Temuan BPK Digitalisasi SPBU Pertamina Disidik KPK! Siapa Gerah?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Januari 2025 22:54 WIB
Barcode MyPertamina di salah satu SPBU Pertamina (Foto: MI/Net/Ist)
Barcode MyPertamina di salah satu SPBU Pertamina (Foto: MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU dilakukan PT Pertamina (Persero) untuk memitigasi tindak curang dalam membeli Bahan Bakar Minyak atau BBM subsidi di stasiun pengisian.

Salah satunya dengan mempersiapkan platform MyPertamina untuk pembelian Pertalite dan Solar.

Hanya saja, proyek yang dikerjakan bersama PT Telkom (TLKM) tersebut sebelumnya menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga pada akhirnya disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak September 2024 lalu. Tersangka pun sudah ditetapkan, namun belum dibeberkan pihak KPK.

Saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, Selasa (21/1/2025) soal dari pihak mana saja yang tersangka. Tessa enggan berkomentar lebih jauh. "Belum bisa disampaikan saat ini," singkat Tessa.

Pengusutan kasus ini mengemuka dari pemeriksaan sejumlah saksi yang diagendakan pada Senin (20/1/2024) kemarin. Mereka yang dipanggil untuk diperiksa adalah Koordinator Pengawasan BBM di BPH Migas, Agustinus Yanuar Mahendratama; Head of Outbound Purchasing PT SCC, Aily Sutejda; dan karyawan BUMN atau VP Corporate Holding and Portfolio IA PT Pertamina (Persero), Anton Trienda.

Lalu, mantan VP Sales Enterprise PT Packet Systems, Antonius Haryo Dewanto; Komisaris PT Ladang Usaha Jaya Bersama, Charles Setiawan; Aribawa selaku VP Sales Support PT Pertamina Patra Niaga; Asrul Sani selaku eks Direktur PT Dabir Delisha Indonesia; mantan Direktur Sales & Marketing PT PINS Indonesia, Benny Antoro; Direktur PT LEN Indistri, Bobby Rasyidin.

Dari 9 saksi itu, Direktur PT LEN Industri, Bobby Rasyidin dan VP Sales Enterprise PT Packet Systems tahun 2018, Antonius Haryo Dewanto, tidak hadir memenuhi panggilan KPK. 

Maka dari itu, KPK menjadwal ulang pemeriksaan Bobby dan Antonius. "Saksi meminta penjadwalan ulang," kata Tessa.

Adapun kasus ini terjadi pada periode 2018-2023. Dalam kurun waktu itu, BPK sempat melaporkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2022 yang menyebutkan bahwa penyusunan owner estimate pada pengadaan digitalisasi SPBU Pertamina tidak sepenuhnya sesuai dengan term of reference (TOR).

Bahkan, BPK juga mencatat hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh PT Telkom Indonesia belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh Pertamina.

"Hal ini mengakibatkan pemborosan keuangan pada PT Pertamina c.q. PT PPN (Pertamina Patra Niaga) sebesar Rp 196,43 miliar dan potensi pemborosan keuangan perusahaan sebesar Rp 692,98 miliar," tulis BPK.

BPK lantas merekomendasikan direksi Pertamina agar menginstruksikan PT Pertamina Patra Niaga untuk melakukan evaluasi dan penyesuaian kontrak dengan PT Telkom Indonesia, sesuai dengan kondisi aktual yang terjadi di SPBU. "Dan memastikan bahwa pengadaan digitalisasi SPBU telah dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan," tulis BPK.

Terkait temuan BPK itu, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting sempat mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sistem IT untuk membantu pencatatan, siapa saja konsumen yang berhak membeli BBM bersubsidi.

"QR Code ini pencegahan kecurangan-kecurangan subsidi BBM di lapangan. Sudah bisa dilihat sendiri, betapa banyak penyelewengan yang terjadi," kata Irto beberapa waktu lalu.

Sementara itu, dalam telekonferensi di Rapat Paripurna DPR RI, Selasa 24 Mei 2022 lalu, Ketua BPK RI, Isma Yatun menyatakan bahwa permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan digitalisasi SPBU belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan dan berpotensi merugikan PT Telkom.

"Sehingga mengakibatkan PT Telkom kehilangan kesempatan menerima pendapatan sewa digitalisasi SPBU selama tahun 2019 kepada PT Pertamina sebesar Rp193,25 miliar," kata Isma.

MONITOR JUGA: VP Sales Support Pertamina Patra Niaga Aribawa Digarap KPK soal Korupsi Digitalisasi SPBU

Selain itu, terdapat duplikasi penggunaan perangkat network SPBU yang mengakibatkan pemborosan keuangan PT Telkom sebesar Rp50,49 miliar. 

Siapa gerah?

Pada hari Senin (20/1/2025) kemarin, salah satu saksi dalam kasus yang tengah disidik KPK itu menghadiri pemeriksaan di gedung merah putih KPK, Jakarta Selatan, yakni dari PT Pertamina Patra Niaga.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, mengonfirmasi bahwa pemanggilan tersebut bertujuan untuk memberikan keterangan dan informasi yang lebih detail guna mendukung proses investigasi yang sedang dilakukan KPK.

"Sebagai saksi yang dimintai keterangan dan informasi lebih detil untuk mendukung investigasi yang dilakukan oleh KPK," ujarnya dalam keterangan tertulis sebagaimana diterima Monitorindonesia.com, Selasa (21/1/2025).

Komitmen Pertamina Patra Niaga sebagai entitas bisnis yang selalu menjalankan operasional perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). "Pertamina Patra Niaga menghormati proses hukum yang berjalan dengan memenuhi panggilan pihak berwenang," tegas dia.

Sebagaimana diberitakan Monitorindonesia.com, bahwa KPK memeriksa VP Sales Support PT Pertamina Patra Niaga, Aribawa. Pemeriksaan saksi tentunya untuk memperkuat bukti hingga melengkapi berkas perkara yang disidik lembaga anti rasuah itu.

Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto sempat menyatakan demikian. "Tentunya semua pihak yang dibutuhkan keterangannya untuk memperkuat dugaan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani akan dipanggil," katanya.

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Kurnia Zakaria, menekankan soal equality before the law, asas yang menyatakan bahwa semua orang sama di hadapan hukum. 

"Apa bedanya pemeriksaan dengan seorang menteri misalnya. Terangan-terangan kok disebutkan namanya. Lalu, orang lain mau dibedakan?," tanya dia.

Kurnia pun berharap agar kasus ini diusut tuntas tanpa membeda-bedakan mereka yang terperiksa.

Berapa nilai proyek dan jenis SPBU apa saja?

Direktur Center For Budget Analisis (CBA) Uchok Sky Khadafi, menyatakan bahwa digitalisasi SPBU melalui Kontrak Nomor SP-12/C00000/2019-SO tanggal 18 April 2019, antara PT Telkom (Persero) Tbk dengan PT Pertamina (Persero).

"Nilai Proyek ini Rp 3,6 triliun atau jumlah maksimal volume BBM sebanyak 237,8 miliar liter untuk pekerjaan pembuatan sistem monitoring distribusi dan transaksi penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 5.518 SPBU Pertamina," kata Uchok kepada Montorindonesia.com pada beberapa bulan lalu.

Proyek itu, kata dia, diperuntukan alokasi pekerjaan pengadaan dan pemasangan sistem, infrastruktur pendukung, dan data center menghabiskan anggaran Rp 2,8 triliun, dan biaya support Rp 788,5 miliar. Serta, jangka waktu pekerjaan mulai 4 Oktober 2018 hingga 31 Desember 2019.

Jenis SPBU yang masuk dalam lingkup kerja sama digitalisasi 5.518 SPBU terdiri dari:

1. SPBU CODO (Corporate Owned Dealer Operated, yaitu SPBU milik Pertamina dan dioperasikan oleh swasta, ada 208 SPBU; 

2. SPBU DODO (Dealer Owned Dealer Operated) yaitu SPBU milik swasta dan dioperasikan swasta, ada 5.071 SPBU

3. SPBU COCO (Corporate Owned Corporate Operated) yaitu SPBU milik Pertamina dan dioperasikan oleh Pertamina, ada 178 SPBU; dan 61 SPBU yang jenisnya tidak teridentifikasi.

Namun demikian, tambah Uchk, PT Telkom dalam penyelesaian implementasi perangkat dan sistem sangat terlambat. "PT Telkom tidak dapat melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai jangka waktu yang telah disepakati dalam kontrak," jelasnya.

Posisi per 21 November 2019, jumlah SPBU yang telah selesai diintegrasi mencapai 1.415 SPBU, atau setara 25,64 persen dari target 5.518 SPBU, selesai UAT (User Acceptance Test) sejumlah 442 SPBU, dan selesai BAST sejumlah 299 SPBU.

"Padahal rencana implementasi digitalisasi SPBU Pertamina, seperti angin surga dan akan dilakukan secara bertahap seperti pada 2018, pelaksanaan inisialisasi data center and cloud services dan implementasi sistem di 1.000 SPBU, serta pada 2019, implementasi sistem di 4.518 SPBU," tandasnya.

Topik:

KPK SPBU Pertamina Pertamina Patra Niaga