Dugaan Penyalahgunaan Wewenang Penyaluran Dana BLBI 1998 Ancam Kredibilitas Bank Sentral, Presiden dan DPR Jangan Berdiam Diri!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Januari 2025 11:31 WIB
Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi (Foto: Istimewa)
Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, meminta Presiden Prabowo Subianto dam DPR RI agar tak berdiam diri terkait dengan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penyaluran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) 1998. 

"Presiden dan DPR segera turun tangan mengusut dan menuntaskan persoalan ini, jangan berdiam diri," kata Uchok kepada Monitorindonesia.com, Selasa (21/1/2025).

Menurut Uchok, kasus yang melibatkan oknum Bank Indonesia (BI) bekerja sama dengan sejumlah bank swast ini telah menunjukkan adanya “kondisi mengerikan” bagi perekonomian nasional. 

"Kepercayaan terhadap BI sebagai bank sentral, yang seharusnya menjadi penjaga stabilitas ekonomi, kini berada di ujung tanduk," jelas Uchok.

Tak hanya itu, menurut Uchok, persoalan ini tidak hanya menyangkut pelanggaran aturan, tetapi juga mengancam integritas dan kredibilitas institusi yang menjadi pilar sistem keuangan Indonesia. 

Berdasarkan dokumen yang CBA pelajari, ada empat kali penyaluran dana dari BI ke rekening rekayasa jenis individual. Yakni, pada 6 Oktober 1997 sebesar Rp239,6 milyar, 12 November 1997 sebesar Rp 120,6 milyar, 11 Desember 1997 sebesar Rp159,5 milyar, dan pada 31 Desember 1997 sebesar Rp486,2 milyar. Sehingga totalnya Rp1,015 triliun. 

Sebelumnya, pada Kamis pekan lalu, CBA menyoroti adanya rekening rekayasa jenis individual atas nama Centris International Bank (CIB) dengan nomor 523.551.000 yang bisa ikut melakukan transaksi kliring dalam call money overnight antara Bank Centris Internasional (BCI) nomor 523.551.0016, dengan sejumlah bank swasta, seperti Bank Mega, Bank Sino, dan Bank BTPN.

"Rekening rekayasa ini bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi merupakan pelanggaran serius terhadap aturan perbankan yang berlaku." 

"Perbuatan ini memperlihatkan bagaimana kepentingan segelintir pihak mampu mengorbankan integritas sistem keuangan nasional," beber Uchok.

Dengan begitu, Uchok menegaskan, kasus ini tidak boleh dianggap remeh, apalagi dibiarkan tanpa penyelesaian yang tuntas. 

"Presiden dan DPR harus segera memanggil pihak-pihak yang terlibat dan menggelar rapat khusus untuk mengusut tuntas perkara ini." 

"Jangan anggap remeh dan main-main dengan masalah yang menyangkut kepercayaan publik terhadap bank sentral," timpalnya.

Uchok menambahkan, dampak dari kasus ini tidak hanya terbatas pada kerugian keuangan negara, tetapi juga pada stabilitas sistem perbankan nasional. 

“Integritas BI sebagai bank sentral dipertaruhkan. Jika ini terus dibiarkan, kepercayaan investor terhadap sistem keuangan kita akan runtuh,” katanya lagi.

Surat Terbuka Pemegang Saham Bank Centris

Apalagi sekarang ini, pemegang saham Bank Centris Internasional juga telah menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto. 

Dalam surat itu, mereka meminta perhatian serius Presiden untuk menindaklanjuti kasus yang telah berlangsung selama lebih dari dua dekade.

Surat terbuka tersebut juga menyoroti keberadaan rekening rekayasa di BI adalah bukti nyata dari penyalahgunaan wewenang yang melibatkan otoritas keuangan negara. 

Surat terbuka melaporkan adanya praktik "bank dalam bank di Bank Indonesia" yang terjadi pada masa penyaluran BLBI, serta menindak tegas oknum-oknum yang terbukti terlibat.

Surat terbuka itu sekaligus mengingatkan dampak yang terjadi bila persoalan tidak diselesaikan dengan baik dan benar secara tuntas. 

Antara lain, timbulnya pkrisis kepercayaan. Bank-bank nasional dapat kehilangan kepercayaan terhadap Bank Indonesia, yang dapat memicu terjadinya penarikan SBN dan produk lainnya senilai Rp4.500 triliun. 

Krisis keuangan karena penarikan dana besar-besaran akan mengeringkan likuiditas negara, membuat produk keuangan Indonesia, seperti LC, tidak lagi diterima di pasar global. 

Selanjutnya, rush perbankan. Krisis keuangan berlanjut menjadi penarikan besar-besaran oleh nasabah bank, yang berujung pada krisis multidimensi dan mengancam kestabilan pemerintahan.

Ancaman bagi Kredibilitas Ekonomi Indonesia

Uchok meminta Presiden dan DPR perlu mewaspadai hal tersebut. Menurutnya, kasus ini menambah deretan panjang skandal keuangan yang mencoreng wajah perekonomian Indonesia. 

Keberadaan rekening rekayasa yang memungkinkan transaksi ilegal menunjukkan lemahnya pengawasan dan pengendalian di tubuh BI pada saat itu. Situasi ini menjadi ancaman nyata bagi kredibilitas Indonesia di mata internasional.

“Negara ini membutuhkan ketegasan dalam menegakkan hukum. Jika kasus sebesar ini tidak diselesaikan dengan tuntas, bagaimana kita bisa berharap investor percaya pada integritas sistem keuangan kita?” demikian Uchok.

Bola, kini ada di tangan Presiden dan DPR. 

Rakyat menunggu langkah konkret untuk mengembalikan kepercayaan terhadap institusi yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Topik:

BLBI BI DPR Presiden