Telusur Dugaan Aliran Dana CSR BI ke Yayasan di Sukabumi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 Desember 2024 20:21 WIB
Senin (16/12/2024) malam, sejumlah personel Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mendatangi Kantor Bank Indonesia di MH Thamrin, Jakarta. Sejumlah ruangan digeledah, setumpuk dokumen disita. Langkah penegakan hukum ini diambil setelah serangkaian penyidikan oleh KPK sejak beberapa bulan lalu menemukan indikasi korupsi dalam penyaluran dana tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR Bank Indonesia. (Foto: Dok MI/Aswan)
Senin (16/12/2024) malam, sejumlah personel Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mendatangi Kantor Bank Indonesia di MH Thamrin, Jakarta. Sejumlah ruangan digeledah, setumpuk dokumen disita. Langkah penegakan hukum ini diambil setelah serangkaian penyidikan oleh KPK sejak beberapa bulan lalu menemukan indikasi korupsi dalam penyaluran dana tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR Bank Indonesia. (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bersikukuh bahwa dana corporate social responsibility (CSR) diberikan sesuai dengan tata kelola dan ketentuan yang kuat di BI, antara lain harus memenuhi persyaratan bahwa CSR-nya diberikan kepada yayasan yang sah.

Pernyataan ini bertolak belakang dengan Direktur penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu. Bahwa Asep sempat menegaskan bahwa pihaknya menduga dana CSR BI dan OJK tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya. 

"Yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya. Artinya ada beberapa misalkan CSR ada 100, yang digunakan hanya 50, sedangkan 50-nya tidak digunakan," kata Asep pada beberapa waktu lalu.

Teranyar juga bahwa KPK mengatakan, tak semua dana CSR pada BI dan OJK periode 2023 diselewengkan atau dikorupsi. Menurut Rudi, hanya beberapa persen dari total seluruh dana CSR pada periode tersebut yang peruntukkannya melenceng dari ketentuan. "Itu [Dana CSR] diberikan [ke pihak] yang tidak proper lah," kata Deputi Penindakan KPK Rudi Setiawan, Selasa (17/12/2024).

Bahkan pihak yang dimaksud tersebut tak hanya menerima satu dana CSR. Beberapa yayasan, kata dia, menerima dana CSR dari BI dan OJK. 

“Kita akan ungkap semuanya fakta-fakta ini bagaimana keputusannya, siapa yang ambil keputusan, perencanaan CSR ini, siapa-siapa  yg menerima, itu yang kita dalami,” kata Rudi lagi.

Sementara dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Desember 2024, di Jakarta, Rabu (18/12/2024) Perry menyatakan bahwa syarat pemberian dana CSR selanjutnya, yaitu ada program kerja yang konkret serta diikuti dengan pengecekan dan laporan pertanggungjawaban oleh yayasan terkait. 

Perry mengatakan, hal itu dilakukan melalui satuan kerja di kantor pusat maupun kantor-kantor perwakilan. Pun dia menekankan, Dewan Gubernur setiap tahun hanya membuat alokasi secara garis besar melalui tiga pilar atau tiga bidang program, salah satunya bidang pendidikan, khususnya melalui beasiswa. 

Setiap tahun, BI memberikan tambahan beasiswa kurang lebih sebanyak 11 ribu beasiswa. Bidang lain dalam CSR BI, yaitu bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat, seperti melalui UMKM dan lainnya, serta bidang untuk ibadah sosial.

“Alokasi besarnya itu diajukan oleh satuan kerja. Kemudian diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur secara tahunan, alokasi besarnya. Sementara pelaksanaannya adalah di satuan kerja dengan prosedur dan ketentuan yang tadi, yaitu yayasan yang sah, punya program yang konkret, dan ada pengecekan serta pertanggungjawaban,” beber Perry.

Terkait dengan apakah kasus tersebut berpengaruh terhadap kondisi pasar, Perry mengatakan bahwa segala berita tentunya akan berpengaruh pada kondisi pasar termasuk nilai tukar rupiah. “Oleh sebab itu, Bank Indonesia tetap berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar. Yang sudah kami sampaikan, melalui intervensi, melalui pembelian SBN dari pasar sekunder maupun langkah-langkah lain termasuk SRBI,” tandas Perry.

Di sisi lain, Perry menyampaikan, pihaknya menghormati proses hukum yang dilaksanakan oleh KPK “Mendukung upaya-upaya penyidikan serta bersikap kooperatif kepada KPK. Dan ini juga sudah kami tunjukkan selama ini, baik dari pemberian keterangan oleh para pejabat kami maupun penyampaian dokumen-dokumen yang telah disampaikan,” kata Perry.

Adapun penggeledah KPK di Kantor Pusat BI dilakukan pada Senin (16/12/2024) malam. Kedatangan KPK tersebut untuk melengkapi proses penyidikan terkait dengan penyalahgunaan pemanfaatan dana tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility-CSR). “Dalam kedatangan tersebut, KPK, informasi yang kami terima itu, membawa dokumen-dokumen yang terkait dengan CSR,” pungkas Perry.

Modus

Dalam perkara ini, modus yang digunakan lebih kurang CSR disalurkan kepada yayasan-yayasan yang didirikan atau dikendalikan oleh calon tersangka. 

Kemudian, calon tersangka menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi. "Jadi yayasan hanya vehicle/alat untuk menerima dana CSR," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.

Sementara Asep Guntur Rahayu tidak menyangkal soal dugaan keterlibatan yayasan dalam kasus korupsi dana CSR BI. Namun, Asep masih enggan memastikan nama yayasan yang terlibat dan siapa tersangkanya. Hanya satu clue ihwal identitas yang diutarakan Asep, yaitu peranan anggota Komisi XI dalam kasus ini. Proses penegakan hukum baru merampungkan penyelidikan. 

“Perkara korupsi CSR BI itu ada. Dan sedang diusut anggota DPR di komisi XI,” kata Asep.

Soal kasus ini, Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Badiul Hadi, menilai bisa menjadi preseden buruk tata kelola bank sentral. 

"Semestinya, penyaluran dana CSR dilakukan secara transparan dan akuntable. Dugaan tidak terbukanya penyaluran dana CSR BI ini merujuk pada terbatasnya informasi utuh soal anggaran dan pihak yang berstatus penerima bantuan," Badiul kepada Monitorindonesia.com, dikutip pada Rabu (18/12/2024).

Dia menegaskan bahwa BI harus menyatakan CSR ini disalurkan ke mana dan berapa anggarannya serta bentuknya apa. Data penerima manfaat harus dibuka agar tidak menimbulkan sangkaan adanya manipulasi atau fiktif.

"Keterbukaan informasi ini penting bagi publik untuk mengetahui anggaran CSR BI dari tahun ke tahun. Sebab dana CSR bank sentral tidak sedikit, jika mengingat deviden institusi," tegas Badiul.

Di laporan BI, manajemen hanya mencantumkan arah kebijakan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), seperti menyasar ke pelaku UMKM, pengembangan kapasitas SDM dan pembuatan BI corner di fasilitas pendidikan.

Bank Sentral tidak menyebutkan berapa dana CSR yang dikeluarkan dan tidak merinci nama-nama penerima dana CSR. “Jadi aksesibilitasnya kurang. Harusnya kan ada jumlah dan siapa identitas yang menerima. Kalau ini tidak diekspos, artinya transparansinya lemah dan ini bisa jadi celah penyelewengan,” cetus Badiul.

Celah penyimpangan dana CSR BI, Badiul menduga bisa terjadi di dua lingkup. Pertama saat proses perencanaan. Diduga ada kongkalikong dalam penentuan dana dan target sasaran penerima dana. Proses perencanaan ini pasti BI butuh aman sehingga melibatkan pemangku kepentingan, termasuk di komisi XI. Pastinya DPR dalam posisi ini akan minta jatah.

“Dalam proses perencanaan ini pasti  sudah diinformasikan ke mitra BI berapa dana CSR nya. Biasanya akan ada proposal dari Komisi XI. Bisa saja proposal itu didahului oleh pernyataan lisan. Misal untuk bantuan di dapil ini dan itu dan melalui yayasan ini dan itu,” cetusnya.

Ruang patgulipat semakin terbuka lebar di lingkup pelaksanaan. Tambah dia, di tahapan eksekusi dana ini lah, praktik korupsi dana rawan terjadi. “Ketika pencairan, misalnya, apakah penuh diterima oleh penerima manfaat atau warga yang melalui yayasan sebagai alat (korupsi) itu,” pungkasnya.

Siapa tersangkanya?

Monitorindonesia.com mendapat informasi tersangka dalam kasus ini adalah legislator dan oknum auditor. Merujuk pada pernyataan Asep Guntur sebelumnya, bahwa memang pihaknya masih melakukan penyelidikan untuk dugaan korupsi dana CSR BI.

Diduga menyeret anggota DPR inisial HG dan S. Dan oknum anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) inisial AS. “Dari yang ditanyakan ini (soal dana CSR Bank Indonesia) sebetulnya di situlah, kaitannya memang di situ,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2024) lalu.

Namun, Asep enggan merinci masalah dalam kasus tersebut. Sebab, kerahasiaan proses penyelidikan berbeda dengan tahapan penyidikan. Penting dicatat bahwa KPK membuka penyelidikan perkara yang menyeret anggota DPR dan anggota BPK bukan sebagai pengembangan perkara suap pengondisian temuan BPK di Sorong. “Untuk lidik ada perkara sendiri, bukan pengembangan dari perkara Sorong,” katanya.

Berdasarkan perkembangan terbaru penyidikan KPK, terkuak bahwa dua orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Akan tetapi, tersangka tersebut justru bukan berasal dari pejabat BI atau pun OJK. 

Menurut Rudi, para tersangka ini adalah orang-orang yang diduga menerima dana CSR dari BI dan OJK. Padahal, keduanya tak memenuhi kriteria sebagai penerima dana yang tepat.

“Kita sudah dari beberapa bulan yang lalu telah menetapkan dua orang tersangka yang diduga memperoleh sejumlah dana yang berasal dari CSR-nya Bank Indonesia,” kata Deputi Penindakan KPK Rudi Setiawan, Selasa (17/12/2024).

Salah satu tersangka, menurut KPK, berlatar belakang jabatan sebagai anggota DPR. Karena kasus ini terjadi pada 2023; anggota DPR yang dimaksud berada pada periode 2019-2024. Meski demikian, KPK masih memilih bungkam soal detil identitas para tersangka. 

Termasuk sejumlah kabar yang menyebut salah satu tersangka tersebut adalah kader Partai Gerindra yang menjadi anggota Komisi XI DPR pada 2019-2024, HG.

Lantas apakah benar legislator itu terlibat dalam kasus ini? Semua menanti dari pernyataan KPK yang berdasarkan alat bukti yang mereka peroleh? Kendati, relasi BI dengan yayasan yang hingga saat ini belum diungkap KPK maupun Perry patut diusut agar terang benderang.

Berdasarkan penelusuran Monitorindonesia.com, bahwa HG ternyata memiliki Rumah Aspirasi dan Inspirasi yang berlokasi di Jalan Arif Rahman Hakim, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi. Tepat di sebelah kanan rumah, ada hotel dan yayasan yang bernama Giri Raharja.

Lalu apa kaitannya dengan kasus tersebut? Kembali kepada pernyataan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, bahwa terdapat yayasan yang diduga kuat sebagai alat korupsi. 

Yayasan itu dikendalikan orang yang menjadi calon tersangka kasus ini. Sebelum diterima oleh penerima manfaat atau dibikin fasilitas untuk kepentingan publik, uang bantuan dari BI itu lebih dulu masuk ke yayasan. 

Dari sana, sebagian uang diduga dibancak demi kepentingan pribadi. “Yayasan hanya alat untuk menerima dana CSR,” kata Alex.

Relasi BI dan Yayasan Giri Raharja diduga cukup erat, seiring banyaknya kegiatan bersama. 

Relasi mulai terbangun sejak HG mengisi kursi anggota komisi XI DPR. Yayasan itu tercatat berdiri sebelum medio 2000-an. Hingga 2021, MS berstatus sebagai ketua yayasan, sebelum akhirnya digantikan karena MS wafat pada tahun tersebut. 

MS terakhir tercatat sebagai Dewan Penasihat DPC Partai Gerindra Kabupaten Sukabumi. Kini, operasional yayasan diteruskan HG, yang merupakan anak MS. 

HG juga diketahui berulang kali terlibat dalam acara seremonial bantuan BI di Sukabumi. Seperti saat BI mengeluarkan CSR di Desa Wisata Hanjeli pada Januari 2023. 

Bahwa kala itu BI membantu pengembangan UMKM dan pembangunan pendopo di desa. Heri juga terlibat sebagai narasumber dalam sejumlah seminar BI terkait literasi keuangan. 

Sebaliknya, dia juga kerap menggandeng BI untuk sejumlah acara saat masa reses. Dalam setiap acara, logo BI dan Rumah Aspirasi HG terpampang di poster kegiatan.

Melalui Yayasan Giri Raharja, BI mengucurkan bantuan sembako, pembuatan MCK, fasilitas publik hingga bantuan unit ambulans. Selain BI, bank-bank BUMN juga turut mengeluarkan dana CSR-nya.

Adapun dana bantuan dari bank BUMN dan BI mulai mengendur ketika HG tak lagi menjabat di Komisi XI DPR. Sejak akhir tahun 2023, HG diketahui berpindah tugas ke Komisi II DPR RI. 

Setelah HG berpindah ke komisi lain, pemberitaan soal KPK mengusut dana CSR BI pun menyeruak. 

Bahwa KPK pertama kali mengungkap kasus ini pada Agustus 2024. Kasus itu disebut berkaitan dengan permasalahan penggunaan dana CSR karena tidak sesuai peruntukannya. Alih-alih untuk membangun fasilitas sosial atau publik, dana ditengarai justru untuk kepentingan pribadi.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada pertengahan Agustus lalu mencontohkan, dari 100 persen dana, hanya 50 persen anggaran yang digunakan sesuai peruntukannya, sedangkan sisanya masuk ke kantong atau untuk kepentingan pribadi.

Topik:

KPK BI OJK CSR