Tan Kian dan Korupsi Jiwasraya-ASABRI


Jakarta, MI - Nama Tan Kian kembali ramai menjadi perbincangan setelah terseret dalam kasus PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) dan PT Asuransi Jiwasraya. Pun juga beredarnya video pria mirip Tan Kian yang disebut memenangkan lelang jam tangan mewah di Jenewa Swiss tak kalah ramai diperbincangkan.
Jam tangan yang dilelang itu yakni François-Paul Journe (FP Journe). Harga jualnya mencapai US$6,5 juta atau sekitar Rp106 miliar. Menurut informasi, bahwa Tan Kian memenangkan lelang jam tangan mewah itu. Namun hal itu telah dibantah Tan Kian sendiri.
Lantas siapa Tan Kian?
Tan Kian adalah seorang konglomerat Indonesia yang dikenal sebagai pemilik PT Dua Mutiara Group, sebuah perusahaan yang bergerak di sektor properti.
Tan Kian memiliki berbagai aset properti mewah di kawasan bisnis ternama seperti Central Business District (CBD) Mega Kuningan dan Sudirman.
Perusahaan yang ia kelola, Dua Mutiara Group, dikenal sebagai pengembang eksklusif yang hanya membangun properti premium dalam jumlah terbatas.
Beberapa proyek prestisius yang dihasilkan termasuk Pacific Place, Millennium Centennial Tower, dan Ritz Carlton Hotel and Residences. Tak hanya itu, Tan Kian juga dikenal sebagai pencipta tren di pasar properti, bukan hanya mengikuti permintaan pasar.
Dalam proyek apartemen South Hills di Kuningan, Jakarta Selatan, unit-unit dijual dengan harga mulai dari Rp 3,2 miliar hingga Rp 7 miliar. Meski pasar properti semakin kompetitif, Dua Mutiara Group tetap eksis dengan berbagai proyek prestisius dan terus berkembang.
Ia dikenal sebagai sosok yang tidak taat membayar pajak. Namun nama Tan Kian sempat menjadi sorotan usai menyampaikan keluhan terkait banyaknya pungutan perpajakan terhadap pengadaan dan penjualan barang mewah pada medio 2016.
Kala itu Tan Kian menyebut jika PPh 22 atas impor barang mewah membuat harga jualnya menjadi lebih mahal di Indonesia. Terlebih, pengusaha masih harus membayar bea masuk, sedangkan konsumen masih harus rela menanggung Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Tingginya pungutan pajak, kata Tan, membuat banyak konsumen kaya di negeri ini memilih lari ke luar negeri hanya berbelanja barang mewah. Dia mencontohkan Singapura sebagai destinasi favorit Warga Negara Indonesia (WNI) menghabiskan uang karena tidak perlu membayar pajak apapun.
Pun nama Tan Kian juga sempat tercoreng dalam kasus-kasus dugaan korupsi besar, seperti kasus Asabri dan Jiwasraya.
Jika menilik ke belakang, berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, Tan Kian sudah tiga kali diperiksa Kejaksaan Agung yakni pada Rabu 10 Februari 2021, Selasa 23 Februari 2021 dan Senin (8/3/2021) silam.
Tan Kian sempat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada tahun 2009. Namun, Kejagung menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus Tan Kian pada 13 April 2009.
SP3 diterbitkan karena Tan Kian telah mengembalikan uang senilai US$13 juta. Tan Kian juga sempat diperiksa oleh Kejagung terkait kasus PT Asabri pada tahun 2021 sebagai saksi.
Selain kasus PT Asabri, nama Tan Kian juga sempat disebut-sebut dalam kasus skandal mega korupsi Jiwasraya. Skandal ini menjerat Benny Tjokrosaputro yang merugikan negara sekitar Rp16,81 triliun.
Namun begitu, Ketua KSO Duta Regency Karunia Metropolitan Kuningan Properti Tan Kian mengklarifikasi terkait dengan dugaan keterlibatannya dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri.
Kuasa hukum Tan Kian, Andi Simangunsong, mengatakan bahwa kliennya tidak pernah melakukan transaksi apa pun dengan Jiwasraya maupun Asabri.
Pada kedua kasus tersebut, nama Tan Kian dikaitkan dalam beberapa pemberitaan, khususnya dugaan Benny Tjokro melakukan pencucian uang dengan melibatkan pengusaha properti itu.
Benny Tjokro merupakan salah satu tersangka dalam kasus Asabri. Dalam kasus Jiwasraya, Benny telah dijatuhi hukuman seumur hidup.
"Faktanya dalam kasus Jiwasraya, Tan Kian telah diperiksa sebagai saksi oleh Kejaksaan Agung, bahkan telah diperiksa sebagai saksi di pengadilan terkait dengan seluruh transaksi yang ada antara Benny Tjokro dan Tan Kian. Hasilnya, Kejaksaan Agung dan pengadilan menganggap transaksi yang dilakukan Tan Kian adalah transaksi bisnis yang sah dan wajar," kata Andi.
Andi menegaskan bahwa tidak ada satu pun transaksi antara Benny Tjokro dan Tan Kian yang belum diperiksa oleh Kejaksaan Agung dan pengadilan.
Dengan demikian, sekalipun penyidikan terhadap Benny Tjokro dalam kasus Asabri adalah penyidikan baru, dalam kaitan dengan Tan Kian tidak ada hal yang berbeda.
"Karena semua transaksi antara Benny Tjokro dan Tan Kian (baik diduga terkait dengan Jiwasraya maupun tidak) telah diperiksa secara menyeluruh oleh Kejaksaan Agung dan pengadilan, dan Tan Kian telah dinyatakan tidak terlibat dalam dugaan tindak pidana yang ada," kata Andi.
Dalam kesempatan itu, Andi turut menjelaskan terkait dua proyek properti milik Tan Kian yang melibatkan pihak Benny Tjokro. Dalam proyek pertama, pihak terkait Benny Tjokro yakni PT Duta Regency Karunia (perusahaan di mana adik dari Benny Tjokro yaitu Teddy Tjokro dan Franky Tjokro duduk sebagai manajemennya) menyediakan tanah atau lahan.
Pihak Tan Kian selaku Direktur Utama PT Metropolitan Kuningan Property bertugas membangun dan memasarkan apartemen di atas tanah atau lahan tersebut.
Andi mengatakan bahwa harga tanah atau lahan tersebut telah dibayar lunas oleh Kerja Sama Operasi (KSO) Duta Regency Karunia Metropolitan Kuningan Property kepada PT Duta Regency Karunia melalui hasil penjualan properti dimaksud.
Dalam proyek kedua, pihak Tan Kian bersama investor menggelontorkan uang ratusan miliar rupiah untuk membeli tanah di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang yang dulunya sejak 1994 telah mulai dibebaskan oleh pihak Benny Tjokro.
Tanah tersebut dibeli guna membangun proyek perumahan. "Secara sederhana, dalam kedua proyek tersebut, tanah atau lahan yang disediakan atau dibebaskan pihak terkait Benny Tjokro telah seluruhnya dibayar lunas oleh KSO ataupun oleh pihak Tan Kian beserta investor yang dibawa oleh pihak Tan Kian. Hal tersebut telah terang benderang dalam pemeriksaan Kejaksaan Agung dan pengadilan," beber Andi.
Andi percaya Kejaksaan Agung bekerja profesional dan tidak akan mengorbankan pengusaha yang melakukan transaksi bisnis sah dan wajar yang telah diperiksa, bahkan sampai tingkat pengadilan negeri.
"Kami berharap dan memperingatkan pihak-pihak lain untuk tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang seolah-olah mengkaitkan Tan Kian dengan dugaan tindak pidana apa pun juga terkait dengan penyidikan kasus Asabri yang sedang berjalan," jelas Andi.
Korupsi ASABRI
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan perhitungan sementara kerugian negara pada kasus korupsi PT Asabri (Persero) tembus Rp 23,7 triliun. Perhitungan ulang kerugian negara masih dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Jumlah taksiran sementara kerugian negara di kasus korupsi Asabri ini melampaui kerugian negara dalam skandal korupsi Jiwasraya sebesar Rp 16,81 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan kronologi kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh Asabri.
Ia menyebutkan pada tahun 2012 hingga 2019, Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan serta Kadiv Investasi Asabri bersepakat dengan pihak di luar Asabri yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi yaitu Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman Purnomosidi.
Mereka bersepakat untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat seolah-olah baik.
Setelah saham-saham tersebut menjadi milik Asabri, kemudian saham-saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh Heru, Benny dan Lukman berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi Asabri.
Dengan transaksi itu, sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan Heru, Benny dan Lukman serta merugikan investasi Asabri.
Ini karena Asabri menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga di bawah harga perolehan saham-saham tersebut.
Untuk menghindari kerugian investasi Asabri, maka saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan, dibeli kembali dengan nomine Heru, Benny dan Lukman serta dibeli lagi oleh Asabri melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi yang dikendalikan oleh Heru dan Benny.
Seluruh kegiatan investasi Asabri pada 2012 sampai 2019 tidak dikendalikan oleh Asabri, namun seluruhnya dikendalikan oleh Heru, Benny dan Lukman. Leonard menyebut kasus dugaan korupsi Asabri ini merugikan keuangan negara sebesar Rp 23,7 triliun.
Jaksa penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung saat itu menetapkan delapan tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT. Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri).
"Delapan orang tersangka adalah inisial ARD, SW, HS, BE, IWS, LP, BT dan HH," kata Leonard.
Delapan tersangka tersebut adalah mantan Direktur Utama PT Asabri periode tahun 2011 - Maret 2016 (Purn) Mayjen Adam Rachmat Damiri, mantan Direktur Utama PT Asabri periode Maret 2016 - Juli 2020 (Purn) Letjen Sonny Widjaja.
Lalu eks Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014 Bachtiar Effendi, mantan Direktur Asabri periode 2013 - 2014 dan 2015 - 2019 Hari Setiono, Kepala Divisi Investasi PT Asabri Juli 2012 - Januari 2017 Ilham W. Siregar dan Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi.
Kemudian Dirut PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. Baik Benny maupun Heru merupakan tersangka dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
Mereka dijerat pasal sangkaan primer yakni Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP serta subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Korupsi Jiwasraya
Kasus korupsi Jiwasraya mulai terkuak usai BUMN tersebut menunda pembayaran polis jatuh tempo produk JS Saving Plan pada 2018 silam. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemudian menggelar investigasi awal yang menunjukkan adanya indikasi kecurangan dalam mengelola investasi.
BPK menyatakan masalah keuangan Jiwasraya telah terjadi sejak 2002 dan mulai mencatat laba semu sejak 2006. Namun, di tengah merosotnya keuangan perusahaan, Jiwasraya justru mengeluarkan uang sponsor untuk klub Inggris, Manchester City pada 2014.
Pada 2015, Jiwasraya meluncurkan produk JS Saving Plan berbunga tinggi antara 9-13 persen. Dana dari produk ini diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana berkualitas rendah.
Jiwasraya kembali memperoleh opini tidak wajar dalam pembukuan keuangan pada 2017. Opini tidak wajar diberikan karena ditemukan ada kekurangan pencadangan dana Rp7,7 triliun.
Terdapat dugaan bahwa Jiwasraya memgeluarkan dana perusahaan melalui grup tertentu dengan transaksi saham berdekatan untuk menghindari pencatatan unrealized loss.
Investigasi BPK juga menemukan Jiwasraya memiliki 28 produk reksadana, 20 di antaranya memiliki porsi investasi di atas 90 persen dan berkualitas rendah.
BPK kemudian menindaklanjuti kasus ini bersama Kejaksaan Agung untuk memperkarakan pelaku dan menghitung kerugian negara. Pada 2020, BPK memperkirakan kasus Jiwasraya merugikan negara hingga Rp16,81 triliun.
Tersangka baru
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyatakan, Isa Rachmatarwata selaku Bapepam-LK periode 2006-2012 menyetujui produk JS Saving Plan kendati kondisi keuangan perusahaan memburuk.
"Kami telah menemukan bukti yang cukup mengenai adanya perbuatan pidana yang dilakukan oleh IR yang saat itu menjabat sebagai Kabiro Asuransi di Bapepam LK 2006-2012," kata Qohar dalam konferensi pers, Jumat (7/2/2025).
Setelah disetujui Isa, produk JS Saving Plan dipasarkan dan dana yang diperoleh dimasukkan instrumen investasi dan reksadana tanpa menerapkan prinsip good corporate governance dan manajemen risiko investasi.
“Diketahui terdapat transaksi yang tidak wajar terhadap beberapa saham, antara lain IIKP, SMRU, TRAM, LCGP, MYRX, SMBR, BJBR, PPRO, dan beberapa saham lainnya yang dilakukan baik secara langsung maupun melalui manajer investasi yang mengelola reksadana, sehingga transaksi tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan nilai portofolio aset investasi saham dan reksadana sehingga PT AJS mengalami kerugian," kata Qohar.
Isa dijerat dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). (an)
Topik:
Tan Kian ASABRI JiwasrayaBerita Terkait

Korupsi Jiwasraya, Mantan Dirjen Anggaran Kemenkeu Didakwa Rugikan Negara Rp 90 M
27 Agustus 2025 10:21 WIB

Dana Pensiun Lembaga Keuangan dan Pemberi Kerja Jiwasraya Resmi Dibubarkan OJK
16 Agustus 2025 08:23 WIB

KPK Tengah Lidik Kasus Dugaan Korupsi Lelang Aset Jiwasraya Rp 9,7 T Seret Jampidsus Febrie Adriansyah
19 Juli 2025 20:24 WIB

Kejagung Periksa Direktur PT Milenium Capital Management Fahyudi Daniatmadja di Korupsi Jiwasraya
22 April 2025 23:40 WIB