarat gratifikasi dan memicu reaksi publik. “Benar pembangunan insfrastruktur menggunakan dana CSR dari Bank BCA,” ucap Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar.

Untuk itu, Abdullah menyarankan, agar lembaga Kejaksaan Agung tidak dibully masyarakat, sebaiknya Kejagung melakukan konsultasikan hal tersebut dengan KPK.

“Sebab, berdasarkan Pasal 12B UU Tipikor, penerima gratifikasi harus melaporkan ke KPK paling lambat 30 hari kerja. Jika melewati batas waktu tersebut, maka penerimaan dana itu bukan lagi berstatus gratifikasi tapi sudah terkategori sebagai suap,” sarannya.

Gratifikasi lanjut, Abdullah yang nilainya Rp10 juta ke atas penerima harus membuktikan bahwa dana itu bukan suap, maka ia bisa menjadi milik penerima.

“Di sini berlaku kaidah pembuktian terbalik. Namun, jika penerima tidak bisa buktikan bahwa dana itu bukan suap maka dana tersebut disita oleh KPK,” tegas dia.

Sebaliknya ia menambahkan, jika nilai gratifikasi kurang dari Rp10 juta maka KPK akan buktikan bahwa dana itu adalah suap. Jika KPK bisa buktikan bahwa dana itu termasuk suap maka ia dapat disita oleh KPK.

Sayangnya, mantan Kajati Papua Barat itu, tidak menjelaskan fungsi keberadaan radio itu apakah untuk komersil atau menjadi alat propaganda Kejaksaan Agung untuk melakukan pencitraan institusi ditengah mulai memburuknya institusi Kejaksaan karena ulah sejumlah oknum Jaksa maupun keluarganya.

Pasalnya, citra Kejaksaan belakangan mulai tercoreng dengan gaya hedon menantu Staf Ahli Jaksa Agung, Asri Agung Putra. Selain itu carut-marut system promosi jabatan jaksa mendapatkan promosi jabatan tiga kali dalam setahun diduga sarat kolusi.

Belum lagi dugaan kasus penjualan aset korupsi Jiwasraya yang diduga melibatkan Jampidsus FA dan pemberian Jaksa Award. Perlu diketahui, radio streaming “sound of justice” awalnya digagas oleh Ketut Sumedana ketika menjabat Kapuspenkum.

Konon Ketut Sumedana mendapatkan dana CRS dari Bank BCA untuk mendanai pembangunan radio antara lain merombak ruang prees room menjadi kantor radio tersebut. “Dana CRS dari BCA. Kita hanya mensekat ruangan preesrom itu, tanpa mengangu keberadaan teman-teman wartawan jika mau istrirahat sambil ngopi,” ujar Ketut kala itu.

Ketut Sumeda semasa menjabat Kapuspenkum sangat lihai mengambil hati Jaksa Agung Burhanuddin untuk mendapatkan jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali.

Dia mengakui telah menggelontorkan dana ratusan juta rupiah untuk pembuatan buku Jaksa Agung Burhanuddin antara lain berjudul “Jaksa Agung Dalam Pemberitaan”.

“Saya habis dua ratus lima puluh juta untuk buat buku itu. Tapi belum juga mendapat promosi Kajati. Kata bapak (Jaksa Agung-red) kamu jangan jauh-jauh dari saya,” ujar Ketut pada suatu kesempatan kepada beberapa wartawan di ruang kerjanya.

Ketut mengaku pusing jika harus terus menjabat Kapuspenkum Kejaksaan Agung, mengingat dirinya juga perlu jenjang karir. Selain itu, biaya operasional di Puspenkum tinggi sementara sumber dana minim. 

Topik:

Infrastruktur Radio Streaming “Sound of Justice” Kejagung Kejagung Sound of Justice