Korupsi Tender Geomembrane PT PHR Rp209 Miliar, FITRA Desak KPK Periksa Eks Dirut Pertamina Nicke Cs

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 November 2024 13:03 WIB
Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi
Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi

Jakarta, MI - Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direksi PT Pertamina era kepemimpinan Nicke Widyawati terkait dengan kasus dugaan korupsi tender geomembrane senilai Rp209 miliar di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).

"Semua jajaran Direksi perlu dipanggil untuk mendapat keterangan yang lebih lengkap dan agar kasus semakin jelas," kata Badiul kepada Monitorindonesia.com, Kamis (21/11/2024).

Menurut Badiul, dalam kasus ini KPK sebagai motor penggerak utama. Sementara laporan yang dilayangkan Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dapat dikoordinasikan pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Melihat kasus ini, KPK dengan kewenangannya diharapkan bisa menjadi motor penggerak utama penanganan kasus ini. Kejaksaan Agung perlu menjembatani koordinasi dan komunikasi antara Kejati Riau dan Kejari Jakarta Pusat, termasuk melakukan klarifikasi terkait penanganan kasus yang lambat," jelas Badiul.

Perlu transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini, tegas dia, melalui publikasi rutin hasil penanganan kasus sehingga tidak menimbulkan kecurigaan di masyarakat. "Pertamina juga perlu menjawab dugaan korupsi ini, dengan membuka informasi yang sebenarnya, sehingga kasus ini semakin terang," tandasnya.

Adapun KPK sebelumnya mengaku tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi di cucu perusahaan PT Pertamina (Persero) itu. 

“Sedang berjalan, sedang berproses,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).

Perkara itu hampir rampung untuk naik ke tahap penyidikan. “(Perkaranya) diantaranya (dari tahap penyelidikan ke penyidikan),” kata Asep.
 
KPK memanggil Koordinator Amatir Nardo Ismanto Pasaribu untuk mendalami laporan di Pertamina. Dia hadir pada Rabu (18/9/2024) kemarin untuk memberikan sejumlah bukti. Namun, berkas yang diberikan tidak dirinci. “Kita hari ini menyampaikan bukti tambahan pendukung,” kata Nardo di Gedung Merah Putih KPK.

Berdasarkan keterangan Nardo, kasus di Pertamina yang ditanyakan KPK kepadanya berkaitan dengan pengadaan supply geomembrane di PT Pertamina Hulu Rokan. Nilai tender menyentuh ratusan miliar.

“Nilai tendernya itu kurang lebih Rp209 miliar, tapi yang sekarang kita ketahui pelaksanaan pengadaan itu baru terlaksana sekitar pembayaran baru dilakukan sekitar Rp20 miliar,” kata Nando.

Menurut Nardo, penyidik KPK mendalami adanya mengondisikan dalam proyek tersebut. Dia menyebut ada sejumlah pejabat Pertamina terlibat, namun, enggan memerinci identitasnya. “Kemungkinan besar ini potensi korupsinya tidak dalam pelaksanaan saja, tetapi mulai dari proses tender sudah diduga, dicurigai ada gratifikasi atau mengondisikan peraturan-peraturan agar disesuaikan,” pungkas Nardo.

Sementara Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan membuat laporan ke Kejati Riau terkait dugaan korupsi dan manipulasi tender proyek geomembran di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Rabu (26/6/2024). Dia mengaku, dalam proyek tersebut ditemukan dugaan pemalsuan dokumen dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). 

Mantan sekretaris jenderal (sekjen) Partai Demokrat itu menyerahkan dokumen penting setebal 400 halaman. Hinca berharap PT PHR dapat segera mengungkap kasus tersebut.

"Sudah saya serahkan lewat penyidik, hampir 400 halaman. Ini untuk memudahkan penyidik. Dengan memberikan dokumen yang cukup kepada mereka (Kejati), harusnya (penanganan kasus) ini bisa lebih cepat. Biar ini pembuka kotak pandoranya, serius enggak kejaksaan ini untuk membongkar kasus ini," katanya, Sabtu (20/7/2024).

Hinca melaporkan dugaan korupsi proyek geomembrane di PT PHR wilayah kerja Blok Rokan senilai ratusan miliar. Proyek tersebut untuk mengatasi limbah B3 dari hasil pengeboran minyak. Ada empat nama yang dilaporkan Hinca, yakni Edi Susanto, Ivan Zainuri, Fatahillah, Romi Saputra dan beberapa nama lainnya. "Yang paling bertanggung jawab itu Irvan Zainuri dan Edi susanto," jelasnya.

Salah satu isu yang dilaporkan Hinca, yaitu dugaan kecurangan, manipulasi, pemalsuan beberapa kebijakan dan tindakan PHR yang dinilai tidak professional dalam proses tender pengadaan geomembran. Material tersebut bernilai penting untuk menjaga lingkungan di sekitar project.

"Nilai proyek Rp 50-75 triliun, untuk plastiknya (geomembrane) Rp 209 miliar. Kalau ini dikelola dan berdampak buruk, enggak jadi ini dibor. Kalau tak jadi dibor, target Presiden Jokowi 1 juta barel per hari sampai hari ini belum tercapai," ungkapnya.

Hinca menjelaskan, plastik geomembrane yang digunakan untuk proyek tersebut seharusnya diuji kelayakannya oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Menurut dia, BRIN memiliki kewenangan untuk memberikan sertifikasi terhadap plastik yang akan digunakan dalam proyek geomembran tersebut.

"Apa yang terjadi, surat dari BRIN dipalsukan. Jadi seolah-olah ada (pengesahan) dari BRIN. Dilakukan pembayaran dan kemudian ketemu ada masalah dan akhirnya dihentikan. Kerugian baru Rp 16 miliar dari Rp 209 miliar. Saya minta BRIN pro-aktif melaporkan karena lembaga ini harus kita jaga. Jelaskan secara benar apa saja yang salah agar ini cepat selesai," jelasnya.

Hinca meminta seluruh pegawai kejaksaan yang menduduki posisi strategis di BUMN harus segera ditarik. Alasannya, akan terjadi perselingkuhan penegakan hukum karena jaksa tidak bisa jadi pengacara negara untuk BUMN. Apalagi, BUMN merupakan entitas swasta yang uang atau modalnya dipisahkan.

"Agar instansi kejaksaan kembali pada rohnya sebagai seorang penuntut mewakili negara bukan penurut. Dia menjadi penurut kalau sudah menjadi tim legalnya di sana karena menjadi bagian, hilanglah fungsi penuntutan itu. MoU antara kejaksaan dan BUMN khususnya Pertamina dan seluruh sub-holdingnya seperti PHR tampaknya dijadikan sebagai tameng bagi individu-individu yang terlibat dalam tindakan melawan hukum," urainya.

"Pikiran yang saya sampaikan ini sangat serius untuk perbaikan ke depan. Saya sudah sampaikan kepada Kejati Riau. Hari ini saya kasih dokumennya biar lebih cepat kerja".

"Saya minta yang diperiksa bukan hanya bawah, termasuk dirut paling atas dari Pertamina. Saya berharap teman-teman Kejaksaan Agung masuklah ke wilayah ini untuk menyehatkan sumber daya alam kita seperti yang dilakukannya di Babel," pungkasnya.

Kata pejabat PHR

PT Pertamina Hulu Rokan merupakan perusahaan yang bergerak di industri hulu minyak dan gas (migas) yang menjunjung tinggi azas profesionalitas kerja dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik aturan dari negara maupun aturan profesionalitas yang ada di dalam PHR sendiri, seperti Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) dan Good Corporate Governance (GCG), kata Corporate Secretary PT Pertamina Hulu Rokan, Rudi Ariffianto.

Terkait dengan proses bisnisnya, PHR juga menjalin kerja sama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Agung Muda Intelijen (JAMINTEL) dengan Penandatangan Pakta Integritas Proyek Tender Price Agreement Geomembrane. Di mana agar pelaksanaan proyek strategis dan prioritas di PHR dapat berlangsung secara profesional dan taat aturan.

"PHR juga menjalin kerja sama dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dalam hal pengawasan proses bisnis di Wilayah Kerja (WK) Rokan, yang bertujuan agar pelaksanaan proses pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan di PHR berjalan profesional, transparan dan sesuai dengan aturan yang berlaku," katanya, Kamis (27/6/2024).

Proses pengadaan barang atau jasa yang dilaksanakan oleh PHR mengacu pada pedoman pengadaan barang dan jasa yang berlaku serta merujuk pada prinsip-prinsip utama pengadaan, antara lain Adil, Akuntabel, Integritas, Kompetitif dan Transparan. Setiap penyedia barang dan jasa mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti pengadaan barang dan jasa di lingkungan PHR dengan merujuk pada persyaratan dan ketentuan yang berlaku.

"Selain itu untuk mendukung pemerintah dalam penggunaan produk dalam negeri, serta ketentuan pengadaan yang berlaku di perusahaan, proses pengadaan ini dilakukan dengan tender kepada pabrikan-pabrikan dalam negeri atau agen-agen yang ditunjuk yang telah mempunyai sertifikat untuk Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang menjadi Kategori Wajib dengan persyaratan minimal 25 persen," katanya.

Topik:

KPK Pertamina Pertamina Hulu Rokan FITRA