Vonis Lepas Pasutri di PN Medan "sebelas-dua belas" Kasus Ronald Tannur, Alvin Lim akan Kawal sampai ke MA

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 November 2024 16:15 WIB
Alvin Lim (Foto: Dok MI/Aswan)
Alvin Lim (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI – Pendiri LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim menduga ada kepentingan di balik putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara soal vonis lepas (onslag) pasutri yang didakwa memalsukan surat kuasa hingga merugikan perusahaan Rp 583 miliar.

Menurut Alvin sapaannya, bahwa proses kasasi yang sedang di tempuh Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan terhadap kasus ini butuh waktu yang tidak sebentar.

“Ada muatan yang sarat kepentingan di situ, kepentingan pihak tertentu. Karena jelas buktinya pemalsuan kok bisa onslag. Ini sebelas dua belas seperti kasusnya Ronald Tannur (di PN Surabaya),” kata Alvin, Selasa (26/11/2024).

Alvin menduga ada main mata, sebab dalam kasus pemalsuan surat kuasa pasti ada pihak-pihak tertentu yang masuk ke pengadilan dan bicara sama oknum-oknum mafia di sana. “Karena kasusnya kan mengakibatkan kerugian yang sangat besar,” jelasnya.

Pun, Alvin menilai bahwa putusan onslag ngawur. “Onslag itu kan dia bilang perbuatan terbukti, tapi bukan merupakan pidana, ngawur kan. Kalau perbuatan sudah terbukti, perbuatan pemalsuan itu kan pasti pidana. Mana ada pemalsuan itu perdata,” tuturnya melanjutkan.

Menurut Alvin, dalam kasus tersebut terkait dengan surat yang palsu. Jika itu dipalsukan seharusnya dapat divonis bersalah bukan divonis lepas.

“Ada palsunya ada aslinya. Kalau dipalsukan berarti kan namanya perbuatan itu sudah pasti nggak mungkin perdata. Nggak mungkin onslag. Kalau namanya sudah terbukti perbuatan ya berarti harusnya (divonis) bersalah,” ungkap Alvin melanjutkan.

Atas hal demikian, Alvin  akan mengawal kasus ini sampai ke Mahkamah Agung (MA). "Karena ini sesuatu yang sangat janggal dan sesuatu yang mencederai. Kalau dibiarkan begini, ya mau bagaimana jadinya sistem hukum di Indonesia?" katanya.

Di lain sisi, Alvin juga mendesak Komisi Yudisial (KY) dan MA agar memeriksa tiga hakim yang memutus perkara tersebut. Adalah M. Nazir selaku Hakim Ketua, Efrata Happy Tarigan dan Khairulludin sebagai Hakim Anggota.

Dia menegaskan, oknum-oknum hakim yang semena-mena tidak boleh dibiarkan. "Kalau memang ada dugaan ketidakbenaran di situ otomatis MA sama KY harus bertindak, harus periksa, hakim harus dipanggil,” jelas Alvin.

“Tanyakan kenapa, ini sangat tidak mungkin. Jadi mereka kan mau berlindung dibalik profesi sebagai hakim yang memutuskan. Independensinya harus dibarengi dengan azas keadilan. Ngga bisa sembarangan, yang ngga adil divonis lepas saja,” imbuh Alvin.

Diketahui majelis hakim PN Medan, menjatuhkan vonis lepas (onslag) terhadap pasangan suami istri (pasutri), yang didakwa memalsukan tanda tangan direktur perusahaan yang menyebabkan kerugian sebesar Rp583 miliar.

“Menjatuhkan vonis lepas kepada kedua terdakwa. Melepaskan kedua terdakwa dari segala tuntutan,” kata Hakim Ketua M. Nazir di ruang sidang Cakra II, PN Medan, Selasa (5/11/2024).

Hakim menyatakan perbuatan kedua terdakwa, yakni Yansen dan istrinya Meliana Jusman terbukti ada, tetapi perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana melainkan perbuatan perdata.

“Memulihkan hak-hak kedua terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya,” ujar Nazir.

Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan JPU Septian Napitupulu, yang sebelumnya menuntut kedua terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama lima tahun.

JPU mengatakan bahwa kedua terdakwa telah memalsukan tanda tangan atas nama Hok Kim selaku Direktur CV Pelita Indah dan mengakibatkan 'raibnya' uang perusahaan mencapai Rp583 miliar.

“Perbuatan kedua terdakwa melanggar Pasal 263 ayat (2) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelas dia.

Sebelumnya, JPU Kejari Medan Septian Napitupulu dalam surat dakwaannya menyebutkan bahwa perbuatan kedua terdakwa sejak 2009 hingga 2021 di Bank Mestika Cabang Zainul Arifin Medan.

"Kedua terdakwa membuat surat kuasa palsu yang seolah-olah ditandatangani oleh Hok Kim selaku Direktur CV Pelita Indah untuk menarik uang di bank tersebut," katanya.

Melalui surat kuasa palsu itu, lanjut dia, terdakwa Yansen menjabat sebagai Komisaris CV Pelita Indah mencairkan dana perusahaan yang bergerak di bidang properti tersebut.

"Akibat pemalsuan tanda tangan itu, kedua terdakwa mencairkan dana sebesar Rp583 miliar, dan CV Pelita Indah mengalami gangguan dalam kontrak dengan PT Musim Mas atas pembangunan properti di Pulau Kalimantan," tutur JPU Septian.

Topik:

PN Medan Hakim PN Medan MA Alvin Lim Ronald Tannur Pasutri