Kejaksaan Mulai Usut Kasus Gas LPG 3 Kg Lewat Pembuktian Terbalik

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 6 Februari 2025 01:26 WIB
Logo Kejaksaan - Satya Adhi Wicaksana (Foto: Dok MI/Aswan)
Logo Kejaksaan - Satya Adhi Wicaksana (Foto: Dok MI/Aswan)

Belitung, MI - Kejaksaan Negeri (Kejari) Belitung, mulai mengusut kasus penyimpangan dalam urusan liquefied petroleum gas (LPG) 3kg di Belitung. Kajari Belitung, Bagus Nur Jakfar menyatakan bahwa ada anomali yang menyebabkan penyimpangan dalam urusan gas LPG 3kg di Belitung itu. 

“Kami memiliki data yang menunjukkan beberapa hal penyebab kelangkaan gas LPG 3kg di Belitung. Ada 4 (empat) modus yang dipakai sehingga hal tersebut terjadi,” katanya dalam kegiatan rekonsiliasi data gas LPG 3 kg di kantor Kejari Belitung, Rabu (22/1/2025).

Dalam pengusutan kasus ini, pihaknya akan melakukan pembuktian seperti halnya pembuktian korupsi. Kata Bagus, jika pembuktian korupsi dengan cara mengikuti aliran uang, maka pembuktian gas dengan aliran ke mana gas itu bergulir.

“Khusus pada permasalahan ini, saya akan memberlakukan pembuktian terbalik seperti pada penanganan kasus korupsi. Jika korupsi dilakukan follow the money, disini saya akan menerapkan follow the gas. Jadi kita usut mulai dari bawah” jelas Bagus.

Adapun permasalahan gas LPG baru-baru ini membuat masyarakat terkaget-kaget dengan kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. 

Yakni, larangan penjualan LPG secara eceran per 1 Februari 2025 mendatangkan polemik. Dengan aturan baru, masyarakat hanya bisa membeli elpiji 3 kilogram di pangkalan resmi Pertamina dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan.

Lewat regulasi baru ini, pemerintah bertujuan agar masyarakat pengguna elpiji subsidi, juga disebut gas melon, mendapatkan harga sesuai aturan. Hal itu dilakukan setelah pihak berwenang mendapat banyak laporan ihwal pembengkakan harga. 

Namun, di lapangan, kebijakan ini justru berdampak pada sulitnya masyarakat mendapatkan gas tersebut.

Menurut Bahlil Lahadalia, larangan itu dilakukan untuk mencegah permainan harga. Ia menyatakan tidak ada masalah terkait stok elpiji yang saat ini masih impor, kuota maupun subsidinya normal dan tidak ada yang dibatasi. Hanya saja, kata dia, masalah terjadi di pendistribusian kepada masyarakat.

Bahlil mengaku mendapat laporan bahwa banyak pedagang eceran yang memainkan harga sehingga LPG 3 kg menjadi mahal kendati sudah disubsidi. Bahlil menjelaskan, negara telah memberikan subsidi untuk sektor elpiji senilai Rp12 ribu per kg-nya. Jika 1 tabung berisi 3 kg, berarti subsidi yang diberikan Rp36.000 per tabung.

“Laporan yang masuk ke kami itu kan ada yang memainkan harga. Ini jujur saja,” kata Bahlil saat ditemui di kantornya Senin, 3 Februari 2025. “Laporan yang masuk, subsidi ini ada yang sebagian tidak tepat sasaran.”

Bahlil menjelaskan bahwa kebijakan pembatasan pembelian gas LPG 3 kg diterapkan agar tidak terjadi penimbunan atau penggunaan yang tidak semestinya. 

Ia mencontohkan bahwa jika sebuah rumah tangga biasanya hanya membutuhkan sekitar 10 tabung LPG per bulan tetapi kemudian membeli hingga 30 tabung, hal itu tentu menimbulkan tanda tanya. Oleh karena itu, pemerintah merasa perlu melakukan pengaturan agar tidak ada penyalahgunaan dalam distribusi gas subsidi ini.

“Tentu kami akan membatasi pembelian dalam jumlah besar yang tidak wajar. Sebab, jika ada pihak yang membeli lebih dari kebutuhan normal, kemungkinan besar ada tujuan lain di baliknya. Inilah yang sedang kami atur agar distribusi lebih tertata,” kata Bahlil.

Usai dikritik habis-habisan, Bahlil menyatakan bahwa penyalahgunaan distribusi LPG tabung 3 kilogram bersubsidi yang dilakukan oknum pengecer merupakan bahan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejak tahun 2023.

Menurut Bahlil, kebijakan larangan pengecer menjual LPG 3 kilogram atau gas melon ini telah dikaji secara mendalam. "Semuanya adalah kebijakan yang sudah kita kaji secara mendalam, jadi ini sebenarnya barang sudah dari 2023 dengan hasil ada audit dari BPK, bahwa ada penyalahgunaannya dari oknum-oknum pengecer," kata Bahlil saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).

Bahlil mengakui bahwa dampak dari kebijakan larangan penjualan LPG 3 kilogram di tingkat pengecer memang tanggung jawab pemerintah.

Kebijakan larangan pengecer untuk menjual LPG 3 kilogram awalnya bertujuan mengendalikan harga jual di masyarakat agar tidak ada yang dijual di atas harga eceran tertinggi (HET).

Selain itu, penataan jalur distribusi terhadap komoditas yang masih disubsidi pemerintah itu dapat tepat sasaran kepada rakyat dan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

"Kesalahan itu tidak usah disampaikan ke siapa-siapa. Kami Kementerian ESDM yang harus mengambil alih tanggung jawab dan memang tanggung jawabnya itu untuk melakukan perbaikan penataan. Perintah Bapak Presiden wajib untuk tidak boleh ada masyarakat mendapatkan yang tidak tepat," katanya.

Bahlil menyatakan bahwa pengecer LPG 3 kilogram dapat kembali beroperasi pada Selasa ini, namun berganti nama menjadi subpangkalan. Tujuan dari pengoperasian kembali pengecer LPG 3 kilogram ini untuk menormalkan kembali jalur distribusi gas subsidi tersebut.

Pengecer yang kini berubah nama menjadi subpangkalan, kata Bahlil, dibekali aplikasi Pertamina yang bernama MerchantApps Pangkalan Pertamina.

Melalui aplikasi tersebut, pengecer bisa mencatat siapa yang membeli, berapa jumlah tabung gas yang dibeli, hingga harga jual dari tabung gas tersebut. Oleh karena itu, masyarakat yang membeli LPG 3 kilogram di subpangkalan juga diwajibkan membawa kartu tanda penduduk (KTP).

Topik:

Gas LPG Kejaksaan Bahlil