Korupsi PT PLN: Di KPK Sudah Ada Tersangka, Kejagung Masih Nihil!

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 5 Mei 2024 20:14 WIB
Ilustrasi - KPK - Kejagung - PT PLN (Foto: Dok MI/Aswan)
Ilustrasi - KPK - Kejagung - PT PLN (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Sejak disidik penyidik Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung pada Juli 2022 lalu, kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) pada 2016 hingga saat ini masih nihil tersangka. Padahal Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mendukung Kejagung dalam hal bersih-bersih di kementerian yang dipimpin itu.

Entah apa alasan Kejagung belum menyeret tersangka dalam kasus ini. Hanya saja setiap kali ada pemeriksaan, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menyatakan tujuannya adalah untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara yang dimaksud itu.

Jadi, jelas bahwa Kejagung masih berkutat pada pemeriksaan saksi dan mengumpulkan bukti. 

Monitorindonesia.com telah mengonfirmasi perkembangan kasus ini kepada Ketut pada Minggu (5/5/2024) malam, namun belum memberikan jawaban.

Kasus ini naik ke tahap penyidikan dari penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022.    

Ketut yang juga Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menerangkan kasus ini bermula pada 2016, saat itu PT PLN sedang melakukan kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set dengan anggaran Rp 2,2 triliun. 

Proyek pengadaan tower itu dilaksanakan oleh PT PLN dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) serta 14 penyedia pengadaan tower.

"Adapun kasus posisi dalam perkara ini yaitu bahwa PT PLN (Persero) pada 2016 memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp 2.251.592.767.354 (triliun). Dalam pelaksanaan, PT PLN (Persero) dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) serta 14 penyedia pengadaan tower pada 2016," kata Ketut Sumedana dalam keterangan persnya, Selasa (26/7/2022) lalu.

Dalam prosesnya, kata Ketut, pengadaan tower transmisi ini melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan yang ada pada jabatan atau kedudukan. Perbuatan itu, kata Ketut, menimbulkan kerugian keuangan negara.

"Telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara," kata Ketut.

Tak hanya itu, kata Ketut, dokumen perencanaan pengadaan proyek pada 2016 juga tidak pernah dibuat. Sementara itu, pengadaan tower ini menggunakan daftar penyedia terseleksi (DPT) tahun 2015 yang seharusnya menggunakan produk DPT 2016.

"Dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan daftar penyedia terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower, padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada 2016, namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat," ujar Ketut.

Ketut mengungkap PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodasi permintaan dari Aspatindo. Hal itu pula yang mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka. Dalam hal ini, Ketua Aspatindo juga menjabat Direktur Operasional PT Bukaka.

PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak Oktober 2016 hingga Oktober 2017. Realisasi pekerjaan itu sebesar 30 persen.

"PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen," ujar Ketut.

Lalu, pada November 2017 hingga Mei 2018, penyedia tower tetap mengerjakan pengadaan tower tanpa legal standing. Hal itu kemudian memaksa PT PLN melakukan adendum yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.

"Selanjutnya, pada periode November 2017 sampai Mei 2018, penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (Persero) melakukan adendum pekerjaan pada Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun," kata Ketut.

PT PLN, tambah Ketut, juga melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9.085 tower menjadi sekitar 10 ribu set tower. Dari situ, kata Ketut, ditemukan adanya tambahan alokasi sebanyak 3.000 set tower di luar kontrak dan adendum.

"PT PLN (Persero) dan penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9.085 tower menjadi sekitar 10 ribu set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai. Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3.000 set tower di luar kontrak dan adendum," tandasnya.

Beda dengan KPK
Selain di Kejagung, ternyata di Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK juga tengah mengusut kasus dugaan rasuah di PT PLN. Adalah soal proyek PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).

Hanya saja, KPK sudah menetapkan tersangka dalam kasus yang sedang disidik itu. Hal ini sebagaimana pada aturan di KPK bahwa jika sudah naik ke tahap penyidikan maka sudah ada tersanka. Sementara di Kejagung hingga saat ini belum ada tersangka terkait kasus di PT PLN itu.

Kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, kerugian negara di proyek PT PLN untuk sementara mencapai puluhan miliar rupiah. 

Angka tersebut masih kerugian negara dalam satu proyek yang terdeteksi PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan . “Sementara (kerugian negara) puluhan miliar rupiah,” ujar Ali Fikri di Jakarta, Kamis (21/3/2024).

Sudah waktunya korupsi PLN dibongkar
Sudah sejak lama, aparat penegak hukum jarang mengungkap kasus dugaan korupsi di perusahaan pelat merah itu. Setiap tahun PT PLN dalam laporan keuangannya selalu merugi padahal, perusahaan itu tunggal dalam mengelola listrik negara.    

Dari penelusuran Monitorindonesia.com, proyek-proyek PT PLN di sejumlah titik sudah diatur sedemikian rupa. Anggaran bahkan diduga mark up hingga 100 persen.

Sebagai contoh, dalam proyek penataan kabel-kabel listrik yang menjuntai di sepanjang jalan protokol di Jakarta, PT PLN Persero menganggarkan hingga Rp 12 juta per meter.

Proyek itu juga "dijual" ke sub kontraktor dengan nilai penawaran Rp 5-6 juta per meter dengan menggunakan Mesin boring HDD (Horizontal Direct Drilling).

"Dengan harga Rp 5 juta saja kami masih ada sisa, padahal, yang kita tahu dari PLN ke main kontraktor angkanya cukup besar antara Rp 10-12 juta per meter," ungkap salah seorang perusahaan sub kontraktor yang menggunakan mesin HDD di Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.

Ketika ditanya kenapa hanya bekerja sebagai sub kontraktor kalau bisa mengerjakan proyek HDD di harga Rp 5 juta per meter, dia mengatakan sangat sulit perusahaannya masuk berkompetisi di PT PLN persero.

"Enggak mungkin kami bisa menang tender sekalipun harga penawaran kami jauh lebih murah. Separuh dari harga yang dibuat PLN saja kami masih ada untung kok. Ini yang kami kerjakan selama ini".

"Proyek-proyek PLN itu sudah diatur (PLN) bersama pembesar-pembesar. Perusahaan seperti kami gak bakalan menang tender, sekalipun kami sebenarnya yang banyak mengerjakan proyek-proyek (PLN) selama ini," ungkapnya.

Bisa dibayangkan, dari proyek penataan kabel menggunakan mesin bor HDD yang ada di Jakarta saja bisa mencapai puluhan kilometer setiap tahun. Nilai proyeknya mencapai triliunan rupiah.

"Sekalipun proyeknya seperti itu, aman-aman saja toh. Memang sangat jarang penegak hukum bongkar kasus-kasus korupsi di proyek PLN," ujarnya.

Mesin HDD merupakan mesin boring bawah tanah secara horizontal yang dapat dikendalikan, untuk penanaman pipa HDPE, sebagai saluran kabel XLPE.

Keunggulan penggunaan mesin HDD adalah untuk memudahkan dalam gelar kabel Tegangan Menengah (TM). Juga mempermudah proses penarikan kabel dari satu titik ke titik lainnya.

Sedangkan untuk pipa nya menggunakan Pipa HDPE (high density polyethylene) yang merupakan pipa elastis,lentur,kuat terhadap tekanan, mengikuti pergerakan tanah, yg digunakan sebagai jalur masuknya kabel dan melindungi kabel XLPE tersebut dari tekanan tanah.

Sehingga pasokan listrik selalu terjaga dengan handal karena Mesin HDD mampu mengebor hingga jarak 300 meter tanpa merusak fasilitas diatasnya.