Korupsi Impor Gula, Kejagung Periksa Mantan Dirut PT PPI 'DPR'


Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa mantan Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) (2015-2016) berinisial DPR, sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016, Selasa (18/2/2025).
Tak hanya dia, Kejagung juga memeriksa 4 saksi lainnya yakni AA selaku Direktur Utama PT PPI Tahun 2016-2020; FTS selaku Direktur Keuangan PT PPI Tahun 2016 -2019; BAM selaku Direktur Bisnis PT PPI Tahun 2016-2019; dan OND selaku Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan.
"Kelima orang saksi tersebut diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016 atas nama tersangka TWN dan kawan-kawan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.
Menurut Harli, Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan kasus dugaan rasuah yang merugikan ratusan miliar rupiah itu.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong dan mantan Direktur Pengembangan Bisnis Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Charles Sitorus (CS) sebagai tersangka. Lalu menetapkan sejumlah tersangka lainnya baru-baru ini.
Dalam kasus ini, Kejagung menyebut nilai kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mencapai Rp578 miliar.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa para tersangka ini berasal dari kalangan perusahaan swasta.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah kami peroleh selama penyidikan, maka tim penyidik telah mendapatkan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan sembilan tersangka," ungkapnya dalam konferensi pers yang diadakan di Gedung Kejaksaan Agung, Senin (20/1/2025).
Para tersangka yang ditetapkan adalah TWN (Direktur Utama PT Angels Products), WN (Presiden Direktur PT Andalan Furnindo), HS (Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya), IS (Direktur Utama PT Medan Sugar Industry), TSEP (Direktur PT Makassar Tene), HAT (Direktur PT Duta Sugar International), ASB (Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas), HFH (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur), dan ES (Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama).
Adapun kasus korupsi ini menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp578 miliar. Qohar menjelaskan bahwa jumlah tersebut dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan hasil akhirnya mencapai Rp578.105.411.622,47.
Jumlah ini meningkat dibandingkan estimasi sebelumnya, yakni sekitar Rp400 miliar. Peningkatan ini terjadi setelah sembilan tersangka baru dari kalangan perusahaan swasta ditetapkan oleh Kejagung. Qohar menambahkan perhitungan kerugian ini terus diperbarui selama proses penyidikan oleh BPKP, hingga akhirnya ditemukan bahwa kerugian negara lebih besar dari perkiraan awal.
“Seiring dengan perkembangan oleh penyidik dan penghitungan yang dilakukan oleh BPKP, setelah ada penetapan tersangka perusahaan ini, masuk semua ternyata kerugiannya lebih dari Rp400 miliar dan ini sudah final,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa penetapan para tersangka selalu didasarkan pada perhitungan kerugian negara yang telah ditentukan terlebih dahulu. Menurutnya, penyidik tidak akan menetapkan seseorang sebagai tersangka jika tidak ditemukan adanya unsur kerugian negara.
“Dulu sudah pernah saya sampaikan bahwa tentang penetapan tersangka itu tentu sudah ditemukan adanya kerugian keuangan negara. Tidak mungkin penyidik menetapkan tersangka itu tanpa ada unsur kerugian keuangan negara,” kata Qohar.
Qohar kemudian menjelaskan pada tahun 2015, sebuah rapat koordinasi bidang perekonomian membahas perkiraan kekurangan gula kristal putih (GKP) di Indonesia sebesar 200 ribu ton untuk periode Januari–April 2016. Namun, rapat tersebut tidak menghasilkan keputusan untuk melakukan impor GKP.
Di akhir tahun 2015, tersangka Charles Sitorus, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, menginstruksikan seorang manajer senior di bidang bahan pokok PT PPI untuk bertemu dengan delapan perusahaan swasta, yaitu PT AP, PT AF, PT SUJ, PT MSI, PT PDSU, PT MT, PT DSI, dan PT BMM. Pertemuan yang berlangsung empat kali tersebut bertujuan untuk menunjuk perusahaan-perusahaan tersebut sebagai pelaksana impor gula kristal mentah (GKM) yang akan diolah menjadi GKP.
Pada Januari 2016, tersangka Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT PPI untuk mengelola GKM menjadi GKP melalui kerja sama dengan produsen gula domestik dengan jumlah sebanyak 300 ribu ton.
"Jadi, penugasannya baru belakangan setelah mereka melakukan rapat empat kali untuk ditunjuk sebagai importir gula," ucapnya.
Setelah itu, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan swasta tersebut untuk mengolah GKM. Kementerian Perdagangan kemudian menerbitkan izin impor gula kepada perusahaan-perusahaan itu, meskipun ketentuan yang berlaku hanya memperbolehkan impor GKP dan hanya oleh BUMN. Perusahaan-perusahaan ini diketahui hanya memiliki izin untuk memproduksi gula rafinasi, bukan gula kristal putih.
Pada 7 Juni 2016, tersangka Tom Lembong juga memberikan persetujuan impor GKM sebanyak 110 ribu ton kepada PT KTM. Gula hasil olahan dari perusahaan-perusahaan tersebut dijual di pasaran dengan harga Rp16.000 per kilogram, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp13.000 per kilogram. PT PPI bahkan menerima imbalan sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan tersebut.
Menurut Kejagung, penerbitan izin impor ini menyebabkan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional tidak tercapai. “Dengan adanya penerbitan persetujuan impor GKM menjadi gula GKP oleh Menteri Perdagangan saat itu, Saudara TTL selaku tersangka, kepada para tersangka yang merupakan pihak swasta, menyebabkan tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional dengan cara operasi pasar pada masyarakat tidak tercapai," kata Qohar.
Para tersangka kemudian dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sebanyak tujuh tersangka akan menjalani penahanan selama 20 hari kedepan. Sementara dua tersangka lainnya, yaitu HAT dan ES, masih dalam proses pencarian oleh pihak berwenang.
Lebih lanjut, Kejagung pun telah memeriksa hampir 80 orang saksi dalam proses penyidikan kasus ini. Qohar menegaskan bahwa penyidik selalu bekerja secara hati-hati dalam menentukan apakah seseorang layak dimintai pertanggungjawaban.
“Apakah kemudian ada peran yang lain, termasuk dari Kementerian Perdagangan? Semua saksi, sudah lebih dari 70 orang, mungkin hampir 80 saksi sudah kita mintai keterangan, termasuk peran masing-masing para saksi, baik yang secara langsung dalam perkara ini maupun yang hanya mengetahui, melihat atau mendengar,” ucapnya.
Qohar menegaskan jika penyidik telah menemukan minimal dua alat bukti yang cukup, maka penetapan tersangka akan dilakukan. Namun, jika belum, proses penyidikan akan terus berlanjut tanpa adanya penetapan tersangka.
“Ketika ditemukan alat bukti yang cukup minimal dua alat bukti maka pasti penyidik akan melakukan permintaan pertanggungjawaban dengan penetapan tersangka. Akan tetapi, kalau belum, tentu kami tidak akan masuk ke sana,” tegas Qohar.
Topik:
Impor Gula PT PPI KejagungBerita Terkait

Kejagung Periksa Wiraswasta dan Buruh Harian Lepas terkait Korupsi Komoditas Timah Korporasi
2 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dicky Kurniawan, Mantan Kepala Divisi Akuntansi PT Asuransi Jiwasraya
2 jam yang lalu

Kejagung Periksa Dirut PT Makassar Tene Abuan Halim di Korupsi Impor Gula Rp 578 Miliar
3 jam yang lalu