Robohkan Mafia Kasus di MA, KPK Didorong Supervisi Kasus Zarof Ricar

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 9 November 2024 10:14 WIB
Pakar Hukum Universitas Trisakti Azmi Syahputra (Foto: Dok MI)
Pakar Hukum Universitas Trisakti Azmi Syahputra (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti (Usakti) Azmi Syahputra, mendorong Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi kasus suap mantan Kepala Badan Penelitian Pengembangan Pendidikan, Pelatihan Hukum dan Peradilan MA, Zarof Ricar (ZR) terkait dengan kasasi Ronald Tannur.

Menurut Azmi perbuatan korupsi/suap yang bermotif 6 in 1 criminal (tindak pidana korupsi, TPPU, tindak pidana perpajakan, tindak pidana pemufakatan jahat, jual beli jabatan strategis di lingkungan Mahkamah Agung dan turut serta dalam kejahatan.

"Sehingga KPK harus lakukan supervisi dalam kasus ini guna kolaboratif dan efektif karena patut diduga ada pihak lain yang juga masih terlibat dalam perkara ini," kata Azmi yang Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Jum'at (8/11/2024) malam.

Di sisi lain, kata Azmi, hal ini sesuai asta cita Presiden Prabowo sehingga disarankan karena kasus ini sangat kompleksitas, akut dan sifatnya urgent dan strategis penanganannya.

"Maka wajib langsung memimpin pemberantasan korupsi robohkan mafia peradilan di tingkat Mahkamah Agung agar lebih detail sasaran, fokus dan tuntas siapa pun yang terlibat," tegas Azmi.

Adapun kasus ini tengah diusut Kejaksaan Agung (Kejagung). Dalam pengusutan itu, Kejagung melakukan penggeledahan di rumah Zarof Ricar di kawasan Senayan, Jakarta. 

Saat itu penyidik menemukan uang tunai dari berbagai mata uang yang totalnya senilai Rp920 miliar lebih. Menurut pengakuan Zarof Ricar, uang tersebut sebagian besar didapatkan ketika menjadi makelar kasus di Mahkamah Agung sejak tahun 2012 hingga 2022.

Namun menurut Azmi, kasus ini tidak hanya sekedar ancaman bagi kredibilitas sistem dan penegakan hukum, namun ini merupakan kejahatan jabatan luar biasa yang sering dilakukan secara terencana dan sistematis.

Kata dia, fenomena kasus ini memerlukan pemberantasan yang harus dilakukan secara luar biasa dan penindakan terhadap sindikat pelaku tindak pidana korupsi yang harus dikendalikan dan perlu Tim audit  Khusus yang dikomandani Presiden Prabowo Subianto. 

Hal ini untuk mencari detail keterangan dan menemukan alat bukti bagi hakim Hakim Agung maupun hakim di kelas I A yang terkoneksi perantaraannya jual beli putusan maupun modus turut serta lain dalam melakukan kejahatan tertentu dengan ZR pada waktu itu maupun sebelum pensiun dan pasca masa pensiun.

"Dari kejadian ini terlihat cerminan bahwa ada krisis serius dalam pengawasan dan akuntabilitas pada level tertinggi peradilan. Miris memang kasus ZR ini dengan jumlah uang hampir 1 triliun dan emas 51kg, ZR mendominasi terlihat ia dapat kuasai level jajaran hakim agung, kecuali bagi beberapa hakim yang masih memiliki integritas tinggi," cetus Azmi yang juga Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha).

Jadi, tim penyidik Kejaksaan Agung harus "kencang" tanpa kompromi segera perluas penyidikan tidak boleh berhenti di tengah jalan, lakukan pula pemeriksaan pada atasan langsung ZR dan jabatan strategis di MA pada rentang masa 15 tahun ke belakang.

"Ini perlu dilakukan guna mengetahui irisan asal uang dan meeting of mind para pihak hakim maupun pejabat MA terutama untuk diketahui penemuan parameter asal usul dan titipan uang Rp 1 triliun dan emas 51 Kg," tukas Azmi.

Kejagung buka peluang terapkan pasal TPPU

Kejagung membuka peluang penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap Zarof Ricar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut saat ini penyidik belum menerapkan dugaan TPPU kepada Zarof dikarenakan masih fokus mengusut rencana pemufakatan jahat di kasus kasasi Ronald Tannur.

Harli memastikan apabila nantinya ditemukan bukti-bukti terkait pencucian uang maka penyidik akan langsung menjerat Zarof dengan pasal TPPU.

"Belum disangka TPPU? Iya. Kita masih fokus ke permufakatannya. Kalau memang cukup bukti ke arah itu, kenapa tidak," ujarnya kepada wartawan, Kamis (7/11/2024).

Sebelumnya Kejagung telah menetapkan Zarof Ricar dan pengacara Lisa Rahmat sebagai tersangka kasus pemufakatan jahat suap dan gratifikasi pengurusan vonis Ronald Tannur di Mahkamah Agung.

Keduanya dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat suap agar putusan kasasi juga turut membebaskan Ronald Tannur. Dalam kesepakatannya, Lisa menjanjikan biaya pengurusan perkara sebesar Rp1 miliar untuk Zarof.

Sementara biaya suap sebesar Rp5 miliar untuk ketiga hakim yang mengurus perkara Ronald Tannur juga telah diserahkan dari Lisa kepada Zarof. Namun uang itu belum sempat diserahkan dan masih berada di rumah Zarof.

Di sisi lain, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menyebut eks pejabat MA Zarof Ricar telah menerima total gratifikasi sebesar Rp920 Miliar untuk mengurus perkara di MA sejak tahun 2012 sampai 2022.

Abdul menjelaskan dari temuan penyidik, mayoritas uang tunai itu disimpan oleh Zarof dalam bentuk mata uang asing di kediamannya yang terletak di kawasan Senayan, Jakarta Selatan.

Rinciannya yakni dalam bentuk Dollar Singapura sebanyak 74.494.427; Dollar Amerika Serikat 1.897.362; Euro 71.200; Dollar Hongkong 483.320; dan Rupiah sebanyak Rp5,725 miliar.

Selain itu turut ditemukan logam mulia emas antam dengan total seberat 46,9 kilogram. Selanjutnya satu buah dompet berisi 12 keping emas dalam besaran 50 gram, 7 keping emas dalam besaran 100 gram, 10 keping emas, dan 3 lembar sertifikat kwitansi emas.

Topik:

kpk kejagung ma zarof-ricar ronald-tannur